KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha jelaskan teori keterbatasan manusia sebagai kelebihan untuk mencapai kesempurnaan iman.
“Kelebihan jadi manusia justru karena keterbatasan yang mereka punya,” ungkapnya dalam acara peringatan Isra’ Mi’raj yang dilaksanakan di Masjid Istiqlah, Jakarta, Selasa (28/01/25).
Ia menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan keterbatasan, dan justru dari keterbatasan itulah bisa lahir kelebihan yang luar biasa.
“Kita tidak dapat melihat surga dan neraka secara langsung, bahkan tidak dapat melihat Allah SWT dengan mata kepala kita. Namun, ketidaktahuan ini membuka ruang bagi iman paling khusu’ dalam hati manusia,” tambahnya.
Keterbatasan dalam mengetahui Allah SWT justru menjadi kekuatan iman. Seperti yang diceritakan dalam satu riwayat hadis
إِنَّ لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَلَائِكَةً سَيَّارَةً فُضُلًا ، يَتَتَبَّعُونَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ ، فَإِذَا وَجَدُوا مَجْلِسًا فِيهِ ذِكْرٌ قَعَدُوا مَعَهُمْ ، وَحَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ ، حَتَّى يَمْلَئُوا مَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِذَا تَفَرَّقُوا عَرَجُوا وَصَعِدُوا إِلَى السَّمَاءِ ، قَالَ : فَيَسْأَلُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ـ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ ، مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُولُونَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادٍ لَكَ فِي الْأَرْضِ ، يُسَبِّحُونَكَ ، وَيُكَبِّرُونَكَ ، وَيُهَلِّلُونَكَ ، وَيَحْمَدُونَكَ ، وَيَسْأَلُونَكَ ، قَالَ : وَمَاذَا يَسْأَلُونِي ؟ ، قَالُوا : يَسْأَلُونَكَ جَنَّتَكَ ، قَالَ : وَهَلْ رَأَوْا جَنَّتِي؟ قَالُوا : لَا ، أَيْ رَبِّ ، قَالَ : فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا جَنَّتِي ؟ ، قَالُوا : وَيَسْتَجِيرُونَكَ ، قَالَ : وَمِمَّ يَسْتَجِيرُونَنِي ؟ قَالُوا : مِنْ نَارِكَ يَا رَبِّ ، قَالَ : وَهَلْ رَأَوْا نَارِي؟ قَالُوا : لَا ، قَالَ : فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْا نَارِي؟ ، قَالُوا : وَيَسْتَغْفِرُونَكَ ، قَالَ : فَيَقُولُ : قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوا ، وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوا ،. قَالَ : فَيَقُولُونَ : رَبِّ فِيهِمْ فُلَانٌ عَبْدٌ خَطَّاءٌ إِنَّمَا مَرَّ فَجَلَسَ مَعَهُمْ ، فَيَقُولُ : وَلَهُ غَفَرْتُ ، هُمْ الْقَوْمُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
Artinya: “Sungguh Allah SWT mempunyai malaikat penjelajah yang mulia, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir, maka jika mereka mendapatkan majelis yang di dalamnya ada dzikir maka mereka duduk bersama, sebagian mereka meliputi sebagiannya dengan sayap-sayap mereka, sehingga mereka memenuhi langit dunia, dan jika mereka berpisah mereka kembali naik ke langit. Nabi Bersabda “Lalu Allah SWT bertanya kepada mereka (Malaikat) dan Dia Maha Mengetahui dari para mereka- dari mana kalian ?, mereka menjawab: “Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi, mereka senantiasa bertasbih kepada-Mu, bertakbir kepada-Mu, bertahlil kepada-Mu, memuji-Mu, meminta kepada-Mu”. Allah berfirman: “Apa yang mereka minta kepada-Ku ?”. Mereka menjawab, “Mereka meminta surga-Mu. Allah Berfirman,”Apakah mereka pernah melihat surga-Ku. Mereka menjawab, “Belum wahai Tuhanku. Allah Berfirman, “Bagaimana kalau mereka melihat surga-Ku., “Mereka mengatakan: “Mereka meminta perlindungan kepada-Mu”. Dia berfirman: “Mereka meminta perlindungan kepada-Ku dari apa ?”. Mereka menjawab: “Dari neraka-Mu wahai Rabb”. Dia berfirman: “Apakah mereka telah melihat neraka-Ku ?”, mereka menjawab: “Belum”. Dia menjawab: “Maka bagaimana jika mereka melihat neraka-Ku ?”. Mereka menjawab: “Mereka akan meminta ampun kepada-Mu”. Allah berfirman: “Aku telah mengampuni mereka dan telah memberikan apa yang mereka minta dan telah aku berikan perlindungan kepada mereka”. Malaikat berkata: “Wahai Rabb, di antara mereka ada seorang pelaku dosa, ia hanya lewat saja lalu duduk bersama mereka”. Allah berfirman: “Baginya sudah Aku ampuni, mereka adalah suatu kaum yang siapapun yang duduk bersama mereka tidak akan merasa sengsara”. (HR. Bukhori & Muslim)
Gus Baha menerangkan bahwa hadis ini menunjukkan, ketidaktahuan tentang Zat Allah bukanlah penghalang bagi manusia untuk terus mengagungkan-Nya. Bahkan, dengan ketidaktahuan inilah yang bisa membuat iman semakin khusu’.
Sebagaiaman firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Alladzīna yu’minūna bil-ghaib” (yakni orang-orang yang beriman kepada yang gaib). (QS. Al-Baqarah: 3)
Keimanan sejati justru lahir dari keterbatasan. Jika manusia mengetahui segala sesuatu dengan pasti, maka tidak akan ada ruang untuk percaya, berharap, dan mendekat kepada Allah dengan penuh ketulusan.
“Oleh karena itu, keterbatasan kita bukanlah kelemahan, melainkan anugerah yang menjadikan kita makhluk yang beriman dengan level yang tinggi,” Pungkas Gus Baha.
Baca juga: Pesan Gus Baha di Bulan Rajab