tebuireng.co– Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan sebagai khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada seseorang wali Allah. Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan tingkah laku seseorang, yang merupakan anugrah Allah karena ketakwaannya, berikut ini terdapat beberapa karomah yang dimiliki oleh Habib Husein bin Abu Bakar al-Aydrus atau yang kita kenal Habib Luar Batang.
Baca juga: Profil Singkat al-Habib Husein bin Abu Bakar Luar Batang
1. Menjadi Mesin Pemintal
Di masa beliau, di tanah kelahirannya yaitu di daerah Hadhramaut, Habib Husein bin Abu Bakar berguru pada seorang Alim Shufi. Di hari-hari libur ia pulang untuk menyambang ibunya.
Pada suatu malam, ketika ia berada di rumahnya, ibu Habib Husein meminta tolong agar ia bersedia membantu mengerjakan pintalan benang yang ada di gudang. Habib Husein segera menyanggupi, dan ia segera ke gudang untuk mengerjakan apa yang di perintahkan oleh ibunya. Makan malam juga telah disediakan. Menjelang pagi hari, ibu Husein membuka pintu gudang. Ia sangat heran karena makanan yang disediakan masih utuh belum dimakan. Selanjutnya ia sangat kaget melihat hasil pintalan benang begitu banyaknya. Si ibu tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya terpikir bagaimana mungkin hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, malah hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib Husein dijumpai dalam keadaan tidur pulas di sudut gudang.
Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada guru thariqah yang membimbing Habib Husein. Mendengar cerita itu maka ia bertakbir sambil berucap, “Sungguh Allah berkehendak pada anakmu untuk memperoleh derajat yang besar di sisi-Nya, hendaklah ibu berbesar hati dan jangan bertindak keras kepadanya, rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi pada anakmu.”
2. Menyuburkan Kota Gujarat
Hijrah pertama yang di singgahi oleh Habib Husein bin Abu Bakar al-Aydrus adalah di daratan India, tepatnya di kota Surati atau lebih dikenal Gujarat. Kehidupan kota tersebut bagaikan kota mati karena dilanda kekeringan dan wabah kolera.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut di sambut oleh ketua adat setempat, kemudian ia dibawa kepada kepala wilayah serta beberapa penasehatnya, dan Habib Husein diperkenalkan sebagai titisan Dewa yang dapat menyelamatkan negeri itu dari bencana.
Habib Husein menyangupi bahwa dengan pertolongan Allah, ia akan merubah negeri ini menjadi sebuah negeri yang subur, asal dengan syarat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima Islam sebagai agamanya. Syarat tersebut juga mereka sanggupi, dan berbondong-bondong warga di kota itu belajar agama Islam.
Akhirnya mereka di perintahkan untuk membangun sumur dan sebuah kolam. Setelah pembangunan keduanya di selesaikan, maka dengan kekuasaan Allah, turunlah hujan yang sangat lebat, membasahi seluruh daratan yang tandus. Sejak itu pula tanah yang kering berubah menjadi subur. Sedangkan warga yang terserang wabah penyakit dapat sembuh, dengan cara mandi di kolam buatan tersebut. Dengan demikian kota yang dahulunya mati, kini secara berangsur-angsur kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera.
3. Mengislamkan Tawanan
Setelah tatanan kehidupan masyarakat Gujarat berubah dari kehidupan yang kekeringan dan hidup miskin menjadi subur dan masyarakatnya hidup sejahtera, maka Habib Husein melanjutkan hijrahnya ke daratan Asia Tenggara untuk tetap mensyiarkan Islam. Beliau menuju pulau Jawa, dan akhirnya menetap di Batavia, yang pada masa itu hidup dalam jajahan pemerintahan VOC Belanda.
Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh kedatangan seseorang yang berlari padanya karena dikejar oleh tentara VOC. Dengan pakaian basah kuyub ia meminta perlindungan karena akan dikenakan hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa.
Keesokan harinya, datanglah pasukan tentara berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang dikejarnya. Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata, “Aku akan melindungi tawanan ini dan aku adalah jaminannya.”
Rupanya ucapan tersebut sangat didengar oleh pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi, sedangkan tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya ia memeluk Islam.
4. Menjadi Imam di Penjara
Dalam masa yang singkat, telah banyak orang yang datang untuk belajar agama Islam. Rumah Habib Husein banyak dikunjungi para muridnya dan masyarakat luas. Hilir mudiknya umat yang datang membuat penguasa VOC menjadi khawatir akan menggangu keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta beberapa pengikut utamanya ditangkap dan di masukkan ke penjara Glodok. Bangunan penjara itu juga dikenal dengan sebutan “Seksi Dua”.
Rupanya dalam tahanan Habib Husein ditempatkan dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan pengikutnya ditempatkan di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.
Polisi penjara dibuat terheran-heran, karena di tengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan yang besar, memimpin shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang Shubuh masyarakat di luar pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya, dalam waktu yang bersamaan pula polisi penjara tersebut melihat Habib Husein tidur nyenyak di kamar ruangan yang sempit itu, dalam keadaan tetap terkunci.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah bibir di kalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan, akhirnya pemerintah Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib Husein beserta semua pengikutnya dibebaskan dari tahanan.
