tebuireng.co – Makam ulama merupakan destinasi wisata terpenting di Kabupaten Jombang. Setiap hari ada ribuan peziarah dari berbagai daerah ke makam ulama Jombang. Khususnya ke makam KH Hasyim Asy’ari dan Gus Dur.
Selain wisata religi makam Gus Dur, Jombang juga memiliki lima makam ulama yang layak dikunjungi. Makam para ulama tersebut sebagai bukti bahwa Jombang memiliki stok orang hebat yang tidak ada habisnya.
Makam-makam ulama Jombang tetap terawat dengan baik dan bersih. Selain itu, pengunjung juga tidak harus merogoh kocek dalam-dalam hanya sekedar untuk berkunjung.
Tim riset tebuireng.co memberikan rekomendasi lima makam ulama Jombang yang layak dikunjungi beserta wiridan khusus saat ziarah sebagai berikut:
Pertama. makam KH Abdul Wahab Chasbullah

Makam Kiai Wahab terletak di komplek Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, tepatnya di sisi barat Desa Tambakrejo, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan pahlawan Nasional dan Ulama inspirator, salah satu pendiri dan penggerak organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga merupakan santri kinasih dari KH M Hasyim Asyari. Kiai Wahab tercatat pernah menjadi lurah Pesantren Tebuireng.
Makam Kiai Wahab terus mengalami renovasi demi kenyaman pengunjung. Pemerintah Kabupaten Jombang juga punya perhatian khusus ke sosok Kiai Wahab. Makam ini memiliki parkir yang dan tempat istirahat.
Makam KH Abdul Wahab Chasbullah buka selama 24 jam dan terbuka untuk umum. Di masa pandemi Covid-19 ini juga masih buka, hari jumat dan di akhir pekan makam Kiai Wahab selalu dipadati peziarah.
Di makam Kiai Wahab, umumnya santri Tambakberas membacakan yasin, tahlil dan salawat sebagai berikut:
مولاى صلى و سلم دائما أبدا على حبيبك خير الخلق كلهم
هو الحبيب الذي ترجى شفاعته لكل هول من الأهوال مقتحم
يا رب بالمصطفى بلغ مقاصدن واغفر لنا ما مضى يا واسع الكرم
Kedua, makam Kiai Asy’ari, Leluhur Gus Dur

Rasa tidak lengkap apa bila ziarah ke makam Gus Dur tanpa datang ke makam Kiai Asy’ari di Desa Keras, Kecamatan Diwek, Jombang. Dari arah makam Gus Dur, peziarah harus melakukan perjalanan ke arah barat beberapa kilo.
Kiai Asy’ari adalah ayah kandung dari KH M Hasyim Asy’ari. Kiai Asy’ari merupakan santri dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Makam Kiai Asyari cukup luas, bersih dan memiliki musala serta tempat bagi peziarah untuk membacakan doa. Setiap hari selalu ada peziarah yang membacakan doa di pusaran Kiai Asy’ari.
Makam Kiai Asy’ari juga sering dijadikan lokasi mengaji bagi santri hafalan Qur’an atau sekedar mengulang hafalannya. Seperti santri dari Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng dan Pesantren Al-Ma’arij.
Para penghafal Qur’an ini betah berjam-jam duduk membaca ayat suci Al-Quran. Bahkan ada yang khatam dalam satu kali duduk. Penghafal Al-Qur’an memilih makam KH M Hasyim Asy’ari dan Kiai Asy’ari untuk tempat khusus.
Kiai Asy’ari adalah tokoh hebat yang berhasil mendidik tokoh sekelas KH M Hasyim Asy’ari menjadi tokoh Islam terpenting di Indonesia.
Namun, di makam Kiai Hasyim Asy’ari dan Gus Dur, umumnya para penghafal Al-Qur’an dan santri Tebuireng akan membaca surat Al-Kahfi terlebih dahulu sebelum melakukan doa lainnya.
Kiai Hasyim Asy’ari dikenal sebagai tokoh yang rutin membaca Al-Kahfi dan Waqi’ah sepanjang hidupnya.
Ketiga, makam KH Bisri Syansuri

Makam besannya Kiai M Hasyim Asy’ari ini terletak di kawasan Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Kecamatan/Kabupaten Jombang. Kiai Bisri adalah mertua dari Kiai Wahid Hasyim dan kakek dari Gus Dur
KH Bisri Syansuri merupakan salah satu pendiri organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) bersama 3 Kiai lainnya yaitu KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah dan KH Romli Tamim.
Beliau juga sebagai salah satu pendiri pondok pesantren putri pertama di Jawa Timur yang dulunya sempat banyak yang menentang dengan adanya Ponpes putri.
Beliau merupakan kakek dari Gus Dur yang juga turut berkorban melawan penjajah di Republik Indonesia salah satunya pernah menjadi Kepala Staf Komando untuk menjadi penghubung antara gerakan massa yang dikerahkan oleh Bung Tomo dengan para kiai seluruh Jawa Timur menjelang peristiwa 10 November di Surabaya.
Di hari biasa makam ini juga buka selama 24 Jam dan dibuka untuk umum. Namun, di masa pandemi Covid-19 masih tutup sebab letaknya yang di dalam Ponpes Mambaul Ma’arif Denanyar, dikawatirkan terjadi penyebaran Covid-19 di lingkungan pesantren.
Santri Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar umumnya wiridan andalannya yaitu ya hayyu ya qayyum, la ilaha illa Anta subhanaka inni kuntu minadzalimin,”
Keempat, makam KH Romli Tamim dan KH Tamim Irsyad

Makam tersebut berada di makam keluarga tepatnya di kawasan Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang.
KH Tamim Irsyad merupakan pendiri dari Ponpes Darul Ulum, Rejoso dan saat ini menjadi salah satu pondok terbesar di Kabupaten Jombang.
Sedangkan KH Romli Tamim merupakan salah satu ulama besar Nahdlotul Ulama (NU) dan beliau ialah salah satu mursyid thariqah NU yang menciptakan bacaan istiqhasah.
Di hari biasa makam ini juga buka selama 24 jam dan terbuka untuk umum. Namun, sama dengan makam ulama lainnya pada saat pandemi Covid-19 ini masih di tutup untuk umum.
Umumnya santri Pesantren darul Ulum membaca istighasah yang dibuat oleh KH Romli Tamim. Selama membuat istighasah tersebut KH Romli Tamim berriyadoh agar Istighasah dapat bermanfaat di dunia dan di akhirat
Kelima, makam Sayid Sulaiman

Makam Sayid Sulaiman terletak di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Ia merupakan salah satu tokoh agama dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa khususnya di Jawa Timur.
Sayid Sulaiman ialah keturunan dari ulama dari Yaman dan ibunya merupakan putri dari sunan gunung jati. Maka tak heran jika ia merupakan salah satu pendakwah terkenal pada masanya.
Sayid Sulaiman mendirikan Pesantren Sidogiri di Desa Sidogiri Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Sayyid Sulaiman memiliki marga Basyaiban, salah satu dari beberapa marga keturunan Rasulullah.
Sayyid Sulaiman merupakan ulama’ yang berasal dari Cirebon. Sedangkan ayahnya merupakan seorang pedagang yang datang dari Hadramaut, Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khadijah.
Sekembalinya dari Keraton Solo, Sayid Sulaiman pamit kepada istrinya yang sedang hamil tua untuk pergi ke Ampel Surabaya. Kemudian dia melanjutkan perjalanan ke Jombang.
Namun di tengah perjalanan, Sayid Sulaiman jatuh sakit hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung.
Makam ini dibuka untuk umum dan buka selama 24 jam. Di masa pandemi Covid-19 makam ini juga masih buka. Saat ziarah ke makam Sayid Sulaiman, umumnya masyarakat sekitar memperbanyak membaca salawat.