tebuireng.co – Pada saat ini kita menyaksikan ada banyak pernikahan yang dilangsungkan dengan mahar berupa hafalan Al-Qur’an atau beberapa surah dari Al-Qur’an. Lalu bagaimanakah hukum menjadikan Al-Qur’an sebagai mahar atau maskawin dalam pernikahan menurut syariat?
Mahar atau maskawin pernikahan adalah suatu nama harta yang wajib di berikan atas mempelai perempuan dari mempelai laki-laki dalam suatu akad pernikahan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 4 :
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـــًٔا مَّرِيْۤـــًٔا
Artinya : “Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”
Mahar/maskawin dalam pernikahan memiliki beberapa syarat, diantaranya:
- Harus berupa sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan menurut syariat. Maka pada contoh barang yang bernajis tidak sah untuk dijadikan mahar sebab, tidak sah untuk diperjualbelikan.
- Harus berupa sesuatu yang nyata dan jelas. Karena mahar itu sebenarnya adalah alat menukar dalam sebuah transaksi dan seakan-akan menyerupai harga. Maka sesuatu yang masih tidak jelas dan tidak disebutkan secara nyata, tidak sah dijadikan sebagai mahar.
- Terbebas dari unsur penipuan. Maka hewan ternak yang kabur tidak sah untuk dijadikan mahar hingga ia kembali kepemiliknya.
- Berupa sesuatu yang berharga (memiliki nilai harga). Maka tidak sah dengan sesuatu yang sedikit dan tidak ada harganya, Contohnya sebiji gandum.
Memberikan mahar tidak harus berupa emas, perak, atau harta benda lainnya. Akan tetapi lebih dari pada itu, dari sesuatu yang bisa diambil manfaatnya. Sebelum membahas tentang hafalan Al-Quran yang dibuat sebagai mahar, terlebih dahulu perlu melihat ketentuan mahar yang sah. Sebagaimana jika mengarah pada ketentuan mahar, bahwa mahar dapat berupa segala sesuatu yang bisa ditukarkan dengan harta, maka penyewaan jasa manfaat pribadi ataupun barang itu pun sah untuk dibuat sebagai mahar. Sebab hal tersebut juga bisa ditukarkan dengan harta.
Baca Juga: Akad Nikah Diperbarui, Bagaimana Hukumnya?
Singkatnya, yang dijadikan mahar pernikahan adalah jasa manfaat sebuah barang , bukan benda dari barang tersebut. Seperti manfaat dari sebuah rumah yang dikontrakkan. Meskipun rumah tersebut tidak dijadikan mahar, namun harta dari hasil kontrakan rumah tersebut sah untuk dijadikan mahar. Begitupula jasa manfaat pribadi seseorang. Sebab seseorang yang menyewakan jasa pribadinya sehingga dari jasanya ini dapat ditukarkan dengan harta.
Jika melihat dari ketentuan ini, maka untuk menghukumi sah atau tidaknya hafalan Qur’an untuk dijadikan mahar, maka perlu peninjauan dari sudut pandang tertentu. Jika yang dimaksud hafalan Qur’an adalah sekedar hafalan seorang laki-laki untuk mempelai wanita, maka tentunya ini tidak sah. Sebab pada kasus ini tidak terdapat sesuatu yang dapat ditukarkan dengan harta. Namun jika yang dimaksud hafalan Al-Qur’an adalah jasa mempelai laki-laki untuk mengajarkan hafalan Al-Qur’an yang dia miliki kepada calon mempelai wanita maka inilah mahar hafalan Al-Quran yang sah. Sebab mengajarkan Al-Qur’an kepada seseorang adalah sesuatu yang dapat ditukarkan dengan harta.
Namun, menurut sebagian ulama dari kalangan Madzhab Hanafiyah, tidak sah untuk memungut upah dari mengajarkan Al-Qur’an atau ilmu agama lain kepada sesorang. Sehingga jika mengacu pada pendapat ini, maka tidak sah mengajarkan Al-Qur’an sebagai mahar, sebab tidak sah dijadikan harta.
