Kitab Fasholatan, kitab yang menerangkan tentang tata cara kita melaksanakan ibadah shalat, karena bagi umat Islam, melaksanakan ibadah shalat merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Hal ini disebabkan karena shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat yang mana memposisikan shalat sebagai ibadah wajib. Ketika seorang anak sudah mencapai usia 9 tahun maka jika seorang anak sudah dinyatakan baligh dan memiliki kewajiban untuk melaksanakan shalat dan ibadah lainnya.
Kitab fasholatan ini merupakan kitab yang ditulis menggunakan Bahasa jawa dengan bentuk tulisan arab pegon. Bahasa yang digunakan juga cukup mudah untuk dipahami bagi anak-anak yang ingin mempelajarinya. Maka tak heran jika kitab fasholatan ini seringkali dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di Madrasah Diniyah.
Adapun pembahasan yang terdapat dalam kitab ini sepenuhnya berkaitan dengan ibadah shalat, dimulai dari adzan dan iqomah dilanjutkan dengan tata cara bersuci seperti wudlu, dan gerakan-gerakan shalat beserta doa yang dibacakan. Di dalamnya juga dijelaskan beberapa niat shalat-shalat selain shalat lima waktu. Dengan demikian anak akan memiliki wawasan mendalam terkait ibadah tersebut.
Pada halaman pertama penulis menorehkan tulisannya berupa kalimat syukur dan shalawat terhadap kehadirat Nabi Muhammad Saw. Dan menyampaikan beberapa hadis yang menjelaskan tentang pentingnya melakukan shalat. Yakni digambarkan oleh Nabi Muhammad dalam hadisnya berupa aliran sungai di depan rumah dimana setiap mandi dari sungai tersebut maka akan bersih dari dosa.
Dalam kitab yang membahas tentang ibadah shalat ini terdiri dari 17 bab yang disebut dengan fashl. Pada pembahasan pertama yakni fashlun fil adzan wal iqomah, dilanjutkan dengan fashl fil wudlu’ dilanjutkan dengan fashl fi shalati wa adkaruha dan diakhiri dengan fashl fi shalati tahajud.
Pada bab keempat yakni fashl fi shalat wa adkaruha, penulis secara runtut menjelaskan bagaimana gerakan-gerakan dalam shalat dari mulai niat hingga salam. Tidak berhenti disitu, bahkan juga dijelaskan bacaan wirid yang dibaca setelah shalat secara lengkap. Tentu saja hal ini sangat perlu disampaikan terlebih untuk generasi sekarang ini. Apalagi jika melihat fenomena anak-anak sekarang yang seringkali segera pergi setelah salam.
Hal ini menunjukkan betapa perhatiannya para ulama pendahulu menyiapkan sebuah karya yang dapat dipelajari dari waktu ke waktu. Karya tang tak lekang oleh waktu hingga akhir zaman sebagaimana yang kita hadapi sekarang ini. Dengan begitu, mempelajari karya-karya pendahulu sangat membantu bagi generasi sekarang untuk tetap melestarikan karya-karya otentik yang penuh dengan ilmu penting untuk kedepannya.
Keutamaan Berangkat Shalat Jumat di Awal Waktu
Dalam kitab fasholatan juga dituliskan bahwa bagi kaum laki-laki, melaksanakan shalat jumat merupakan suatu kewajiban sebagai pengganti shalat dhuhur khusus pada hari jumat. Hal ini diwajibkan bagi para kaum muslim terutama kaum laki-laki. Oleh sebab itu, tak heran jika di setiap masjid pada waktu menjelang dhuhur pasti akan ramai karena dipenuhi jamaah untuk melaksanakan shalat jumat.
Dalam pelaksanaan shalat jumat, kaum laki-laki tidak disarankan untuk melaksanakannya sendiri di rumah, akan tetapi di masjid atau mushalla dengan minimal 40 orang. Para jamaah disarankan untuk hadir ke masjid sebelum imam duduk melaksanakan khutbah. Sebagaiamana yang dituliskan dalam kitab ini agar datang sebelum waktu khutbah atau naik ke mimbar.
Miturut dawuhe kanjeng nabi Muhammad kang cara jawane mengkene” saben-saben dina jum’at, kabeh lawange masjid pada dijogo dining para malaikat, perlu arep nyateti wong kang pada teko ing masjid perlu jum’ahan. Tur olehe nyateti mahu kanthi urut, miturut endi sing dhisik, banjur nalika imam wes lenggah arep khutbah, para malaikat mahu pada nutup bukune. (hal: 56-57)
Pada pembahasan ini, penulis mengingatkan bahwa kehadiran para jamaah untuk shalat jumat akan dicatat oleh malaikat yang menjaga pintu masjid selama waktu akan dilaksanakannya shalat jum’at hingga saat imam akan naik ke mimbar untuk melaksakan khutbah. Dengan begitu, alangkah baiknya jika para jamaah hadir lebih awal agar tercatat oleh malaikat sebagai saksi pada hari penghisaban kelak di akhirat.
Baca Juga : Tatakrama Bertamu Ke Rumah Allah
Beliau juga menjelaskan bahwa sangat rugi bagi jamaah yang hadir setelah imam naik ke mimbar, karena malaikat sudah menutup buku catatannya dan kelak tidak bisa menjadi saksi atas pelaksanaan shalat jumat tersebut di hari perhitungan amal. Sebagaimana redaksi yang disampaikan sebagai berikut.
Opo tha ora untung banget wong kang jumahan kanthi disekseni malaikat? Banjur opo ora rugi lamun olehe jum’ahan, malaikat ora melu dadi saksi? Ing mangka malaikat iku lamun dadi saksi keno dipercoyo, tekese ora bakal ngapusi lan cidera. (Hal: 57)
Biografi Singkat KH. Raden Muhammad Asnawi
KH. Raden Asnawi dilahirkan di desa Damaran Kudus pada tahun 1861. Beliau merupakan ulama kharismatik yang lahir dari tanah Jawa Tengah. Menimba ilmu agama perdana melalui ayahnya yakni membaca al-Qur’an dan tajwid kemudian dilanjutkan menimba ilmu kepada KH. Irsyad Jepara. Di usia 25 tahun, beliau pergi haji sekaligus belajar kepada para ulama nusantara di Mekkah seperti Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Sholeh Darat dan Syekh Mahfudz at-Tarmasi.
Setelah pulang dari Mekkah, beliau melanjutkan dakwahnya dengan mengajar kemudian mendirikan Madrasah Qudsiyyah (1919) lalu mendirikan Pesantren Raudlatuth Thalibin (1927). Beliau dikenal sebagai ulama yang ahli dalam beberapa fann ilmu agama Islam seperti ilmu aqidah, fikih dan tasawuf. Maka tak heran jika banyak sekali kitab karangan beliau yang tersebar luas. Kitab karya beliau hingga saat ini masih digunakan sebagai sumber rujukan di bberapa Madrasah dan Pesantren.
Beliau menikah dengan Nyai Hamdanah dan dikaruniai 5 anak. Banyak sekali kiprah beliau di dunia keilmuan dan keorganisasian, maka tak heran jika banyak orang merasa kehilangan setelah beliau wafat. beliau kembali menghadap kehadirat ilahi pada 26 Desember 1959. Wallahu a’lam.
Data kitab:
Judul Kitab : Fasholatan
Penulis : KH. Muhammad Asnawi Kudus
Tebal : 101 Halaman
Penerbit : Menara Kudus
Peresensi: Latifah Ferdiana