Jepang merupakan negara kedua setelah Monako sebagai negara dengan tingkat harapan hidup yang tinggi. Dikatakan bahwa hal ini dapat terjadi karena rakyat Jepang memakai konsep Ikigai sebagai The Purpose of Life atau Tujuan Hidup mereka dalam kehidupan sehari-hari. Maka tak ayal bilamana dikatakan bahwa konsep hidup Ikigai ini merupakan resep panjang umur rakyat Jepang.
Ikigai (生き甲斐) secara harfiah berasal dari kata Iki (生き) yang bermakna kehidupan dan Kai (甲斐) yang berarti nilai atau kegunaan. Sehingga Ikigai dapat diartikan sebagai alasan kita hidup, alasan yang membuat hidup layak untuk dijalani. Ikigai digunakan untuk menjawab pertanyaan “Untuk apa kita hidup?” “Apa tujuan kita hidup? dan “Kenapa kita diciptakan untuk hidup?”.
Dalam buku The Book of Ikigai karya Ken Mogi disebutkan bahwa Ikigai diekspresikan dengan “Alasan anda bangun pagi”. Dengan konsep tersebut setiap bangun dari tidur kita diharuskan untuk menentukan apa yang akan kita kerjakan pada hari ini serta target apa yang akan kita raih di hari tersebut. Alhasil, kehidupan-pun akan lebih bermakna sebab kita telah menentukan tujuan hidup kita untuk hari tersebut.
Dalam Islam, alasan untuk hidup sebenarnya telah dijelaskan oleh Allah SWT. dalam firman-Nya,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh tuhan agar mereka beribadah kepada-Nya. Ketika diaplikasikan dengan konsep Ikigai, maka setiap bangun tidur (seperti contoh Ikigai di atas), kita sudah memiliki alasan untuk menjalani kehidupan, yakni beribadah kepada Allah SWT. Dengan alasan tersebut pula, kehidupan-pun akan menjadi lebih bermakna.
Kemudian, dengan alasan hidup berdasarkan ayat di atas (Beribadah kepada Allah) maka akan menghasilkan tugas-tugas atau target hidup lainnya. Seperti diungkapkan dalam al-Qur’an berikut ini,
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًا ٣٦
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An-Nisa’ : 36)
وَإِلَىٰ مَدۡيَنَ أَخَاهُمۡ شُعَيۡبٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ قَدۡ جَآءَتۡكُم بَيِّنَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡۖ فَأَوۡفُواْ ٱلۡكَيۡلَ وَٱلۡمِيزَانَ وَلَا تَبۡخَسُواْ ٱلنَّاسَ أَشۡيَآءَهُمۡ وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَاۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٨٥
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf : 85)
Dapat dilihat dari ayat-ayat ini, bahwa setelah beribadah kepada Allah SWT. kita diperintahkan untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi keburukan. Dalam konsep hidup Ikigai, hal ini merupakan target lanjutan kita hidup. Setelah sebelumnya telah menemukan alasan hidup yakni beribadah kepada-Nya, maka tugas atau target kita selanjutnya adalah mengerjakan hal-hal positif dan menjauhi kejelekan.
Alhasil, dengan menggunakan konsep hidup Ikigai ala Islam ini, hidup kita akan lebih bernilai dan bermakna hingga kita kembali kepada-Nya di akhirat nanti.
Penulis: Syifa’ Q
Editor: Zainuddin Sugendal