tebuireng.co – Kedustaan perdukunan ramai dibicarakan masyarakat setelah pesulap merah membongkar beberapa praktik perdukunan, lalu bagaimana hadis memandang hal ini?
Kontroversi antara Pesulap Merah dengan praktik perdukunan modern di Indonesia hingga kini masih ramai diperbincangkan. Berbagai kalangan pun turut menanggapi perseteruan tersebut. Namun, sebenarnya bagaimana praktik perdukunan ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Indonesia?
Pada kenyataannya, perkembangan praktik perdukunan turut mengalami pertumbuhan seiring dengan serentetan kemajuan teknologi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya praktik perdukunan yang juga memanfaatkan layanan sosial media untuk meraih target pelanggannya.
Apalagi, seiring berkembangnya zaman, maraknya praktik perdukunan berkedok Islami membuat persoalan ini semakin samar di tengah masyarakat. Maka, tak heran ketiika banyak orang yang menjadi korban karena secarik surban dan tasbih yang dikenakannya.
Padahal, secara lantang, Islam melarang adanya praktik perdukunan tersebut.
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal dan dia membenarkan ucapannya, maka dia berarti telah kufur pada Al-Quran yang telah diturunkan pada Muhammad.” (HR. Ahmad, hasan).
Tak hanya itu, Rasulullah pun bahkan mengecam umatnya yang hanya sekedar datang dan bertanya kepada dukun tentang suatu hal.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari” (HR. Muslim).
Lantas, kemudian timbul pertanyaan, apabila perdukunan itu adalah praktik kebohongan, mengapa seolah apa yang dikatakan oleh dukun secara tidak langsung terbukti? Hal tersebut pernah dijelaskan oleh Rasulullah, yakni mengenai cara dukun untuk mendapatkan bisikan berita ghaib.
Dalam kitab Al Jami’ Ash Shahih Al Mukhtashar dijelaskan suatu riawayat dari Aisyah radhiyallahu ‘ahna bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah tentang dukun.
‘Wahai Rasulullah sesungguhnya mereka kadang-kadang memberitahu kita sesuatu yang benar terbukti?’
Lantas, Rasulullah menjawab,‘Itu adalah sebuah kalimat yang benar yang dicuri oleh jin, lalu ia bisikkan ke telinga pembantunya (dukun) kemudian ia campur dengan serratus kebohongan.’
Dalam hadis tersebut terdapat penjelasan bahwa apa yang dikatakan sang dukun kadangkala terbukti karena bisikan setan yang mencuri kabar langit. Namun, dibanding dengan kebenarannya, kebohongannya sungguh lebih banyak.
Terkait praktik kedustaan tersebut, Ibnu Bathal, dalam Syarah Sahih Al Bukhary mengatakan, ‘adapun larangan Nabi tentnag upah perdukunan, maka umat telah Ijma’ tentang keharamannya, karena mereka mendapat upah dengan cara yang tidak dibolehkan
Yaitu dengan cara mencampur kebohongan dengan berita yang dicuri Jin, di mana mereka merusak berita yang benar dengan serratus kebohongan. Maka, tidaklah pantas mendengarkan omongan mereka.’
Wallahua’lam
Oleh: Dinnatul Lailiyah