Dewasa ini, seringkali kita mendengar ucapan sebagian orang yang berkata “tenang, Mbah Google atau Kiai Google punya solusinya”. Seakanakan semua masalah bisa kita temukan jawabannya di Google dan ia lah yang akan menjawab segala macam persoalan.
Google saat ini media platform yang banyak di gandrungi orang dalam mencari apa saja di internet. Google pun bak seorang tokoh agama seperti kiai dan ulama yang selalu hadir memberikan jawaban-jawaban atas pesoalan yang di ajukan. Misalnya, dalam urusan agama. Tinggal menulis ulang pertanyaan atau apa yang kita maksud, beberapa saat kemudian akan muncul jawaban. Praktis dan cepat.
Pertanyaan yang muncul adalah:
- Apakah kita boleh menelan mentah-mentah pendakwah profesional “Kiai google” dari dunia maya?
- Apakah, jawaban yang diberikan sudah pasti benar?
- Siapa yang menjamin kebenarannya?
- Dan beragam pertanyaan lain yang muncul di benak kita.
Abad 21 dimana kecanggihan TIK, tekhnologi dan informasi tak terbantahkan. lantas, banyak orang menggantungkan hidupnya di alam maya. Baik sekedar menikmati media hiburan, mencari penghidupan di dalamnya, juga belajar ilmu agama apa saja, tak terkecuali Islam.
Bahkan, Lewat alam maya mampu menjadi kiblat bersama umat manusia dari belahan dunia. Google salah satu alat pencari informasi memiliki magnet kuat. Hampir setiap orang membuka media Facebook, twitter, gmail, email, website, dll lewat google. Bahkan, setiap apa saja yang dibutuhkan dimasukan google akan keluar dengan sendirinya. Misalnya, dalam urusan agama, bertanya soal Islam dan kitab kuning. Dengan sendirinya akan muncul.
Setidaknya ada 10 prinsip google, yaitu:
- Berfokus pada pengguna dan yang lain akan mengikuti.
- Yang terbaik adalah mengerjakan satu hal dengan sangat baik.
- Lebih baik cepat daripada lambat.
- Demokrasi dalam kerja web.
- Meskipun tidak berada di depan meja kerja, Anda bisa saja membutuhkan jawaban.
- Anda dapat mendapatkan uang tanpa berbuat jahat.
- Selalu ada informasi lain di luar sana.
- Kebutuhan akan informasi melebihi batas apa pun.
- Anda bisa tampak serius tanpa mengenakan setelan.
- Hebat masih belum cukup.
Sungguhpun demikian, kebenaran ajaranya bersifat tidak pasti karena mengandung beragam jawaban. Tidak ada kepastian yang mutlak. Seseorang perlu memilihnya. Amat berbahaya jika menelan mentah-mentah. Sudah begitu banyak orang tersesat hidupnya dalam dunia maya. Baik itu karena tertipu, ketagihan mengkonsumsi video-video vulgar, kesesatan, dll. Memang, dalam masalah agama misalnya, Kiai Google dengan cepat akan mampu membukakan referensi kitab apapun.
Larry Page dan Sergey Brin, tokoh yang mengkarbitkan Kiai Google. Keduanya tidak lebih terkenal dari kiai Google. Setiap detik, kiai google selalu di sowani ke dhalemnya. Terbukti, pada tahun 2013, hampir 75 juta masyarakat Indonesia menggunakan internet. Dan pada 2015, di perkirakan akan naik menjadi 100 juta. Mereka adalah masyarakat internet. Hampir separuh masyarakat internet di Indonesia berusia di bawah 30 tahun, sementara 16,7 persen berusia di atas 45 tahun. Kebanyakan dari mereka (85%) mengakses dari smartphone. Dengan menghabiskan paling tidak tiga jam setiap harinya, menurut survei techinasia.com, mereka menghabiskan 50-100 ribu rupiah tiap bulan untuk biaya internet tersebut.
Pada umumnya setiap orang yang mengadukan persoalan kepada kiai Google membawa beragam permasalahan kehidupan, seperti urusan agama, sosial, politik, ekonomi, filsafat, dll. Sebagaian masyarakat mengadunya ke kiai atau tokoh agama. Mengingat, kiai yang memiliki otoritas di bidang keagamaan. Tetapi, acapkali rumit dan tidak praktis. Apalagi jika kiai atau tokoh agama itu super sibuk. Tak bisa ditemui sewaktu-waktu. Seseorang harus bersabar dan mengadakan janji pertemuan terlebih dahulu.
