Dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad serta Haul KH. M Ishaq latief yang ke-7 dan sekaligus santunan anak yatim di dusun Pulosari desa prambon kecamatan prambon, Sidoarjo dihadiri oleh KH. Junaidi Hidayat pengasuh Pondok Pesantren al-Aqobah sebagai penceramah
KH. Ishaq Latief yang tak lain seorang santri yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mbalah (mengajar pengajian) kitab di pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau adalah salah satu santri pilihan KH. Idris kamali Cirebon, yang termasuk menantu Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy’ari
Dalam kesempatan ini, KH. Junaidi hidayat yang merupakan murid dari KH. Ishaq Latief di pondok pesantren Tebuireng menceritakan nostalgia kedekatannya bersama kiai Ishaq latief sekaligus beliau menjelaskan bahwa niru yai ishaq itu sulit, terutama di zaman sekarang. Hidupnya hanya belajar dan belajar, ngaji dan ngaji. Ujar beliau
Yai Ishaq itu kalau sedang ada masalah, lalu beliau mutholaah (belajar), setelah belajar, beliau keluar kamar sudah senyum-senyum. Masalahnya sudah lenyap. Masalah apapun itu. Dengan belajar, masalahnya sudah lenyap. Jadi obat untuk menghilangkan masalah untuk yai Ishaq, ya belajar itu. Lanjut Kyai Junaidi
Baca juga : Santri itu Belajar untuk Mengamalkan dan Mengajarkan
Menurut pengasuh pondok pesantren al-Aqobah ini Ngaji iku gampang tapi angel, yo angel tapi gampang (mengaji dan mengkaji kitab itu mudah tapi sulit. Ya sulit, tapi mudah. Begitulah menurut para kyai-kyai beliau.
Menurut yai ishaq “seng penting uwong (santri) iku demen ngaji, urusan pinter iku urusane Allah”. (yang terpenting itu orang-orang cinta mengaji terlebih dahulu. Urusan dia pintar atau tidak, itu urusannya Allah).
كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Untuk menjadi manusia yang rabbani, syaratnya harus ngaji (belajar ilmu agama), tidak bisa kalau tidak ngaji, karena yang mendapatkan pengajaran langsung dari Allah hanya Nabi Muhammad, selain itu tidak ada. Jadi mau ndak mau, ya harus ngaji. Ngaji itu sama kyai, ustadz, bukan dari Google. Karena yang menjadi pewaris nabi para ulama (kyai). Lanjut beliau
KH. Junaidi hidayat menjelaskan tentang kebutuhan kita tentang ngaji seraya berkata “Kenapa kita butuh ngaji?” Karena agama ini hanya bisa dijaga dengan ilmu.
Agama ini tidak bisa dijaga dengan kekuasaan. Mungkin bisa, tapi efeknya tidak seberapa kuat seperti kuatnya penjagaan agama dengan ilmu. Dari mana umat akan tau tata cara mengerjakan perintah agama, bagaimana umat ini mengetahui larangan agama kalau tidak ada yang mengajar ngaji. Untuk menemukan Allah, ini butuh ilmu, karena hanya dengan ilmu manusia bisa mengetahui hakekat kehidupan dan dirinya sendiri. Lanjutnya.
Beliau memberikan motivasi bagi mustami’ (pendengar), seraya berkata Senanglah menuntut ilmu, karena orang yang menuntut ilmu itu termasuk orang yang dikehendaki baik oleh Allah.
من يُرِدِ الله به خيرا يُفَقِّهْهُ في الدين
Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah pahamkan atasnya perihal agama
Untuk bisa memahami agama, syarat pertamanya ya harus cinta dulu. Momen ini jangan disia-siakan. Punya anak?, Pondokkan anak-anak panjenengan niku, biar jadi anak yang baik. Zaman sekarang ini memang sudah zaman aneh. Anak di zaman sekarang tidak kena narkoba itu sudah dikatakan baik. Padahal Sholatnya gak karu-karuan. Kata kyai Junaidi
Manusia itu diberi nafsu dan akal, dalam hidup selalu ada pertarungan, setiap waktu selalu begitu. Kalau akalnya menang melawan nafsunya maka dia lebih baik dari malaikat, tapi kalau akalnya kalah sama nafsu, maka dia lebih buruk dari pada hewa. Sebagaimana disebutkan:
ركب الله في الملائكة العقل بلا شهوة، وفي البهائم الشهوة بلا عقل، وفي ابن آدم كليهما، فمن غلب عقله شهوتَه فهو خير من الملائكة، ومن غلب شهوتُه عقلَه، فهو شرٌّ من البهائم
Syahwat ini tidak bisa dihilangkan, tapi syahwat bisa dimanage dengan agama dan ilmu. Dengan pengelolaan syahwat yang tepat, maka semuanya akan jadi baik. Dengan begini semua bisa jadi ibadah.