Meskipun mahar berupa hafalan Al-Qur’an secara pandangan fikih itu sah untuk dijadikan mahar, bahkan pernah terjadi di masa Rasulullah SAW, namun mahar seperti ini tidak dianjurkan bagi seorang laki-laki yang akan menikah, sebab boleh dikata, mahar berupa hafalan Al-Qur’an ini adalah jalan terakhir bagi seorang laki-laki jika ia sudah sangat butuh untuk menikah namun dia adalah seorang yang sangat miskin tidak mempunyai harta benda yang layak untuk dijadikan mahar, sehingga mahar hafalan Al-Qur’an inilah yang menjadi alternatif bagi si laki-laki tersebut. Hal ini berdasarkan riwayat hadis :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ، عَنْ أَبِي حَازِمٍ ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ ، أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، جِئْتُ لِأَهَبَ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا، وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ، فَلَمَّا رَأَتِ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا. فَقَالَ : ” هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ “. فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ : ” اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا “. فَذَهَبَ، ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا. قَالَ : ” انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ “. فَذَهَبَ، ثُمَّ رَجَعَ، فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي. قَالَ سَهْلٌ : مَا لَهُ رِدَاءٌ فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ ؟ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ “. فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ، ثُمَّ قَامَ، فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا، فَأَمَرَ بِهِ، فَدُعِيَ، فَلَمَّا جَاءَ قَالَ : ” مَاذَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ “. قَالَ : مَعِي سُورَةُ كَذَا، وَسُورَةُ كَذَا، وَسُورَةُ كَذَا. عَدَّهَا، قَالَ : ” أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ “. قَالَ : نَعَمْ. قَالَ: ” اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ “.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa’d bahwasanya, ada seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku padamu.’ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun memandangi wanita dari atas hingga ke bawah lalu beliau menunduk. Dan ketika wanita itu melihat, bahwa beliau belum memberikan keputusan akan dirinya, ia pun duduk. Tiba-tiba seorang laki-laki dari sahabat beliau berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya.’ Lalu beliau pun bertanya: ‘Apakah kamu punya sesuatu (untuk dijadikan sebagai mahar)?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau bersabda: ‘Kembalilah kepada keluargamu dan lihatlah apakah ada sesuatu?’ Laki-laki itu pun pergi dan kembali lagi seraya bersabda: ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan apa-apa.’ Beliau bersabda: ‘Lihatlah kembali, meskipun yang ada hanyalah cincin besi.’ Laki-laki itu pergi lagi, kemudian kembali dan berkata, ‘Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, meskipun cincin emas aku tak punya, tetapi yang ada hanyalah kainku ini.’ Sahl berkata, ‘Tidaklah kain yang ia punyai itu kecuali hanya setengahnya.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya: ‘Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu? Bila kamu mengenakannya, maka ia tidak akan memperoleh apa-apa dan bila ia memakainya, maka kamu juga tak memperoleh apa-apa.’ Lalu laki-laki itu pun duduk agak lama dan kemudian beranjak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya dan beliau pun langsung menyuruh seseorang untuk memanggilkannya. Ia pun dipanggil, dan ketika datang, beliau bertanya, ‘Apakah kamu punya hafalan Al Qur’an?’ laki-laki itu menjawab, ‘Ya, aku hafal surat ini dan ini.’ Ia sambil menghitungnya. Beliau bertanya lagi, ‘Apakah kami benar-benar menghafalnya?’ ia menjawab, ‘Ya.’ Akhirnya beliau bersabda: ‘Kalau begitu, perigilah. Sesungguhnya kau telah kunikahkan dengannya dengan mahar apa yang telah kamu hafal dari Al Qur`an.”
Oleh: Rizky Amaliah, mahasiswi Ma’had ‘Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng.