Ketika ada pertanyaan keberhasilan pendidikan tanggung jawab siapa? Maka kita harus mengetahui beberapa unsur yang ada di dalam proses pendidikan, antara lain: pendidik (guru, ustaz, kiai, dsb), peserta didik (murid, siswa, santri, dsb).
Selanjutnya dibutuhkan interaksi edukatif antara pendidik dan peserta didik, materi pendidikan, metode pendidikan, tujuan pendidikan, serta lingkungan pendidikan.
Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Ketiadaaan salah satu unsur akan menyebabkan proses pembelajaran menjadi terhambat.
Dalam sistem pendidikan modern, keberadaan murid sebagai centre of learning/pusat pembelajaran memang benar.
Karena obyek pendidikan adalah peserta didik itu sendiri. Namun, bukan berarti keberadaan guru hanya berfungsi sebagai figuran/tokoh sampingan.
Keterlibatan aktif guru dalam memberi contoh/teladan, mengawal dan mengarahkan murid sangat diperlukan agar murid dapat menggali informasi dan pengetahuan dengan cara yang benar.
Namun dalam prakteknya terdapat beberapa permasalahan yang muncul, antara lain:
Pertama, guru lebih direpotkan dengan hal-hal remeh sehingga menyebabkan hal besar yang lebih penting menjadi kurang diperhatikan.
Ibarat orang jawa sebagai “amburu uceng kelangan deleg”. Guru terlalu disibukkan dengan hal-hal yang bersifat administratif sehingga cenderung mengabaikan perkembangan tingkah laku murid.
Capaian keberhasilan pendidikan murid dalam laporan hasil belajar yang disimbolkan dengan angka-angka serta deskripsi perkembangan keilmuan bersifat manipulatif.
Bahkan nilai ujian murid yang tidak memenuhi standar minimal nilai akan “disesuaikan” supaya memenuhi standar penilaian.
Kedua, kurangnya pendampingan siswa dalam praktek pengamalan keilmuan maupun praktek pendidikan karakter dalam kehidupan sehari-hari.
Banyaknya materi pembelajaran yang harus disampaikan seringkali menyebabkan guru memprioritaskan ketuntasan materi dibanding dengan mempraktekkan materi tersebut ke dalam kehidupan nyata.
Sehingga sampai saat ini metode ceramah dan penugasan di rumah menjadi “metode favorit” para pendidik. Padahal metode tersebut cenderung membosankan bagi para siswa,
Selain dua metode tersebut, sebenarnya masih banyakmetode lain yang bisa diterapkan pendidik yang mampu menggugah minat siswa.
Misal eksperimen, demonstrasi, studi kasus atau metode pembelajaran lain yang bersifat praktis, menyenangkan dan tepat guna.
Di sekolah, kaitannya dengan pendidikan karakter, masih belum banyak guru yang memperhatikan dan membiasakan kepada siswa untuk selalu hidup bersih, memastikan kelas dan lingkungannya bersih, atau mengingatkan siswa ketika mereka melakukan hal yang kurang baik.
Ketika siswa pulang ke rumah pun tidak banyak pihak yang membantu proses keberhasilan pendidikan di sekolah.
Orang tua yang tidak bisa menjadi partner belajar, lingkungan yang kurang kondusif untuk menerapkan ilmu yang diajarkan di sekolah, merupakan beberapa permasalahan yang harus dihadapi oleh siswa.
Alternatif Solusi
Pengasuh Pondok Modern Gontor Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi merumuskan skala prioritas beberapa unsur penunjang keberhasilan pembelajaran sebagai berikut:
المادّة مهمّة ولكن الطريقة أهمّ من المادة
“Materi Pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi metode pembelajaran jauh lebih penting daripada materi pembelajaran”
الطريقة مهمّة ولكن المدرّس أهمّ من الطريقة
“Metode pembelajaran adalah sesuatu yang penting, tetapi guru jauh lebih penting daripada metode pembelajaran”
المدرّس مهمّ ولكن روح المدرّس أهم من المدرس
“Guru adalah sesuatu yang penting, tetapi jiwa guru jauh lebih penting dari seorang guru”.
Cara untuk membangun jiwa adalah dengan meningkatkan kedekatan kita kepada Allah dengan melaksanakan perkara wajib, serta menyempurnakannya dengan amalan-amalan sunah.
Dengan adanya ruh al-Mudarris dalam proses pendidikan, setidaknya seorang guru akan senantiasa melaksanakan beberapa hal untuk tercapainya proses pendidikan, antara lain: niat ikhlas dalam mengajar, disiplin dalam mengajar, mendidik murid, ikhlas dalam menasehati, berakhlak baik kepada murid, memberi teladan yang baik kepada murid, serta mendoakan untuk keberhasilan murid.
Besarnya peran seorang guru, tidak lepas dari peran seorang guru sebagai mu’allim (orang yang mengajarkan ilmu), murabbi (orang yang mendidik), serta mu’addib (orang yang mengajarkan adab).
Guru tidak hanya menjalankan proses pendidikan dengan cara menyampaikan materi ilmu dan pengetahuan saja, guru juga mendidik dan mengajarkan kepada siswa bagaimana cara berperilaku yang baik, serta memberikan teladan yang baik pula, sebagai upaya menanamkan karakter yang baik terhadap para muridnya.
Nur Uhbiyati menjelaskan bahwa guru sebagai pendidik artinya orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. (Nur Uhbiyati: 1998)
Di Jawa, Guru berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.
Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh anak didiknya (Hasan Basri : 2009).
