KH Bisri Syansuri dikenal sebagai sosok kiai revolusioner, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang tegas dalam berfiqih, ia juga merupakan sang pionir pendidikan perempuan berbasis pesantren pertama di Indonesia. Keterampilannya dalam menjunjung tinggi nama pendidikan khususnya bagi perempuan tidak diragukan lagi.
lahir pada 25 Agustus 1887, Kakek KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari jalur ibu ini merintis pembangunan pesantren setelah berguru pada sejumlah ulama terkemuka di kota Makkah selama 2 tahun. Yakni 1912-1913. Ia menikahi Nyai Hj Noor Khadijah, adik perempuan KH Abdul Wahab Chasbullah (tambakberas) ketika Nyai Khadijah sedang pergi haji bersama ibundanya di Makkah
Sepulang dari Makkah, Kiai Bisri berniat akan pulang ke Tayu Jawa Tengah, akan tetapi atas permintaan keluarga istrinya beliau lantas menetap di kediaman mertuanya di Tambakberas untuk 2 tahun. Meski terbilang singkat, waktu 2 tahun tersebut benar-benar ia manfaatkan untuk membantu mertuanya dalam bidang pendidikan dan pertanian.
Dirasa sudah mapan dan mumpuni, ia pun diamanahi sebidang tanah di desa Denanyar. Tanah tersebut tidak jauh dari tambakberas yang kemudian menjadi awal mula eksistensi pondok pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar. Hadirnya, seperti menjadi angin segar ditengah menjamurnya fenomena trend kemaksiatan kala itu. Tahun 1917, warga desa yang masih minim edukasi, begitu gemar berjudi, minum-minuman keras hingga sambung ayam.
Dengan dukungan mertuanya H Hasbullah beserta gurunya Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, akhirnya Kiai Bisri terus memantapkan hati untuk melanjutkan pembangunan pesantren di denanyar. Diawali dengan membangun rumah dan surau kemudian perlahan-lahan mulai menerima santri untuk belajar ilmu agama.
Mendirikan satu lembaga agama ditengah lingkungan yang akrab dengan kekerasan, kegiatan asusila dan pembunuhan bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi semua itu berhasil beliau lumpuhkan menjadi tempat mencari ilmu rahmatan lil alamain setelah panjang usahanya tertatih-tatih tanpa letih.
Sebelumnya, Kiai bisri memulai kiprahnya dengan bekerja, awalnya dengan menjadi buruh tani untuk menyangga usaha kemasyarakatan tersebut, bermodalkan keterampilan dari hidup bersama mertuanya, kemudian mengajar anak-anak tetangga sekitarnya.
Setelah 2 tahun berdiri, lalu pada 1919 beliau melakukan kerja besar berupa percobaan yang menarik, yang belum tentu semua orang mau melakukannya di zaman itu, yakni membuka kelas belajar khusus santri perempuan di pesantrennya. Menurut Gus Dur langkah yang diambil oleh Kiai Bisri tersebut terbilang aneh di mata para ulama ketika masa itu. Namun usahanyapun tak luput dari pengawasan dan pendampingan sang guru, HadratussyaikhKH M Hasyim Asyari yang kemudian datang langsung memantau perkembangan kelas santri perempuan tersebut.
Meskipun tidak mendapat izin secara khusus dari sang guru, Kiai bisri tetap melanjutkan kelas santri perempuan tersebut, sebab Kiai Hasyim juga tidak melarang, metode pengajaran yang dipakai yakni dengan mengajar di beranda rumahnya kala itu.
Usahanya dalam mendirikan wadah pendidikan berbasis pesantren bagi santri perempuan berhasil. Ijtihad inovatifnya tersebut kemudian dilanjutkan oleh putri Kiai Bisri, Nyai Musyarofah yang diperistri Kiai Abdullah Fattah tambakberas dengan mendirikan pesantren putri di tambakberas pada tahun 1951,hingga akhirnya saat ini sudah ada ribuan lebih pesantren putri yang tersebar di Indonesia.
Penulis: Nafissa Izzah
Editor: Thowiroh
Baca juga: KH Said Aqil Siroj Jelaskan Tiga Warisan Emas Pesantren