Menanam pohon sebagai salah satu bentuk menjaga kelestarian lingkungan memiliki keutamaan tersendiri yang disebutkan dalam hadis Nabi. Hal ini karena menanam pohon juga merupakan satu amal saleh yang memiliki dimensi ibadah sosial dan ekologis.
Salah satu keutamaan menanam pohon yakni menjadi sedekah, Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، ح وَحَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ المُبَارَكِ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَة
“Dari Qutaibah bin Sa‘id, dari Abu ‘Awanah. Dan (meriwayatkan pula) kepadaku ‘Abdurrahman bin al-Mubarak, dari Abu ‘Awanah, dari Qatadah, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ‘Tidaklah seorang Muslim menanam sebuah tanaman atau menanam suatu tanaman hasil bumi, lalu ada burung, manusia, atau hewan yang memakan darinya, kecuali hal itu menjadi sedekah baginya.’ (HR. Imam Bukhari)
Hadis ini menjadi anjuran untuk memakmurkan bumi agar seseorang dapat hidup dengannya atau agar orang-orang setelahnya memperoleh manfaat dan mendapatkan pahala karenanya. Dalam syarah hadis tersebut juga dijelaskan bahkan meskipun tanah yang dijadikan tempat menanam pohon tersebut bukan miliknya, pahala dari menanam pohon akan tetap mengalir pada yang menanam bukan pada pemilik tanah.
Dalam hadis lain disebutkan
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ أَتَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَنِي عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ يَوْمَ الأَرْبِعَاءِ فَذَكَرَ الحَدِيْثَ إِلَى أَنْ قَالَ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ، قَالَ كُنْتُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذْ لَا تَعْبُدُونَ اللهَ، تَحْمِلُونَ الْكَلَّ، وَتَفْعَلُونَ فِي أَمْوَالِكُمْ الْمَعْرُوفَ، وَتَفْعَلُوْنَ إِلَى ابْنِ السَّبْيِلِ حَتَّى إِذَا مَنَّ اللهُ عَلَيْكُمْ بِالْإِسْلَامِ وَبِنَبِيِّهِ إِذَا أَنْتُمْ تُحْصِنُونَ أَمْوَالَكُمْ، فِيمَا يَأْكُلُ ابْنُ آدَمَ أَجْرٌ، وَفِيمَا يَأْكُلُ السَّبُعُ وَالطَّيْرُ أَجْرٌ قَالَ فَرَجَعَ القَوْمُ فَمَا مِنْهُمْ أَحَدٌ إِلَّا هَدَمَ مِنْ حَدِيْقَتِهِ ثَلَاثِينَ بَابًا رواه الحاكم
“Dari sahabat Jabir bin Abdillah ra, ia bercerita, ‘Rasulullah saw mendatangi Amr bin ‘Auf pada sebuah Rabu. Ia lalu menyebutkan hadits sampai Rasulullah bersabda, ‘Wahai sekalian masyarakat Ansor.’ ‘Kami wahai Rasulullah,’ jawab Ansor. ‘Kalian di masa Jahiliyah tidak menyembah Allah, tapi kalian menanggung beban berat, kalian berbuat baik dengan harta kalian, dan kalian membantu ibnu sabil sampai Allah menganugerahkan Islam dan nabi-Nya kepada kalian, tetapi tiba-tiba kalian memagari kebun kalian (karena kikir). Padahal buah yang dimakan anak Adam, binatang liar, dan burung (dari kebun kalian) bernilai pahala.’ Setiap orang Ansor kemudian pulang. Tidak ada satu pun dari mereka kecuali meruntuhkan 30 pintu kebun miliknya masing-masing.’” (HR Al-Hakim).
Keutamaan lainnya yakni sedekah dari menanam pohon termasuk amal jariyah yang pahalanya akan mengalir hingga hari kiamat
وفي رواية لاَ يَغْرِسُ المُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
“Dari sahabat Jabir ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menanam pohon, lalu buahnya dimakan oleh seseorang, hewan ternak, atau burung, kecuali itu akan bernilai sedekah sampai hari Kiamat.’”
Selain upaya melestarikan alam dan mencegah terjadinya bencana alam, anjuran konservasi lingkungan ini juga menjadi salah satu bentuk tadabbur ayat Al-Qur’an. Sebagai pengingat bahwa tumbuhnya semua tanaman Adalah kuasa Allah seperti yang disebutkan dalam Al-Qu’an:
وَهُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۚ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ نَبَاتَ كُلِّ شَيْءٍ فَاَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُّخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُّتَرَاكِبًاۚ وَمِنَ النَّخْلِ مِنْ طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَّجَنّٰتٍ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّالزَّيْتُوْنَ وَالرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَّغَيْرَ مُتَشَابِهٍۗ اُنْظُرُوْٓا اِلٰى ثَمَرِهٖٓ اِذَٓا اَثْمَرَ وَيَنْعِهٖۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكُمْ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
Dialah yang menurunkan air dari langit lalu dengannya Kami menumbuhkan segala macam tumbuhan. Maka, darinya Kami mengeluarkan tanaman yang menghijau. Darinya Kami mengeluarkan butir yang bertumpuk (banyak). Dari mayang kurma (mengurai) tangkai-tangkai yang menjuntai. (Kami menumbuhkan) kebun-kebun anggur. (Kami menumbuhkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya pada waktu berbuah dan menjadi masak. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. (QS. Al- An’am: 98)
Oleh karena itu, menanam pohon menjadi cerminan tanggung jawab spiritual dan sosial seorang Muslim. Sebagaimana disebutkan bahwa pelestarian alam merupakan bagian dari amal jariyah yang pahalanya terus mengalir hingga hari kiamat, sekaligus wujud nyata dari peran manusia sebagai khalifah di bumi. Dengan demikian, setiap pohon yang ditanam bukan hanya memberikan manfaat ekologis bagi kehidupan, tetapi juga menjadi jalan perolehan pahala yang berkelanjutan.
Baca juga: Melihat Kesalehan Ekologis sebagai Warisan Masa Depan