5. Si Sinyo Menjadi Gubernur
Pada suatu hari, Habib Husein dengan ditemani oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul Qodir duduk berteduh di daerah Gambir. Di saat mereka beristirahat lewatlah seorang Sinyo (anak Belanda) dan mendekat ke Habib Husein. Dengan seketika Habib Husein menghentakan tangannya ke dada anak Belanda tersebut. Si Sinyo kaget dan berlari ke arah pembantunya.
Dengan cepat Habib Husein meminta temannya untuk menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda itu melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Kemudian setelah lulus ia di percaya di angkat menjadi Gubernur Batavia.
6. Cara Berkirim Uang
Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya telah diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar, ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu menerima wasiat dari ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Di wasiatkan dikatakan, kalau memang apa yang dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan, diminta agar ia membalas budi dan jangan melupakan jasa Habib Husein.
Akhirnya Gubernur Batavia menghadiahkan beberapa karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterimanya, tetapi dibuangnya ke laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya, Habib Husein selalu menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut. Gubernur yang memberi uang menjadi penasaran dan akhirnya bertanya mengapa uang pemberiannya selalu di buang ke laut. Dijawab oleh Habib Husein bahwa uang tersebut dikirim untuk ibunya di Yaman.
Gubernur itu menjadi penasaran, akhirnya diperintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang di buang ke laut. Walhasil, tak satu keping uang pun ditemukan. Selanjutnya Gubernur Batavia tetap berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian ganjil tersebut, maka ia mengutus seorang ajudan ke negeri Yaman untuk bertemu dan menanyakan kepada ibu Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.
7. Kampung Luar Batang
Gubernur Batavia sangat perhatian kepada Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein.
Habib Husein menjawab, “Saya tidak mengharapkan apapun dari tuan.”
Akan tetapi Gubernur itu sangat bijak, dihadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai tempat tinggal dan peristirahatan yang terakhir.
Habib Husein meninggal pada hari kamis tanggal 17 Ramadhan 1169 H atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. Sesuai dengan peraturan pada masa itu bahwa setiap orang asing harus dikuburkan di pemakaman khusus yang terletak di Tanah Abang.
Sebagai mana layaknya, jenazah Habib Husein diusung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di pekuburan, jenazah Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya, jenazah Habib Husein kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam bahasa lain jenazah Habib Husein keluar dari kurung batang, pengantar jenazah mencoba kembali mengusung jenazah Habib Husein ke pekuburan yang dimaksud, namun demikian jenazah Habib Husein tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula.
Akhirnya para pengantar jenazah memahami dan bersepakat untuk memakamkan jenazah Habib Husein di tempat yang merupakan tempat rumah tinggalnya sendiri. Kemudian orang menyebutnya “Kampung Baru Luar Batang” dan kini dikenal sebagai “Kampung Luar Batang.”
Dan sejak itu, setiap hari makam Luar Batang selalu dipenuhi para peziarah yang berdatangan dari berbagai pelosok.
Habib Husein Bin Abu Bakar al-Aydrus wafat pada Malam 17 Ramadhan, akan tetapi mengapa acara haul dari beliau diperingati setiap hari Ahad di akhir bulan Syawwal?
Hal ini merupakan ijtima’ dari para ulama dan habaib yang saat itu berada di bawah pimpinan Mufti Betawi, yaitu Sayyid Utsman bin Abdullah Bin Yahya. Di mana para penjajah saat itu masih menguasai dan transportasi yang sangat sulit sekali, serta bertepatan dengan keadaan orang-orang yang sedang berpuasa, sehingga diputuskanlah oleh para ulama dan habaib, agar pelaksanaan Haul al-Imam Husein bin Abu Bakar al-Aydrus diadakan pada akhir Ahad bulan Syawwal, di mana setelah orang-orang melaksanakan silaturrahim lebaranan, barulah kembali berkumpul dan bersilaturrahim di pusara beliau untuk memperingati Haulnya al-Imam Husein Bin Abu Bakar al-Aydrus.
Di sebelah timur makam Habib Husain, terdapat makam murid terdekat Habib Husain dari kalangan pribumi sekaligus penerjemahnya, yakni Haji Abdul Qodir. Sumber lain mengatakan, ia seorang dari etnis Tionghoa yang sudah masuk Islam. Ada keterangan yang mengatakan bahwa Habib Husain pernah berkata, “Barang siapa menziarahiku, tapi tidak menziarahi Haji Abdul Qodir, maka tidak diterima ziarahnya.”
Demikian yang dituturkan oleh Habib Ali bin Husein al-Atthas (Habib Ali Bungur), dalam karya monumentalnya, Taajul A‘ras, jilid II halaman 391-393.
Inilah sekelumit tentang perjalanan dan perjuangan dari al-Imam al-Habib Husein bin Abu Bakar al-Aydrus. Semoga Allah semakin mengangkat derajat beliau, dan semoga kita semua mendapatkan curahan keberkahan, rahasia-rahasia, dan ilmu serta karomah dari al-Imam al-Habib Husein bin Abu Bakar al-Aydrus. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin.
Baca juga: Karomah Mbah Thohir Bungkuk, Guru Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari