tebuireng.co – Di dalam ibadah penyembelihan hewan kurban, para ulama membaginya ke dalam dua jenis: Pertama, yaitu ibadah kurban yang dinazarkan atau wajib. Misalnya ada orang yang bernadzar; kalau nanti dia lulus ujian maka dia akan berkurban, maka ketika ia lulus ujian maka ia harus berkurban karena ia telah bernadzar. Dan yang semula hukum kurban itu sunnah tetapi karena ia bernadzar maka hukum kurban itu menjadi wajib. Dan yang kedua yaitu ibadah kurban yang tidak dinazarkan atau sunnah.
Adapun orang yang berkurban nazar tidak boleh mengambil sedikit pun dari daging kurbannya dan itu haram hukumnya. Sebagaimana keterangan berikut ini:
ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره.
قوله : (ويحرم الأكل إلخ) أي يحرم أكل المضحي والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها. فلو أكل شيئاً من ذلك غرم بدله للفقراء.
“Haram memakan kurban atau hadiah yang wajib sebab nazar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan orang yang memberi hadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2)
Dan orang yang berkurban sunnah justru dianjurkan memakan sebagian dari daging kurbannya.
Dan paling afdhalnya membagikan seluruh daging kurbannya kecuali satu suap untuk ia makan dengan maksud ingin mendapatkan berkahnya. Dan dianjurkan juga untuk tidak memakan lebih dari tiga suap. Selebihnya disedekahkan kepada orang lain.
Sebenarnya tidak ada batasan khusus tentang pengambilan bagian dari hewan kurban, sekiranya kalau sudah ada bagian daging yang disedekahkan pada satu orang fakir saja, maka kurbannya sudah dianggap cukup. Karena tujuan pelaksanaan ibadah kurban adalah menyembelih hewan disertakan dengan wujud belas kasih pada fakir miskin. Akan tetapi membagikan semuanya dan hanya mengomsumsi tidak lebih dari tiga suap itu lebih afdhal.
Adapun orang yang berkurban haram hukumnya menjual daging, kulit dan bulu dari hewan kurbannya, bahkan tidak sah penjualannya dan tidak ada pahala kurban baginya baik itu ibadah kurban yang dinazarkan atau ibadah kurban sunnah. Karena hewan kurban yang telah disembelih bukan lagi miliknya.
Adapun daging kurban wajib diberikan kepada orang-orang fakir dan miskin dalam bentuk daging segar, berbeda dengan aqiqah. Maka daging kurban tidak boleh dibagikan dalam kondisi telah dimasak, akan tetapi dibagikan dalam kondisi daging mentah, karena hak mereka adalah memiliki bukan memakan. Wallahu a’lam.
Rujukan: Kitab Fathul mu’in, Hasyiyah i’anah at-Thalibin, dan Al-Iqna’ fi Halli Alfadhi Abi Syuja’.
Oleh: Rizky Amaliah