tebuireng.co – Jack and Sufi adalah novel yang mengajak pembaca untuk selalu mempertanyakan pendapat, pikiran, dan cara kita melihat orang lain dalam kehidupan lain.
Untuk itu, Jack and Sufi sungguh menarik untuk dikaji dan diambil intisarinya. Mengingat banyaknya dakwah-dakwah keagamaan yang akhir-akhir ini dilakukan dengan wajah garang, guyonan banyolan atau dengan lagak sok-sokan dengan terus nyerocos mengutip firman-firman Tuhan.
Mampukah kita mengajak ke jalan Tuhan tanpa harus terus-terusan melontarkan kata Tuhan dan Nabi, melainkan dengan nama dan sifat-Nya.
Novel Jack and Sufi yang cukup bagus untuk dibaca dan dipelajari serta diambil hikmahnya, terutama oleh para kaum sufi yang menginginkan suasana berbeda dalam mengenal Tuhan.
Umumnya mengenal Tuhan dilakukan dengan cara menyendiri dan berzikir di tempat-tempat yang sunyi dan suci, tapi tokoh Jack dalam novel Jack and Sufi mengambil cara yang berbeda yaitu dengan cara berzikir dan berdakwah di remang-remang Jakarta yang sebelumnya hampir tidak pernah di jamah oleh kaum sufi pada umumnya.
Novel Jack and Sufi kental dengan nasihat-nasihat alus dan mengalir seperti air. Sehingga seseorang tidak terasa diceramai atau digurui.
Selain itu, Jack juga dekat dengan anak muda dan bisa masuk ke dunia mereka lalu sejurus kemudian meminta mereka menafsirkan makna hidup seperti kisah di bawah ini.
Malam itu, para pemuda kampung berkumpul di Padepokan Jack. Mereka mulai asyik dengan obrolan malam seputar agama, masa depan, dan harapan-harapan di tengah ketidakpastian hidup.
Mereka anggap Padepokan Jack rumah kedua mereka. Pemuda-pemuda kampung ini tentu jauh dengan karakteristik pemuda kota.
Mulai dari cara pandang hidupnya, hingga soal-soal impiannya. Walaupun idealisme mereka tidak bisa diabaikan, kadang begitu unik, orisinal, dan tanpa beban.
Setiap memandang wajah-wajah mereka, Jack seperti menyalakan titik terang harapan masa depan umat ini.
Dalam hatinya bermunajat, “Oh Tuhan, tambahkan padaku pengetahuan, berikan padauk kepahaman (Robbii zidnii ‘Ilma, warzuqnii fahma….)”
“Bang, bagaimana kita bisa berpacu dengan bangsa-bangsa Barat yang sudah maju di segala bidang. Kita baru memulai, mereka hampir sampai di penghujung.
Mereka sudah mampu mendekatkan bulan, bintang, dan matahari seakan ada di depan kita, sedangkan kita? Kita masih konflik satu sama lain? Mulai saja belum….Bang!”
Pertanyaan Dedy, pemuda tamatan SMA, yang sudah tidak mampu lagi meneruskan kuliah di perguruan tinggi.
“Ada yang mau bertanya lagi?”
“Saya meneruskan pertanyaan Dedy, Bang,” sela Ahmad.
“Oke…Silakan.”
“Bagaimana yang dirasakan oleh Bang Jack dengan pertanyaan Dedy, saat Bang Jack sedang ngangon domba…”
Gerrrr
“Wah pertanyaan cerdas. Saya tahu isi pikiranmu…”
“Tambah saya Bang,” celethuk Sandi. “Nanggung. Begini, apakah akan ada Perang Dunia Ketiga?”
Jack mendengar semua dengan manggut-manggut. Ini semua soal masa depan mereka dan umat manusia.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara domba yang mengembik. Suaranya cukup keras.
Jack berlari ke kandang. Dan benar seekor domba betina sedang beranak.
Mereka ramai-ramai mendatangi kandang domba, menyaksikan lahirnya dua domba dari satu induk.
Jack tersenyum ceria, bersyukur pada Allah Swt.
“Domba-domba ini menjawab semua pertanyaan kalian tadi.”
“Pelajaran apa Bang dari domba ini?”
“Pertama, induk domba ini bersabar dalam mengandung, dengan penuh tawakkal tentang masa depan anak-anaknya.
Ia tak pernah gelisah dan takut, kelak anak-anaknya ini makan apa. Kedua, bagi para domba, bukan tempat yang mewah dan teknologi peternakan yang mereka impikan seperti di negara-negara maju, toh dunia domba dengan wataknya seluruh dunia ini tetap sama. Walau mereka, misalnya lahir dari hasil kloning.
Ketiga, kasih sayang dari pemilik atau penggembala, sangat berpengaruh pada perilaku domba.
Anak-anak muda itu ganti yang manggut-manggut. Ada yang pahamada yang tidak.
“Hmmm baru tahu saya filosofi Domba ini,” kata Ahmad yang tadinya menyepelekan domba di era global yang serba maju ini.
“Oke, Dedy, apa arti sebuah kemajuan jika tanpa kasih sayang dan cahaya?
Nabi Saw, lahir di tengah negeri padang pasir, dengan peradaban kaumnya yang begitu rendah dan jahiliyah.
Namun, beliaulah satu-satunya yang bisa menaklukkan dunia. Yakin lah pada Allah. Nabi menaklukkan bangsa-bangsa tidak dengan teknologi dan uang.
Tidak dengan kekuatan senjata dan maupun kekuatan bisnis yang mengglobal. Juga bukan karena kekuasaan yang hebat seperti Fir’aun dan sejumlah kekuatan super power.
Tetapi karena Cahaya. Cahaya yang menyibak kegelepan umat manusia. Kegelapan anti Tuhan, kegelapan kebodohan, kegelapan moral.
Baca Juga: Cara tasawuf memaknai tawakal
Hening, membungkam, sedikit mencekam. Mereka menghela nafas panjang.
Orasi Jack cukup meyakinkan dan menggugah.
“Dan ini jawaban khususnya untuk pertanyaan Ahmad. Para Nabi semuanya pernah menggembala domba.
Seorang penggembala seperti Musa dan Harun tidak pernah sedikit pun gentar di hadapan Fir’aun yang berkuasa dan menjadi super power ketika itu.
Seorang Ibrahim tak pernah nervous di hadapan Namrud yang diktator dan kejam. Seorang Yusuf, sosok yang pernah dijual pada Maharaja, tidak pernah takut dengan ancaman-ancaman penjara Raja ketika itu.
Dan semuanya pernah menggembala domba. Apalagi Sang Nabi kita Muhammad Saw, yang saat itu harus dikepung oleh kekuatan-kekuatan hebat di dunia.
Dan saya selalu belajar pada domba-domba ini. Pemuda-pemuda itu mulai terbengong-bengong.
Wajah mereka mulai memerah, semangat yang bangkit dari kedalaman jiwanya seperti sedang berkobar-kobar.
“Perang Dunia Ketiga? Jangan pernah takut. Orang-orang beriman jiwanya akan selalu aman. Ingatlah manusia itu lemah dan tak berdaya.
Jangan pernah takut dengan retorika-retorika mereka yang tidak beriman.
Jangan pernah terperdaya dan terpesona oleh ucapan dan kata-kata mereka, sehebat apapun logika mereka.
Dan kamu Sandi, jangan pernah takut dengan bayanganmu sendiri. Sejak zaman Nabi Adam As sampai besok Kiamat, sepanjang mereka disebut manusia, tetap saja watak dan karakternya sama!
“Siaaaap!” sambut Sandi.
Merekas berjalan menuju musala kecil di Padepokan.
“Jadi kami-kami harus bagaimana Bang?” celethuk Dedi.
Jack tertawa dan tersenyum lebar.
Ia sudah menduga akan ada pertanyaan seperti itu. Ia pandang satu persatu wajah-wajah pemuda itu.
Pandangan Jack serasa menembus jantung mereka. Menghujam dan meruntuhkan ego mereka. Dan mereka tampak menunduk, merenungi kata demi kata Jack.
“Anugerah Allah itu melimpah. Anugerah lahir maupun batin. Ia akan melimpah kepada kalian kalau kalian menyiapkan wadah Anugerah. Kalau kalian menyiapkan hati kalian penuh hina-dina di hadapan Allah, maka Allah menurunkan pertolongan-Nya dan mengangkat derajatmu. Kalau Allah memberikan ilmu-Nya pada kalian, maka kalian ditakdirkan belajar, kreatif, dan berdoa. Kalau Allah melimpahkan nikmat-nikmat-Nya, kalian lebih dahulu membangun wadah Syukur.”
Malam mulai larut dengan kegelapannya. Jack mengajak anak-anak muda itu salat dan berdoa bersama-sama sebelum pulang.
“Jangan lupa ya. Gantung Wudhu…”
Mereka menjawab dengan tersenyum dan saling memandang.
Masih banyak cerita unik lagi di dalam novel Jack and Sufi. Tulisan sederhana ini semoga bisa menginspirasi dan mencerahkan.
Dr KH M Lukman Hakim (Sufiolog dan Pimpinan Redaksi Majalah Cahaya Sufi)