Di era digital yang semakin berkembang pesat, isu keamanan siber telah menjadi tantangan global yang tidak dapat diabaikan. Keamanan siber mencakup upaya untuk melindungi data, informasi, dan infrastruktur digital dari serangan, pencurian, atau penyalahgunaan oleh pihak yang tidak sah.
Dalam konteks ini, manajemen risiko keamanan siber adalah pendekatan yang penting untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengurangi risiko keamanan siber yang dapat membahayakan organisasi, individu, atau masyarakat secara umum.
Namun, selain dari aspek teknis, pandangan agama Islam dalam manajemen risiko keamanan siber juga memiliki relevansi yang signifikan. Dalam agama Islam memiliki seperangkat nilai, etika, dan prinsip moral yang memandu perilaku individu dan masyarakat dalam mengelola keamanan siber.
Umat Islam diajarkan untuk menjaga amanah, termasuk data dan informasi, dengan baik. Selain itu, konsep “amar ma’ruf nahi munkar” (menganjurkan yang baik dan mencegah yang buruk) juga relevan dalam konteks keamanan siber.
Hal ini dapat menggambarkan pentingnya melindungi diri dan masyarakat dari ancaman siber yang berpotensi merugikan seperti yang sering terjadi belakangan ini. Dengan modus–modus baru yang banyak meretas data diri dan merugikan banyak orang.
Mengenai keamanan siber ini patut kita membaca ulang tentang Raja Zulkarnaen, tokoh yang disebutkan dalam Al-Quran sebagai seorang pemimpin yang diberi kuasa oleh Allah SWT untuk mengatasi berbagai tantangan dan ancaman.
Dalam Al-Quran surah Al-Kahfi ayat 90-98 terdapat satu penggalan kisah yang menceritakan konsep keamanan masa Raja Zulkarnaen dengan bangsa yang barbar, beringas, dan sangat kejam yakni, Ya’juj dan Ma’juj.
Nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral Islam yang diajarkan dalam sejarah tentang Raja Zulkarnaen dengan manajemen risiko keamanan siber, memberikan pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai agama dapat membimbing praktik dan kebijakan dalam menjaga keamanan digital dan menjaga amanah dalam pengelolaan data dan informasi.
Seperti yang dilakukan Raja Zulkarnaen dalam upaya membuat tembok atau pembatas yang kokoh berupa tembok dari besi dan tembaga untuk mengurung Ya’juj dan Ma’juj. Artinya, kita juga harus membentengi diri untuk melindungi dari hal – hal yang merugikan, atau membahayakan diri sendiri.
Begitupula dalam sebuah redaksi hadis Shohih Bukhori, Bab Diyat, hadis nomor 6380 dikatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menjaga privacy atas dirinya.
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ أَنَّ الْأَعْرَجَ حَدَّثَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ لَوْ اطَّلَعَ فِي بَيْتِكَ أَحَدٌ وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ خَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
“Jika seseorang mengintip rumahmu padahal kamu tidak mengizinkannya, lalu kamu melemparnya dengan batu sehingga membutakan matanya, kamu tidak mendapat dosa karenanya.” (HR. Bukhori).
Dalam konteks lebih luas, melindungi data dan informasi pribadi juga merupakan bagian dari hak privasi individu yang ditegakkan dalam ajaran Islam. Oleh karena itu, upaya menjaga keamanan siber dan menjaga integritas data dan privasi individu tidak hanya merupakan tugas teknis, tetapi juga merupakan ekspresi dari nilai-nilai agama dan etika yang penting.
Ada beberapa point yang bisa dilakukan untuk menambah keamanan data diri di era modern ini, antara lain: untuk selalu menggunakan kata sandi yang kuat, gunakan autentikasi dua factor, jaga perangkat lunak terbaru, berhati–hati dengan email phishing, gunakan selalu jaringan wifi yang aman, periksa kembali izin aplikasi, simpan data – data pribadi dengan aman, pahami hak pribadi Anda dengan tidak membagikan informasi pribadi semabrangan, bijak dalam bermedia social dan tetap berhati – hati saat bermedia social.
Penulis: Alyssa Qothrunnada
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Pentingnya Memahami Cyber Security