• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Liwetan Mahasantri

Yayan Musthofa by Yayan Musthofa
2024-01-05
in Opini, Pendidikan
0
Liwetan Mahasantri

Foto ilustrasi liwetan. (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Liwetan mahasantri. Liwetan adalah salah satu tradisi para santri masak bareng-bareng dan makan bareng-bareng. Karena tuntutan perkembangan yang memfokuskan pada kuantitas materi pelajaran, banyak pesantren yang sudahh mengambil kebijakan memasakkan para santri. Waktu yang awalnya buat masak, bisa mereka pergunakan untuk belajar atau aktivitas produktif lainnya. Dengan kebijakan tersebut, tradisi liwetan bukan hilang sepenuhnya. Dalam kondisi tertentu, seperti ketika liburan hari besar, liburan panjang, atau momen tertentu, para santri masih menjaga tradisi liwetan.

Liwetan adalah salah satu bentuk kemandirian santri dan wujud kerja sama. Ada yang bagian belanja, ada yang bagian memasak, ada yang hanya ikutan makan-makannya saja. Yang asik, selama durasi liwetan selalu ada guyonan antarsantri.

Di pergantian tahun 2023–2024, ada aktivitas mahasantri Ma’had Al-Jami’ah (MJ) Unhasy yang menghibur hati. Mahasantri MJ-Unhasy masih menjaga tradisi liwetan. Beberapa dari mereka mulai memanen sayuran yang telah ditanam di awal musim penghujan. Kangkung, kemangi, dan kenikir hampir tiap hari jadi menu utama liwetan di malam hari. Sebelumnya, mahasantri lain pernah menanam terong dan tomat buat liwetan dan makan bersama. Aktivitas itu inisiatif mereka sendiri karena melihat banyak lahan yang masih kosong dan bisa dimanfaatkan.

Kemandirian beberapa mahasantri MJ-Unhasy tidak cukup pada menjaga tradisi liwetan, melainkan beranjak ke pangkal, yakni bercocok tanam sayuran-sayuran yang dibutuhkan untuk makan keseharian. Mereka memilih sayuran yang tidak ribet pengelolaannya, tidak membutuhkan waktu ekstra untuk merawat sehingga tidak mengganggu waktu belajar.

Aktivitas bertanam mereka mengingatkan pada adik kelas saya –yang juga santri– yang menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Bertanam sayuran kecil-kecilan di lahan kecil kontrakan, hingga lanjut pada pembuatan aplikasi online untuk jual sayuran. Memang hari ini bentuk pasar dan toko apapun sudah bisa diwadahi dalam jaringan, bisa diakses di gawai masing-masing orang, termasuk transaksi jual-beli sayuran. Bisa dilangsungkan dari rumah atau dimanapun berada.

Aktivitas bercocok tanam mahasantri tentu akan menapaki tantangan pada umumnya para petani. Lahan. Selain pupuk, benih, perairan dan kebutuhan petani lainnya. Semakin hari lahan tanah yang ada lebih menarik untuk ditanam bangunan ketimbang tanaman. Baik bangunan lembaga pendidikan, perkantoran, perumahan, industri pabrik, atau bangunan-bangunan lainnya. Sepertinya, selain laju perkembangan teknologi yang sedang on-top, bercocok tanam yang menjadi kebutuhan logistik juga akan mengalami kenaikan tingkat menuju ḍarūriyyah (keniscayaan). Sebagaimana yang pernah digaungkan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, bahwa para petani adalah pahlawan bangsa. Bisa jadi, teknologi akan berhadap-hadapan dengan problem logistik itu.

Selain aktivitas liwetan mahasantri Ma’had Al-Jami’ah Unyas yang menghibur, ada juga kekurangpuasan di sampingnya. Yakni sampah setelah masak-masak dan makan bareng-bareng. Meski sudah bekerja sama dengan Bank Sampah Tebuireng (BST) terkait penanganan sampah, kepedulian dan kesadaran para mahasantri terkait sampah masih perlu ditingkatkan. Walaupun hari ini sudah lebih baik dari sebelumnya terkait kebersihan dan sampahnya.

Jadi, tradisi liwetan itu selain berbicara kebersamaan, kemandirian, keakraban, dan banyak hal, sebetulnya bisa disingkat menjadi dua poin penting; yakni urusan perut dan bawah perut (atau kotoran).

Bila membaca Majalah Tebuireng edisi 83 tahun 2022, baru beberapa pesantren yang dapat mengelola sampah dengan baik. Selebihnya, masih membutuhkan pelatihan dan pendampingan. Lembaga pendidikan selain pesantren seperti perguruan tinggi dengan cabang-cabangnya, perlu ada survei tersendiri apakah mereka memiliki kepedulian terhadap penanganan sampah, terlibat, atau hanya sekadar berhenti pada urun kajian akademik semata.

Baca Juga: Menyematkan Gelar Kesarjanaan

Previous Post

Poligami dalam Pandangan Empat Ulama Al-Azhar

Next Post

Sudah 14 Tahun Gus Dur Berpulang

Yayan Musthofa

Yayan Musthofa

Pengasuh Harian Ma'had al-Jami'ah Unhasy Tebuireng.

Next Post
Sudah 14 Tahun Gus Dur Berpulang

Sudah 14 Tahun Gus Dur Berpulang

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kesunahan saat Meminum Air Zamzam menurut Sayyid Abu Bakar Syatha
  • Keutamaan Air Zamzam, Benarkah Bisa Menjadi Sebab Terkabulnya Doa?
  • 7 Kesunahan dalam Ibadah Haji
  • Pengertian Mahram dan Macam-macamnya
  • Buka Sidang PUIC ke-19, Prabowo Ungkap Kepemimpinan Tokoh Islam sebagai Teladan

Komentar Terbaru

  • Universitas Islam Sultan Agung pada Perluas Dakwah NU, LD PBNU Kirim 34 Dai ke 8 Negara dan 8 Provinsi di Indonesia
  • Visit Website pada Sikap Buya Arrazy Hasyim Terkait Pengeras Suara
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Ijazah Pelancar Rezeki dari Gus Baha
  • IT Telkom pada Ingin Anak Hebat? Ini Cara Tirakatnya
  • Sutrisno pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng