• About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Toko >>
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Toko >>
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Toko >>
LSPT
Home Opini

Mahasiswa Kosan dan Masyarakat

Yayan Musthofa by Yayan Musthofa
2023-08-24
in Opini, Pendidikan
0 0
0
Mahasiswa Kosan dan Masyarakat

Ilustrasi perpustakaan (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp
LSPT

Keterlibatan pro-aktif mahasiswa dalam bermasyarakat terlihat ketika mereka menjalankan tugas Kuliah Kerja Nyata (KKN). Baik dalam ranah pendidikan, sosio-religius, maupun organisasi kemasyarakatan. Meski hari ini sedikit mengalami pergeseran menjadi “belajar bareng masyarakat” atau “belajar dari masyarakat” dengan konsep yang selalu mengalami penyesuaian. Pergeseran adalah keniscayaan karena informasi pengetahuan dan keilmuan semakin terbuka perkembangan pesat teknologi.

Para ulama sangat mendorong keterlibatan orang yang berilmu dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya adalah Hujjatul Islam Imam al-Ghazali yang sering menyindir bahwa apa gunanya ilmu pengetahuan tanpa adanya praktik yang nyata? Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari juga menyayangkan ratusan buku di rak tanpa adanya praktik riil dan perubahan nyata dari insan yang berilmu. Upaya keterlibatan individu dalam perubahan menuju lebih baik ketika bermasyarakat adalah proses pematangan keilmuan.

Sayangnya, keterlibatan mahasiswa dalam bermasyarakat hanya ketika mendapatkan tugas kuliah. Kesadaran dalam keseharian belum banyak yang menginsafi. Tidak sedikit dari mahasiswa yang nge-kos atau ngontrak yang hanya berinteraksi-transaksional, dalam jual-beli saja sedangkan keterlibatan dalam sosial-masyarakat, sosio-religius dan pendidikan mereka abai. Dolan ke kos teman ketika masyarakat kos domisili sedang mengadakan kerja bakti, mencari tongkrongan di daerah tetangga ketika sedang ada tetangga kosan meninggal, bahkan keterlibatan dalam acara 17 Agustusan, tidak banyak yang terlibat. Yang lebih miris, ketika kurir paket bertanya alamat tetangga sedangkan mahasiswa tidak tahu dengan alasan “nge-kos”, bukan penduduk asli. Berbeda ketika sedang menjalankan tugas KKN.

Tentu, fenomena mahasiswa kosan sebagaimana gambaran di atas tidak berlaku di setiap daerah; dan tidak berlaku pada diri setiap individu mahasiswa. Setiap kaidah pasti ada pengecualian, setiap fenomena mestinya ada pengeculian, kullu qāidatin mustatsnayāt.

Idealnya, kampus adalah tempat menuntut ilmu dan bermasyarakat adalah lahan eksperimen. Ketika mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan persoalan bermasyarakat, maka menuntut jawaban keilmuan dari sumbernya. Simbiosis mutualisme semacam itu menguntungkan bagi dua belah pihak, baik kampus, pribadi mahasiswa, maupun masyarakat. Pribadi mahasiswa pun mengalami percepatan keilmuan karena menggali problematika dari masyarakat di satu sisi –bahkan menjadi SKS tersendiri dalam proses belajarnya–, juga memperoleh dari sumber keilmuan kampus.

Hanya saja, bagi mahasiswa tipe kedua yang berupaya meraih idealisme tersebut, tidak sedikit yang terlena sibuk dalam bermasyarakat sehingga molor dalam proses pendidikan. Memperpanjang waktu proses belajar dalam jenjang strata satu. Naasnya lagi, bagi mereka yang di-dropt out (DO) karena keluar batas waktu pendidikan.

Keterlenaan itu, bisa diduga sebuah fatamorgana bahwa dirinya sangat dibutuhkan dalam masyarakat untuk menopang pendidikan anak-anak kecil (TPQ atau kursus), mengurus organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan, atau semacamnya. Ada yang terlewat bahwa di antara dua kewajiban, mestinya ada skala prioritas; bahwa proses menyelesaikan studi adalah kewajiban yang harus dituntaskan guna melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi daripada praktik lapangan yang jangka waktunya lebih longgar (wus’ah).

Contoh kasus dalam fikih biasanya kewajiban mengutamakan menolong orang kecelakaan dibanding mengejar waktu jamaah shalat Jumat, yang keduanya memiliki status wajib. Yang demikian memang butuh kejelian lebih mendalam ketimbang memilih antara sunah dan wajib. Tentu, mengutamakan kewajiban lebih diutamakan sebagaimana pernyataan Imam an-Nawawi, Man syaghalathu an-nāfilah ‘an al-farḍi, fahuwa maghrūr, barangsiapa yang terpedaya oleh kesunahan ketimbang menunaikan kewajiban, maka sebetulnya ia telah terkelabui.

Baca Juga: Investasi yang Paling Menjanjikan

Previous Post

6 Makna Kemerdekaan bagi Para Santri di Pesantren

Next Post

Buah dari Khidmah

Yayan Musthofa

Yayan Musthofa

Pengasuh Harian Ma'had al-Jami'ah Unhasy Tebuireng.

Next Post
Buah dari Khidmah

Buah dari Khidmah

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

  • Profil Ringkas Ning Jazil, Istri Gus Kautsar

    Profil Ringkas Ning Jazil, Istri Gus Kautsar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribath Nouraniyah, Rumah Aswajanya Buya Arrazy Hasyim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Hadis Riwayah dan Dirayah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gus Iqdam, Pendiri Majelis Ta’lim Sabilu Taubah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Biografi Gus Ahmad Kafabihi Lirboyo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Toko >>

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In