Nah, inilah yang menjadi pembeda dengan Kiai Google. Beliau senantiasa hadir dalam kehidupan umatnya. Sungguh demikian, ajaran yang di bawakan google tidak serta merta dapat ditelan mentah-mentah. Perlu dikunyah terlebih dahulu. Pasalnya, siapa yang menjamin bahwa ajaran kiai google benar secara mutlak? Bisakah, di pertanggungjawabkan?
Kiai Google, Sebatas Alat Tunjuk!
Memang, ajaran Islam kini tersedia melimpah di dunia maya, namun butuh penyaringan secara ketat. Agar keilmuan yang diperoleh dari dunia maya bisa sesuai dengan arah keilmuan para ulama sebagaimana contoh dalam fiqih merujuk kepada imam Hanafi, Hanbali, Maliki, dan Syafi’i merupakan orang-orang yang pakar dalam bidang agama dan memiliki pengikut di belahan dunia. Para santri yang belajar di pesantren misalnya selalu mendapatkan bimbingan para kiainya. Meskipun dalam masyarakat modern popularitas para imam mahzab sebagai tokoh panutan yang terus dilestarikan oleh para santri dan generasinya, kini mulai tersaingi oleh pesona Kiai dari dunia maya bernama ‘kiai google’.
Dalam pandangan masyarakat pesantren, seorang yang belajar agama harus melalui guru atau disebut tallaqi. Tallaqi memiliki arti seseorang yang belajar agama secara langsung kepada pembimbing dalam hal ini Kiai atau guru yang memang memiliki otoritas di bidang keilmuan agama. Misalnya, kiai dan ulama dari pesantren. Selain ilmunya dapat di percaya juga memiliki sanad keilmuan yang sambung hingga ke Rasullulah SAW.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam kitab, Adabul Alim wal mutaa’lim, merujuk pendapat Waki Ra. Beliau Berkata, seseorang belum bisa menjadi orang alim sebelum mendengar ilmu dari orang yang lebih tua, orang yang seusia dan orang yang lebih muda.
Selanjutnya, Sufyan Al-Tsaury RA berkata, perkara-perkara yang menakjubkan itu sudah merata, namun pada akhir zaman akan lebih merata lagi. Bencana-bencana itu sudah banyak, namun dalam masalah agama lebih banyak lagi. Sesungguhnya orang alim itu, kehidupannya adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya adalah keretakan bagi Islam.
Tugas Seorang Santri
Merebahnya orang-orang yang belajar agama kepada Kiai Google di dunia maya mutaakhir ini, menggugah kita bersama khususnya masyarakat pesantren untuk bersikap.
Pertama, mengingatkan bersama untuk tidak menelan mentah-mentah ajaran islam yang termaktub dalam dunia maya.
Kedua, mendorong para kiai dan ulama pesantren untuk menggerakan para santrinya yang selama ini tampil kreatif khususnya dalam bidang tekhnologi. Sehingga, mampu menyajikan pemahaman yang komprehensif. Paling tidak, para pengikutnya dapat merujuknya.
Ketiga, dakwah santri tidak monoton via ceramah semata, namun juga harus di perluas. Suka maupun tidak, dakwah agama via tulisan saat ini untuk didakwahkan di dunia maya juga sangatlah penting. Lebih-lebih kaum radikal dan wahabi juga amat masif menebarkan tulisan-tulisan di dunia maya. Dakwah di dunia maya jangkauannya tak terbatas.
Keempat, masyarkat pesantren tidak boleh apatis dalam hal ini. Kurangnya kesadaran dalam hal ini, ikut serta menjadikan kita sebagai masyarakat pesantren kalah cepat. Dalam kitabnya Adabu Ta’lim wa Muta’alim, Hadratussyaikh menukil sebuah hadist yang penting untuk di refleksikan. bersama:
يُؤْتَى بِالعاَلمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ
“Pada hari kiamat akan datanglah orang alim lalu dia di lempar ke neraka; setelah itu usus-ususnya berhamburan keluar dan dia berputar-putar di dalam neraka layaknya keledai yang mengitari gilingan. Selanjutnya para penghuni neraka mengelilinya dan bertanya: “apa yang terjadi denganmu?”. Orang alim itu menjawab: “saya telah memerintahkan kebaikan, akan tetapi saya sendiri tidak melaksanakannya. Dan saya melarang keburukan, akan tetapi saya melakukannya.”
Semoga dengan kehadiran Kiai Google dalam kehidupan kita tidak menjadikan kita terlena dan berpuas diri khususnya dalam mempelajari ilmu agama.