Maka berikut ini kami tawarkan beberapa alternatif solusi atas beberapa problematika dalam proses pembelajaran sebagaimana hal di atas, alternatif tersebut yaitu:
Pertama unsur pendidik, memahami dan menyadari bahwa dengan menjadi pendidik bukan berarti berhenti menjadi pembelajar.
Salah satu ungkapan Sayid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasany, yang sangat masyhur di kalangan santri adalah “maa ziltu thaliban” selamanya aku adalah seorang pembelajar, bisa dijadikan landasan hal tersebut.
Terus menerus belajar mengasah jiwanya menjadi pendidik yang hakiki, memahami tingkah laku dan karakter siswa, belajar menambah ilmu-pengetahuan, belajar menyikapi permasalahan siswa yang terus berkembang setiap tahun, dan sebagainya.
Kedua, unsur peserta didik. Pada dasarnya, tugas inti dari seorang peserta didik adalah belajar.
Belajar menambah ilmu pengetahuan, belajar berperilaku yang baik, belajar bersosialisasi dengan cara yang baik, belajar menghormati guru dan orang tua, belajar menghargai perbedaan pendapat, dan banyak hal lain yang harus dipelajari.
Kesemuanya akan terasa sulit apabila dilakukan sendiri. Oleh karena itu perlu adanya dukungan dari orang tua, keluarga, teman dan lingkungan sekitar.
Berteman dengan orang yang memiliki fokus dan tujuan yang sama akan mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan keberhasilan. Selain itu adanya guru idola yang menjadi mentor juga dapat meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran.
Selain itu dibutuhkan peran aktif orang tua, tidak menyerahkan totalitas ke guru. Orang tua berperan sebagai guru di luar sekolah.
Keberhasilan pendidikan tanggung jawab orang tua juga. Dalam sehari, setidaknya lebih dari dua pertiga waktu peserta didik dihabiskan di luar sekolah/di rumah.
Orang tua yang mengawasi dan mendampingi keseharian anaknya. Namun banyak orang tua yang tersita waktunya untuk bekerja, sehingga kuantitas waktu yang disediakan untuk anak tersita untuk bekerja dan beristirahat.
Hal ini yang kemudian “dimanfaatkan” anak untuk belajar sendiri tanpa pendampingan orang tua.
Orang tua yang tidak bisa mendampingi dan mengawasi kegiatan belajar anak biasanya menitipkan anak di sekolah non formal di sore harinya. Selain itu juga bisa menempatkan anaknya di pondok pesantren.
Banyaknya pondok pesantren yang memiliki satuan pendidikan formal di dalamnya menjadi solusi bagi orang tua uga yang sudah tersibukkan untuk bekerja.
Keberhasilan pendidikan tangggung jawab siapa lagi? Tentunya bimbingan guru. Adanya bimbingan dari guru dan pembiasaan berperilaku dari ustaz/ustazah, dapat memaksimalkan waktu anak untuk hal yang bermanfaat.
Hal ini selaras dengan tujuan dari proses pendidikan yaitu membimbing murid supaya mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Selain itu, ada juga tawaran solusi yang dikutip dari NU Online dari pengasuh Pesantren Al-Aqobah KH Junaidi Hidayat, untuk kesuksesan dalam proses belajar yang pertama yaitu pendidikan focus pada pengembangkan potensi setiap anak.
Setiap anak adalah jenius. Potensi setiap anak sangat unik sehingga harus digali dan dimunculkan agar tampak ke permukaan dan dikembangkan untuk kepentingan individu, keluarga dan masyarakat luas.
Tidak ada anak yang bodoh. Tidak boleh menganggap anak bodoh dan ketinggalan zaman.
Anak adalah anugerah terbesar Allah kepada orangtua, masyarakat, dan bangsa. Tugas lembaga pendidikan adalah menggali dan mengembangkan potensi-bakat spesifik setiap anak.
Anak harus menikmati pendidikan secara nyaman sehingga bisa memunculkan dan mengembangkan potensi terbesarnya.
Kedua, pendidikan berorientasi pada substansi, bukan formalitas. Dalam menjalankan pendidikan lebih menekankan-memprioritaskan substansi lembaga pendidikan dalam mengembangkan ilmu, meningkatkan life skills dan pemantapan aspek moralitas-spritualitas.
Ketiga, aturan pemerintah diikuti dalam standar minimal. Selebihnya adalah fokus pada realisasi substansi pendidikan yang ingin menghantarkan kesuksesan anak didik.
Salah satu contoh dalam hal ini adalah moving class (berpindah-pindah kelas) sesuai dengan bidang studi yang dikaji, belajar tidak hanya di kelas, tapi bisa di ruang terbuka, di gazebo-gazebo, dan lain-lain.
Keempat, mengedepankan profesionalitas. Profesionalitas menjadi core value yang menjadi ruh organisasi.
Profesionalitas manajemen, guru, tenaga pendidikan, anak didik, orangtua santri, dan lain-lain diprioritaskan.
Jika profesionalitas tidak diprioritaskan, maka lembaga pendidikan akan menghadapi problem yang menghambat idealisme dalam arti mengantar kesuksesan anak didik sesuai potensi.
Oleh: A Fikri Jauhari (Mahasiswa Pascasarjana UIN Khas Jember)
Daftar Pustaka
Chotibul Umam, Inovasi Pendidikan Islam (Strategi dan Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Umum), Dotplus Publisher, 2020
Dr. Mardan Umar, S.PdI, M.Pd, Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, CV. Pena Persada, Banyumas, 2020
Muhajir, Pergeseran Kurikulum Madrasah dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Desertasi, UIN Syahid Jakarta, 2010