tebuireng.co – Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Jombang KH A Junaidi Hidayat mengatakan sosok Almaghfurlah KH Ishaq Latief adalah sosok sangat yang mencintai ilmu dan istiqomah dalam muthala’ah kitab.
Sosok santri Tebuireng ini dilahirkan pada 3 Maret 1942 melalui pasangan Abdul Lathif dan Hj Asma. Kiai Ishaq berasal dari daerah Prambon, Sidoarjo.
Latar belakang belajar di Pesantren Tebuireng adalah permintaan orang tuanya dan Kiai Masruni.
Kiai Ishaq masuk pada tahun 1957 pasca lulus Sekolah Rakyat (SR), yang sekarang disebut Sekolah Dasar (SD). Di Tebuireng ia masuk sekolah tingkatan Ibtidaiyyah sampai tamat Aliyah.
Walaupun sudah tamat belajarnya, ia tidak segera pulang atau melanjutkan belajarnya di pesantren atau lembaga pendidikan luar Tebuireng. Ia mengamalkan ilmu dan meneruskan perjuangan pendiri dan Masyayikh Pesantren Tebuireng.
“Ngaji kitab kuning itu tidak mudah. Tetapi ngaji bersama Kiai Ishaq terasa mudah”, jelasnya dalam rangka haul ketujuh KH Ishaq Latief di Desa Pulosari, Prambon, Sidoarjo (22/11/2021).

Menurut Kiai Junaidi, pengajiannya menarik bagi mayoritas santri Pesantren Tebuireng karena menyenangkan dan mudah dipahami. Maka tak heran banyak santri yang ngefans kepada Kiai Ishaq.
“Dedikasi Kiai Ishaq latief termasuk melakukan persiapan sebelum mengajar dengan membaca kitab dan referensi terkait,” imbuhnya.
KH A Junaidi Hidayat menambahkan, kecintaan Kiai Ishaq pada ilmu merupakan sebuah tradisi warisan dari Nabi Muhammad Saw yang dilanjutkan tongkat estafetnya oleh para Ulama.
Allah Swt selalu mengutus hamba-hamba yang Rabbaniyyun, yakni yang menjelaskan hukum-hukum Allah Swt dan senantiasa mempelajari ayat-ayat Allah.
“Menjelang wafatnya, KH Ishaq Latief masih sempat menanyakan kitabnya yang akan dikaji. Agama terjaga oleh ilmu. Bukan semata ditopang oleh kekuasaan,” katanya.
Dikatakan Kiai Junaidi, ilmu menjadi keunggulan manusia atas makhluk lainnya. Konsep Iqro (اقرأ) bukan hanya sebatas membaca pelajaran, tapi juga membaca dinamika kehidupan.
Baca Juga KH. Junaidi Hidayat : Hidup Itu Butuh Ilmu
Orang yang berilmu akan berpotensi menemukan hakikat sebuah kehidupan. Oleh karenanya, mengaji harus istiqomah agar dikehendaki oleh Allah menjadi pribadi yang baik.
“Anak mau mondok dan jadi santri zaman sekarang ini sudah bagus sekali. Harus disyukuri oleh orang tua,” tandasnya.
*Disarikan oleh: A. Kanzul Fikri (PP Al-Aqobah Jombang) dari haul KH Ishaq Latief
Saya: KH. Muhammad Muhsin bin Amir bin Ilyas bin Muhammad Assyarqowi salah satu Dewan Kyai Pondok Pesantren Annuqayah Desa Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep Madura, yang kini tinggal di Po. Pes. Annuqayah Daerah al Amir, Guluk-Guluk adalah salah satu alumni Pon. Pes. Tebuireng pada tahun 1980-1983 dan berguru langsung kepada KH. Sansuri Badawi, KH. Adlan Ali (Fathul Wahhab), KH. Yusuf Hasyim (pengasuh Tebuireng), KH. Ishaq Abdul Latief (Tafsir Jalalain dan Tafsir Marah Labied), KH. Zubaidi Muslih (Asybah wa Annadhoir), KH. Habib (Syarah al Hikam), KH. Abd. Mannan (Ilmu Mantiq ), KH. Utsman (‘Uqudul Juman/Balaghoh dan Alfiyah Ibn Malik) Sampang, KH. Musta’ien Syafi’ie (Ilmu Tafsir), KH. Syuhada’ Syarif (Manhaj Dzawinnadzor). KH. Adnan Syarif (Bahasa Arab), KH. Syafi’ie, desa Ngerangkok Pare (khotmil Kitab Bughyatul Mustarsyidin dan Fathul Mu’in pada bulan ‘Idul adha) KH. Sukamto (Fathul Mu’in)