Lafadz takbir dilantunkan oleh umat Islam setiap hari raya Idul Fitri dan Adha. Dalam kedua hari raya ini, di antara amalan yang disunahkan bagi umat Islam adalah menghidupkan malam hari raya dengan ibadah. Lafadz takbir yang beredar memiliki tambahan yang berbeda-beda.
Dalam sebuah hadis disebutkan:
من أحْيَا لَيلَةَ الْعِيد، أَحْيَا اللهُ قَلْبَهُ يَوْمَ تَمُوْت القُلُوبُ
“Barangsiapa yang menghidupkan malam hari raya, Allah akan menghidupkan hatinya di saat hati-hati orang sedang mengalami kematian. (Lihat: Ibrahim Al Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri, [Thaha Putra], h: 227)
Minimal dalam menghidupkan malam id, seseorang bisa menjalankan salat isya’ berjamaah serta niat kuat ingin menjalankah salat subuh berjamaah. Lebih baik lagi menjalankan ibadah-ibadah lain seperti membaca Al-Qur’an, dzikir dan lain sebagainya. Akan lebih sempurna melantunkan lafadz takbir di malam hari raya.
Di antara kesunahan pada hari raya ini adalah mengumandangkan lafadz takbir. Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Qasim as-Syafi’i dalam Fathul Qarib al-Mujib menjelaskan, takbir dalam id terbagi menjadi dua macam, yaitu takbir mursal dan takbir muqayyad.
Takbir mursal adalah takbir yang waktunya tidak mengacu pada waktu salat atau tidak harus dibaca oleh seseorang setiap usai menjalankan ibadah salat, baik fardu maupun sunnah. Takbir mursal ini sunah dilakukan setiap waktu, di mana pun dan dalam keadaan apa pun. Baik lelaki maupun perempuan sama-sama dianjurkan melantunkan takbir, baik saat di rumah, bepergian, di jalan, masjid, pasar, dan seterusnya.
Yang kedua, takbir muqayyad merupakan takbir yang pelaksanaannya memiliki waktu khusus, yaitu mengiringi salat, dibaca setelah melaksanakan salat, baik fardhu maupun sunnah. Waktu pembacaannya adalah setelah sembahyang subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga ashar akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).
Lafadz takbir yang beredar di masyarakat mendapat perhatian dari Kiai Maemoen. Kejadian ini terjadi ketika santri-santri setelah salat Isya di Musala Al-Anwar mengadakan takbiran. Lafaz takbir yang dibaca yaitu:
ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪﺍﻟﺤﻤﺪ
ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ، ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﺃﺻﻴﻼ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻧﻌﺒﺪ ﺇﻻ ﺇﻳﺎﻩ، ﻣﺨﻠﺼﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ
Tepatnya pada kalimat:
ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ
Sebagian dari santri menambahi dengan:
ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ، ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﺸﺮﻛﻮﻥ، ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮﻥ
Syaikhuna KH Maemoen yang waktu itu ada di ruang tamu mendengar lafaz takbir tersebut langsung memanggil salah satu santri Ndalem kemudian kiai mengatakan:
“Nak, yang membaca takbir diberi tahu, lafadz takbir cukup sampai ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ jangan ditambahi ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮﻥ”.
Jika ingin menambahi, cukup ditambahi kata ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﺸﺮﻛﻮﻥ karena yang ada di dalam Al-Qur’an itu hanya dua, yaitu kata ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ dan ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﺸﺮﻛﻮﻥ. Adapun lafaz
ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻮﻥ tidak ada di Al-Qur’an.
Menurut Kiai Maemoen orang munafik itu walaupun hakikatnya orang kafir, tapi masih termasuk barisan orang Islam dan mereka memperlihatkan islamnya. Karena itu, jangan dimusuhi walaupun mereka memusuhi. Kalau dimusuhi, sama saja bermusuhan dengan sesama muslimnya. Sehingga lafadz takbir ada baiknya tidak memasukkan kata munafikun.
Dalam berbagai kesempatan Kiai Maemoen mengatakan, Al-Qur’an memang memerintahkan untuk berjihad dan keras terhadap orang kafir dan munafik. Tetapi Nabi pun mempunyai politik sehingga raja-raja kafir pada zaman itu mengirimkan hadiah berupa unta, kuda, bighol dan himar.
Bahkan raja Mesir Muqauqis mengirimkan hadiah berupa wanita cantik bernama Maria Al-Qibthiyyah yang kemudian menjadi istri Nabi. Pernikahan ini menurunkan seorang putra bernama Ibrahim.
Sedangkan orang munafik, ketika mereka ikut dalam sebuah peperangan, seperti perang badar, peperangan itu dimenangkan oleh pihak muslim. Sedangkan saat perang uhud, dan orang-orang munafik mengundurkan diri tidak mengikuti perang, pihak muslim mengalami kekalahan, walaupun awalnya menang.
Hal itu pun disebabkan turunnya para pemanah dari bukit uhud, setelah melihat kemenangan dan mereka melihat ghonimah. Di saat sebagian sahabat mengatakan: “apakah tidak kami perangi orang-orang munafi itu?”.
Nabi bersabda:
ﻟﻮ ﻗﺎﺗﻠﺘﻬﻢ ﻟﻘﺎﻟﻮﺍ ﺇﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻗﺎﺗﻞ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ
“Andaikan saya memerangi mereka, niscaya mereka berkata: sesungguhnya Muhammad memerangi para sahabatnya.”
Bahkan Abdulloh bin Ubay bin Salul, pemimpin orang munafik, setelah meninggal digali kuburnya dan diluluri dengan air liur Nabi serta dikafani dengan kain dari Nabi. Hal itu dijelaskan dalam kitab Syajarotul Maarif.
Syaikhuna Maimoen Zubair sangat hati-hati dalam lafaz takbir, ia mengatakan orang munafik itu terkadang masih diampuni oleh Allah seperti dalam Al-Qur’an:
ﻭﺃﺧﺮﻭﻥ ﻣﺮﺟﻮﻥ ﻷﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻣﺎ ﻳﻌﺬﺑﻬﻢ ﻭﺇﻣﺎ ﻳﺘﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻢ ﺣﻜﻴﻢ
“Dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan ALLOH, adakalanya ALLOH akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. Dan ALLOH Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Berikut lafadz takbiran id:
* ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ .
* ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ، ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﺃﺻﻴﻼ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻧﻌﺒﺪ ﺇﻻ ﺇﻳﺎﻩ، ﻣﺨﻠﺼﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ .
ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ، ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﺃﺻﻴﻼ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ، ﺻﺪﻕ ﻭﻋﺪﻩ، ﻭﻧﺼﺮ ﻋﺒﺪﻩ، ﻭﺃﻋﺰ ﺟﻨﺪﻩ، ﻭﻫﺰﻡ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﻭﺣﺪﻩ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻟﺤﻤﺪ
.
Saat Idul Adha Tahun 1436 H Syaikhuna Maimoen membaca lafadz takbir dengan shighot di atas, dan pada akhir lafadz takbir menambahkan salawat, seperti ini:
* ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ، ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﺃﺻﻴﻼ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﻧﻌﺒﺪ ﺇﻻ ﺇﻳﺎﻩ، ﻣﺨﻠﺼﻴﻦ ﻟﻪ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻭﻟﻮ ﻛﺮﻩ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮﻭﻥ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ .
ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ ﻛﺒﻴﺮﺍ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ، ﻭﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻜﺮﺓ ﻭﺃﺻﻴﻼ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ، ﺻﺪﻕ ﻭﻋﺪﻩ، ﻭﻧﺼﺮ ﻋﺒﺪﻩ، ﻭﺃﻋﺰ ﺟﻨﺪﻩ، ﻭﻫﺰﻡ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﻭﺣﺪﻩ، ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ، ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻛﺒﺮ .