Kemajuan teknologi bagaikan menjadi pisau yang bermata dua, bisa menjadi ancaman, namun juga banyak keuntungannya.
Salah satu teknologi yang berkembang pesat ialah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial. Menurut sejarahnya, AI awal berkembang sekitar abad ke-20.
Alan Turing merupakan salah satu perintisnya. Dengan Turing Machine, ia menciptakan sebuah mesin yang bisa meniru kecerdasan manusia dalam penghitungan matematis.
Istilah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan artifisial sendiri diperkenalkan pada tahun 1956 oleh John McCarthy dan beberapa ilmuwan komputer lainnya. Hal ini diperkenalkan dalam The Dartmouth Conference di Hanover, New Hampshire, Amerika Serikat.
Dilansir dari website Dicoding, tipe-tipe dari kecerdasan artifisal sendiri ada 4 macam, yakni:
Pertama, tipe Reactive Machine. Tipe ini hanya bereaksi berdasarkan kondisi (data) saat itu atau yang sudah ditentukan. Sehingga, pengambilan keputusan tidak berdasarkan data-data sebelumnya.
Kedua, tipe Limited Memory. Tipe ini mampu meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dengan menggunakan data/pengetahuan dari kejadian yang telah dipelajari sebelumnya.
Ketiga, tipe Theory of Mind. Tipe ini akan berinteraksi dengan perilaku dan emosional manusia. Dengan kata lain, mesin kecerdasan buatan diharuskan dapat memahami bagaimana perasaan manusia, hewan, dan mesin lain.
Setelah berhasil memahami perasaan tersebut, mesin dengan tipe Theory of Mind dituntut untuk dapat memanfaatkan informasi itu untuk membuat keputusan yang merefleksikan dirinya sendiri.
Keempat, tipe Self-awareness. Self-awareness merupakan tipe yang sempurna. Pada tipe ini, mesin sudah memiliki kesadaran yang setingkat dengan manusia. Selain memahami keadaan emosional manusia, ia juga sudah mulai memiliki emosinya sendiri dan memahami keberadaan dirinya di dunia ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan artifisial sendiri telah banyak membantu berbagai kegiatan dan pekerjaan manusia. Beberapa diantaranya adalah medsos, search engine, hingga yang terbaru ini ialah chatbot AI.
Dalam kemajuan teknologi, kecerdasan artifisial itu bagaikan pisau yang bermata dua. Dari begitu banyak keuntungannya, tapi juga terdapat ancamannya.
Perusahaan medsos juga pernah mengalami kebocoran data penggunanya. Beberapa diantaranya seperti Facebook, Twitter, bahkan TikTok pun pernah diisukan seperti demikian.
Oleh karena itu, perlunya pengguna medsos agar lebih bijak dalam menggunakannya. Hal ini berdasarkan dengan keamanan data pribadi dan privasi lainnya.
Selain medsos, salah satu contoh lainnya adalah ChatGPT. Pada akhir tahun 2022 lalu, CEO Tesla dan Twitter Elon Musk pernah membuat suatu tweet, “ChatGPT is scary good. We are not far from dangerously strong AI.”
ChatGPT merupakan salah satu kecerdasan artifisial yang mampu melakukan percakapan manusia dengan sangat mirip seperti percakapan sesama manusia. Teknologi ini juga bisa memberikan kemudahan dalam meng-generate suatu artikel bahkan membuat sebuah coding.
Dikhawatirkan, dengan kemudahan yang ditawarkan oleh ChatGPT, sehingga manusia menjadi ketergantungan dan berkurangnya upaya untuk berpikir kritis.
Dari pesatnya kemajuan tekonlogi, semua ini kembali lagi pada brainware-nya, yakni manusia. Oleh karena itu, seiring berkembangnya teknologi manusia juga diharapkan semakin paham dengan sisi positif dan negatifnya.
Oleh: Ikhsan Nur Ramadhan, mahasiswa TI Universitas Hasyim Asy’ari.
Baca Juga: Metaverse adalah Masa Depan Dunia Pendidikan Juga?