tebuireng.co – Isi Peraturan Menteri Agama 73 tahun 2022 memuat tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama RI.
Total ada tujuh Bab dan 20 pasal, ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2022 tertanda Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas. Kemudian diundangkan di Jakarta pada tanggal 06 Oktober 2022 tertanda Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H Loaly
Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1, satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan di kementerian agama meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
pasal 1 ayat 5 kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa atau tidak secara paksa, atau bertentangan dengan kehendak seseorang atau dengan kehendak ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang menyebabkan seseorang mengalami penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.
Ayat 6, korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial yang diakibatkan kekerasan seksual.
Bab II menjelaskan bentuk kekerasan seksual. Dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Di ayat 2, kekerasan seksual meliputi menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
Masih di ayat 2, menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban. Melakukan percobaan perkosaan. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi
Membiarkan terjadi kekerasan seksual. Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa sesuai kepada korban meskipun sudah dilarang korban. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual dan/atau melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab III Pasal 6 pencegahan kekerasan seksual melalui sosialisasi, pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya dan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan
Pasal 7 dalam pencegahan kekerasan seksual satuan pendidikan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat dan/atau orang tua/wali atau keluarga peserta didik.
Pasal 8, satuan pendidikan wajib melakukan penanganan kekerasan seksual meliputi pelaporan, perlindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban.
Pasal 11 tentang perlindungan, ayat 1 disebutkan bahwa pimpinan satuan pendidikan memberikan perlindungan terhadap korban, saksi, pelapor, dan anak berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku.
Ayat 2, perlindungan diberikan sepanjang pihak tersebut berasal dari satuan pendidikan yang bersangkutan
Ayat 3, perlindungan kepada korban, saksi, pelapor, anak berkonflik dengan hukum meliputi kerahasiaan identitas, penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas perlindungan, jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi peserta didik,
Ayat 4, perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku meliputi perlindungan atas kerahasiaan identitas, jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi peserta didik dan perlakuan secara manusiawi