tebuireng.co – Lima pilar ilmu tasawuf sebuah langka awal yang harus diketahui ketika mendekatkan diri kepada Allah. Apa sih sebenarnya ilmu tasawuf itu? Apakah hal seperti perdukunan?
Secara global, ulama berbeda pendapat mengenai apakah sebenarnya makna tasawuf tersebut. Perbedaan ini merupakan rahmat yang indah.
Menurut Syaikh Yusuf Khattar Muhammad, tasawuf merupakan salah satu percabangan keilmuan dalam Islam yang peranannnya begitu agung bagi seorang muslim, dan sangatlah sulit untuk didapatkan.
Memahami hakikat sebuah ilmu tasawuf sebenarnya, jika kita langsung menjalaninya dengan bimbingan dari seorang guru.
Ia bagaikan sebatang pohon kurma yang sangat disukai oleh banyak orang, namun keberadaannya hanya tumbuh di daera-daerah tertentu saja.
Siapapun yang telah berhasil menggapai ilmu tasawuf dan telah mengamalkannya dalam kesehariannya, maka ilmu tasawuf akan menjadi perantara baginya untuk mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
Karena ilmu tasawuf bagaikan sebuah syifa’ (obat) bagi jiwa dan ruh yang sedang sakit. Sakit ini disebabkan oleh penyakit hati, baik dengki, iri hati, sombong, riya, dan sebagainya.
Dengan adanya ilmu tasawuf dalam diri seorang muslim akan membersihkan hati dari penyakit dan segala akhlakul mazmumah (sifat tercela).
Syaikh Yusuf Khattar Muhammad menambahkan bahwa ada lima pilar ilmu tasawuf yang wajib dibangun dalam diri muslim yang ingin mendalami ilmu tasawuf, seperti yang diterangkan dalam kitab Mausu’ah al-Yusufiyyah fii Bayani Adilatis Sufiyah, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Shafa’ul Qolbi wa Muhatsabatuha (kemurnian hati dan intropeksi diri)
Artinya, ketika hendak mendalami ilmu tasawuf hati kita harus dalam keaadan murni, bersih, dan suci dari sifat-sifat tercela dengan cara memperbanyak berintrospeksi diri serta memperbaiki diri.
Karena derajat muqorrbin atau muslim yang dekat dengan Allah, tidak mungkin didapatkan dengan hhati yang masih kotor oleh sifat-sifat yang dibenci Allah.
Kedua, Qosdhu Wajhillah (tujuannya hanya Allah semata)
Hal ini berarti, keinginan kita untuk mendalami ilmu tasawuf dan mencapai derajad muqorrbin tujuannya hanya Allah semata dan untuk mendapat ridho Allah.
Bukan untuk mendapatkan gelar ahli tasawuf atau agar dipuji orang lain atas ilmu dan kedekatannya dengan Allah.
Terutama dalam hal ikhlas dan tawadlu, sikap ikhlas dan senantiasa tawadlu akan menjadi ujung tombak pilar yang kedua ini.
Ketiga, At-Tamassuk bil Faqri wal Iftiqor (hidup zuhud dan selalu merasa butuh kepada Allah).
Ilmu tasawuf tidak akan mungkin kita dapatkan bila kita masih gemar mengejar kesenangan duniawi dan selalu mengutamakan perkara-perkara dunia.
Dalam pilar yang ketiga ini, sifat zuhud (menjauhkan diri dari kesenangan duniawi) dan sikap tawakal (memasrahkan diri) sangat diutamakan.
Karena dengan adanya zuhud, manusia berarti berusaha melepas diri dari setan dan nafsu, nafsu dan bisikan-bisikan setan akan menimbulkan penyakit hati dan sifat tercela. Selalu merasa butuh pada Allah dalam setiap langkahnya dalam kesehariannya.
Hal ini dimaksudkan agar tidak timbul sifat riya’ dalam diri kita yang justru akan mengahncurkan ilmu tasawuf yang sedang kita pelajari.
Keempat, Tauthinul Qolbi ‘ala Rahmah wal Mahabbah (memantapkan hati dengan kasih sayang dan cinta)
Pilar keempat memaksudkan bahwa kita harus memiliki sifat rahman kepada semua makhluk Allah dengan mencintainya.
Caranya yakni dengan menghormati dan menghargai orang lain, membangun hubungan sesama manusia (hablum minannas) sebagaimana telah diajarkan dalam Islam.
Sebenarnya sikap ini telah ada dalam diri setiap manusia, hanya saja terkadang karena hasrat nafsu dan keinginan yang tak terkontrol menjadikan manusia kehilangan rasa kasih sayang dan saling mencintai antarsesama makhluk Allah.
Adanya pilar keempat ini akan membangun cahaya rahman dalam diri kita dan mendapatkan ridho Allah.
Kelima, At-Tajammul bil Akhlak (menghiasi diri dengan akhlak yang baik)
Pilar terakhir yang harus kita bangun dalam diri kita adalah membangun diri menjadi pribadi yang berakhlak mulia.
Akhlak mulia merupakan intisari dalam Islam dan selalu menjadi akhlak para ulama tasawuf atau ahli tasawuf.
Satu sisi menjalin hubungan yang baik dengan Allah, dan di satu sisi lainnya kita juga membangun hubungan yang baik dengan makhluk-Nya.
Menjalin hubungan dengan makhluk-Nya akan baik jika kita disenangi, dan menjadi muslim yang disenangi muslim lainnya bisa dengan akhlak yang baik kepada muslim lainnya.
Bisa dengan pribadi yang lemah lembut, selalu menjaga sopan santun kepada semua orang, baik keluarga, saudara, teman, ataupun lainnya baik tua maupun muda, atau kaya maupun miskin sekalipun.
Tasawuf adalah ilmu terapan yang menuntut untuk diamalkan secara rutin. Sesuatu yang besar dan hebat adalah akumulasi dari hal kecil dan biasa yang dilakukan secara konsisten.
Penulis: Muhammad Hery Alfatih