• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Kisah Abu Hanifah Kecil dan Ulama Sombong

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2021-09-01
in Akidah, Keislaman, Tasawuf, Tokoh
0
Kisah Abu Hanifah Kecil Dan Ulama Sombong
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co- Kisah Abu Hanifah kecil dan ulama sombong ini disampaikan oleh Habib Quraisy Baharun (pimpinan Ponpes As-Shidqu Kuningan) yang mengingatkan betapa kesombongan sangat dibenci Allah Swt. Kisah ini dinukil dari Kitab Fathul Majid karya Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al Jawi As Syafi’i.

Dikisahkan, saat Imam Abu Hanifah berusia 7 tahun, ada seorang ulama berilmu luas dan tiada bandingannya bernama Dahriyah. Seluruh ulama pada masa itu tidak ada yang mampu menandinginya saat berdebat, terutama dalam hal tauhid. Maka muncullah sifat sombong. Bahkan ia berani mengatakan bahwa Allah itu tidak ada.

Pada suatu pagi, para ulama dikumpulkan di sebuah majelis milik Syaikh Himad (guru Imam Abu Hanifah). Hari itu, Abu Hanifah kecil ikut hadir dalam perkumpulan majelis tersebut. Dahriyah pun naik ke mimbar lalu berkata dengan sombong dan congkaknya:

“Siapakah di antara kalian hai para ulama yang akan sanggup menjawab pertanyaanku?”

Sejenak suasana hening, para ulama semua diam, namun tiba-tiba berdirilah Abu Hanifah kecil dan berkata: “Omongan apa ini? Maka barang siapa tahu pasti ia akan menjawab pertanyaanmu.”

“Siapa kamu hai anak ingusan? Berani kamu bicara denganku. Tidakkah kamu tahu, bahwa banyak yang berumur tua, bersorban besar, para pejabat, dan para pemilik jubah kebesaran, mereka semua kalah dan diam dari pertanyaanku, kamu masih ingusan dan kecil berani menantangku?” kata Dahriyah.

Abu Hanifah menjawab: “Allah tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada pemilik sorban yang besar, para pejabat, dan para pembesar, tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada al ulama.”

“Apakah kamu akan menjawab pertanyanku?” tanya Dahriyah. “Ya, aku akan menjawab pertanyaanmu dengan taufiq Allah,” kata Abu Hanifah kecil.

Dahriyah bertanya: “Apakah Allah itu ada?” Abu Hanifah menjawab: “Ya, ada.”

“Di mana Dia?” tanya Dahriyah. Abu Hanifah menjawab: “Dia, tiada tempat bagi-Nya.” Dahriyah bertanya lagi: “Bagaimana bisa disebut ada bila Dia tak punya tempat?”

“Dalilnya ada di badanmu, yaitu ruh. Saya tanya, kalau kamu yakin Ruh itu ada, maka di mana tempatnya? Di kepalamu, di perutmu atau di kakimu?” kata Abu Hanifah kecil.

Mendengar jawaban itu, ulama sombong bernama Dahriyah terdiam seribu bahasa dengan wajah malu. Lalu Abu Hanifah meminta air susu pada gurunya, Syeikh Himad, lalu bertanya kepada Dahriyah: “Apakah kamu yakin di dalam susu ini ada manis?”

“Ya saya yakin di susu itu ada manis,” jawab Dahriyah. Abu Hanifah kecil berkata: “Kalau kamu yakin ada manisnya, saya tanya apakah manisnya ada di bawah, atau di tengah, atau di atas?”

Lagi-lagi Dahriyah terdiam mendengar jawaban Abu Hanifah itu dengan rasa malu. Kemudian Abu Hanifah menjelaskan: “Seperti ruh atau manis yang tidak memiliki tempat, maka seperti itu pula tidak akan ditemukan bagi Allah tempat di Alam ini baik di ‘Arsy atau dunia ini.

Dahriyah bertanya lagi: “Sebelum Allah itu apa dan setelah Allah itu apa?”

Abu Hanifah menjawab: “Tidak ada apa-apa sebelum Allah dan sesudahnya tidak ada apa-apa”.

“Bagaimana bisa dijelaskan bila sebelum dan sesudahnya tak ada apa-apa?” tanya Dahriyah penasaran.

“Dalilnya ada di jari tangan kamu, apakah sebelum jempol dan apakah setelah kelingking? Dan apakah kamu bisa menerangkan jempol duluan atau kelingking duluan? Demikianlah sifat Allah. Ada sebelum semuanya ada dan tetap ada bila semua tiada. Itulah makna kalimat Ada bagi Hak Allah,” jelas Abu Hanifah kecil.

Lagi-lagi Dahriyah dipermalukan, lalu ia berkata: “Satu lagi pertanyaanku, apa perbuatan Allah sekarang?”

Abu Hanifah menjawab: “Kamu telah membalikkan fakta, seharusnya yang bertanya itu di bawah mimbar dan yang ditanya di atas mimbar.”

Akhirnya Dahriyah pun turun dari mimbar dan Abu Hanifah naik ke atas mimbar. “Apa perbuatan Allah sekarang?” kata Dahriyah mengulangi pertanyaannya. “Perbuatan Allah sekarang adalah menjatuhkan orang yang tersesat sepertimu ke bawah jurang neraka dan menaikkan yang benar sepertiku ke atas mimbar keagungan,” kata Abu Hanifah kecil dengan bijak.

Demikian kisah Abu Hanifah kecil dengan seorang ulama sombong yang sarat hikmah. Maha Suci Allah yang telah menyelamatkan keyakinan Islam melalui lisan anak kecil bernama Abu Hanifah yang kini menjadi salah satu imam madzhab dalam sejarah Islam. Semoga kita dijauhkan dari sifat-sifat tinggi hati, angkuh, merendahkan orang lain, buruk sangka, takabbur, zalim, dan sombong.

Untuk diketahui, Abu Hanifah (80-150 H) lahir dari keluarga pedagang. Ayahnya bernama Tsabit, pedagang sutra yang masuk Islam masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Abu Hanifah hidup dalam dua kekuasaan dinasti Islam terbesar, Umawiyah dan Abasiyah. Abu Hanifah wafat pada tahun 150 Hijriyah. Pada tahun itu pula Muhammad bin Idris al-Syafi’i (pendiri Mazhab Syafi’i) lahir di Gaza, Palestina. (rhs)

Oleh: Rusman Siregar, Asisten Redaktur Sindonews

Baca juga: Belajar Peduli dari Kisah Seorang Majusi

Tags: Habib Quraisy BaharunHanafiahImam Abu HanifahImam Madzhabulama sombong
Previous Post

Lapar dan Anjuran Berbagi Makanan dari Nabi

Next Post

Kata Gaib di Surat Al-Baqarah, Rahasianya Apa?

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Hal gaib sudah pernah dibahas di Al-Qur'an surat Al-Baqarah

Kata Gaib di Surat Al-Baqarah, Rahasianya Apa?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Etika Bertetangga dalam Hadis Nabi
  • Kemenag Resmi Memulai MQKN ke-8 dengan Tahapan Seleksi Via CBT Berbasis Kitab Kuning
  • Qailulah, Rahasia Tidur Siang Ala Nabi
  • Tafsir Surah Qaf Ayat 18: Pentingnya Menjaga Lisan
  • Dhau’ Al-Mishbah fi Bayani Ahkam An-Nikah, Panduan Pernikahan Karya Kiai Hasyim

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng