Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj jelaskan tiga warisan emas pesantren, yakni social kapital, culture capital, dan symbolic capital. Hal tersebut disampaikan dalam puncak acara haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Tebuireng, Ahad (22/12/24).
Pertama, social kapital yakni sebuah warisan emas yang menurutnya dapat ditelisik melalui banyaknya orang yang mau melibatkan dirinya untuk turut serta dalam suatu majelis dan mencari barokah melalui para kiai sepuh dan pemuka agama lainnya.
“kita ini mewarisi dari Kia Hasyim, dari Gus Dur dan para ulama terdahulu partisipan dari masyarakat dengan skala besar. Bisa dilihat dari acara peringatan haul Gus Dur yang ke 15 malam ini, panjenengan semua hadir dalam acara ini pasti tanpa adanya paksaan dan atas inisiatif sendiri, MasyaAllah luar biasa,” ungkapnya
“inilah alasan mengapa kita perlu merawat masyarakat, mereka mau datang dengan skala besar dalam suatu majelis ta’lim, dan tanpa adanya paksaan ini merupakan kekayaan yang diwariskan oleh pesantren. Inilah hebatnya Pesantren,“ tambah KH Said Aqil Siroj
Kedua, culture capital yakni ilmu pengetahuan di pesantren yang masih kental dengan kitab-kitab turats sebagai sumber ilmu dari para salafussaleh. Hal ini penting untuk terus dijaga hingga kapanpun karena merupakan bentuk warisan kekayaan yang memiliki nilai yang sangat sakral dan harus benar-benar dijaga eksistensinya.
Warisan ketiga adalah symbolic capital, yakni suatu lambang kebanggan yang harus terus dilestarikan dan menjadi identitas pesantren.
“Ketiga, yang harus kita pertahankan adalah simbol, seperti sholat menggunakan kopyah dan sarung, memang bukan suatu kewajiban atau rukun, bahkan memakainya pun tidak menjamin kekhusyukan seseorang, akan tetapi harus tetap kita jaga sebagai lambang tersebut merupakan sebuah identitas santri di negeri ini. Sama halnya dengan masuknya waktu shalat di Indonesia menggunakan bedug, itu bukan kefardhuan melainkan warisan simbol dari para ulama yang harus kita jaga kelestariannya,” jelasnya.
Menurutnya, 3 poin tersebut sangat penting karena secara tidak langsung menjadi suatu kehormatan besar bagi siapapun yang hidup dan besar di pesantren. Yakni bisa memiliki tiga kekayaan yang tidak dimiliki oleh golongan lain.
Penulis: Nafissa Izzah
Editor: Thowiroh
Baca juga: Jokes Ning Inayah Wahid Hibur Para Tamu di Puncak Haul ke-15 Gus Dur