Apapun di dunia ini kalau tidak dielmoni “tidak ada ilmu di dalamnya” akan jadi masalah. Kaya kalau tidak dielmoni akan bermasalah, miskinpun kalau tidak dielmoni, pun akan bermasalah. Semua yang ada di dunia ini, apapun itu, kalau dielmoni akan akan bernilai ibadah dan menjadi indah. Kalau tidak dielmoni semua akan jadi masalah.
Makan, tidur dan berbagai macam aktivitas yang biasa kita lakukan, itu kan terlihat biasa-biasa saja. Namun, kalau dielmoni, itu akan bernilai luar biasa dan berpahala. Nah, untuk bisa begini ini maka perlu kyai, perlu ustadz, perlu guru. Jadi perlu ngaji. Urusan pinter, itu urusan gusti Allah.
Baca juga : Kiai Junaidi: Santri 2021 Harus Bermental Baja
Memang manusia itu sama Allah diberi lima petunjuk (Hidayah) dalam kehidupan ini.
Pertama, Hidayatul fitrah (هداية الفطرة), Untuk petunjuk yang ini, baik hewan dan manusia sama-sama diberi oleh Allah, tanpa perlu belajar. Langsung dari Allah. Seperti kalau lapar menangis, minum ASI dan lain sebagainya.
Kedua, Hidayatul hawasi (indra) (هداية الحواس), Petunjuk yang ini pun, hewan dan manusia sama-sama diberi oleh Allah. Seperti melihat, mendengarkan dan lain-lain. Kalau bagi burung, bisa terbang, kalau bagi bebek langsung bisa berenang. Dan itu semua tanpa perlu adanya belajar terlebih dahulu. Untuk hawasi ini, hewan sudah sempurna lebih dahulu dari pada manusia. Namun, bagi manusia, apabila hawasi ini dielmoni, maka hawasi hewan bisa dikalahkan oleh hawasi manusia. Contoh, Burung bisa terbang. Manusia juga bisa terbang, tapi dengan perangkat yang sebelumnya telah ada ilmunya. Terbangnya burung ya cuma begitu-begitu saja, beda dengan terbangnya manusia. Dalam terbangnya manusia, dia bisa makan, bisa dengirin musik, lihat tv, tidur dan lain-lain. Burung tidak akan bisa begini ini.
Ketiga, Hidayatul aqli (هداية العقل), untuk yang satu ini, hewan sudah tidak beri. Yang diberi hanya manusia sehingga dia bisa membedakan mana yang jelek, mana yang bagus, mana yang jorok mana yang baik, mana yang baik untuk dimakan, mana yang tidak. “mangkane kadang-kadang ono pitik mangan telek, yo gara-gara gak ono akale iku”
Keempat, Hidayatut din (هداية الدين), Nah untuk mengerti akan petunjuk agama ini seseorang butuh mentor, maka diutuslah para Rasul, diturunkanlah kitab suci. Untuk memahami petunjuk agama setelah Nabi wafat, maka tugas berpindah ke para pewaris Nabi. Sehingga ini menjadi tugas para guru, para ustadz, para kyai.
Kelima, Hidayatut taufiq wal maunah ( هداية التوفيق والمعونة). Setelah seseorang mendapatkan Hidayatud din, seseorang bisa tahu dan pintar, bisa mengetahui perintah Allah dan larangan Allah serta hikmah-hikmahnya. Tapi itu masih kurang, karena pintar saja tidak cukup, tetap hidayatud din membutuhkan pertolongan dari Allah. Banyak kan orang pintar tapi gak benar?. Itu namanya hanya mendapatkan Hidayatud din tapi tidak mendapatkan hidayatut taufiq wal maunah. Nah disinilah ada nanti manusia mendapatkan jaza’ (surga dan neraka). Pungkasnya