Barangkali kita masih ingat dengan kasus penangkapan Ismail Ahmad, warga Kabupaten Sula Provinsi Maluku Utara beberapa waktu yang lalu. Ia ditangkap tiga orang polisi usai menggugah joke legendaris yang dilontarkan Gus Dur berbunyi “Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan jenderal Hoegeng” di status facebook-nya. Meski pada akhirnya Ismail Ahmad dilepaskan, lantaran pihaknya bersedia meminta maaf, namun fenomena ini menjadi semacam penanda bahwa Indonesia benar-benar darurat humor.
Betapa tidak, humor legendaris itu sudah sangat terkenal, sudah ribuan orang yang mengutipnya, bahkan Tito Karnivian pun pernah mengutipnya ketika menghadiri haul Gus Dur di Ciganjur 2019 lalu. Wajar saja, kasus ini mengundang kecaman dari banyak pihak, termasuk di dalamnya Jaringan Gusdurian. Bahkan dua anak Gus Dur, Inayah Wahid dan Anita Wahid menyayangkan penangkapan Ismail Ahmad ini.
Fenomena ini seolah menjadi realisasi dari ungkapan legendaris dari Warkop DKI yakni “tertawalah sebelum tertawa itu dilarang”. Ungkapan itu ternyata sebuah satire, tentang akan datangnya waktu di mana orang-orang menjadi sedemikian sensitif dengan humor. Humor menjadi sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang mampu menghadirkan banyak kesalahpahaman.
Hilangnya Selera Humor
Barangkali, kasus itu hanya satu di antara sekian banyak kasus yang bermula dari hilangnya selera humor. Manusia modern agaknya mulai berjarak dengan hal-hal berbau humor. Setidaknya, kita juga bisa mengamati di berbagai acara yang bertajuk humor, komedi, atau lawak di televisi. Banyak acara di televisi yang alih-alih mementaskan humor, namun justru hanya sekadar gimmick, atau justru melakukan perundungan (bullying), hingga body shaming atau membicarakan fisik seseorang.
Acara-acara humor itu tak ubahnya hanya sekadar pementasan orang-orang yang saling melemparkan kata-kata yang tidak pantas. Sehingga kebanyakan tidak menghadirkan kesegaran, justru yang didapat adalah humor yang garing. Tidak mengena kepada penonton. Ditambah lagi kehadiran para penonton bayaran yang memang dibayar untuk tertawa. Menertawai sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri tidak merasakan kelucuan.
Jika membicarakan persoalan humor, kita tentu akan selalu teringat dengan grup legendaris, Warkop DKI. Komedi-komedi yang mereka buat sedemikian segar, ada perasaan lega ketika kita menonton tingkah mereka. Sebab yang ditampikan adalah humor yang cerdas, humor yang bernas. Kita semua tahu bahwa para punggawa Warkop adalah orang-orang cerdas yang memainkan peran sebagai pelawak. Alhasil semua ucapan, perilaku, dan banyolan-banyolan yang mereka sampaikan masuk ke hati penonton. Sehingga mereka tidak akan tergantikan di hati masyarakat Indonesia.
Ini semua lantaran humor yang ditampilkan adalah humor yang baik, bukan humor yang menciderai perasaan orang lain sebagaimana yang kerap ditampilkan oleh di televisi akhir-akhir ini. Padahal kita tahu bahwa humor yang baik adalah sebuah obat yang baik bagi pikiran dan tu
buh. Sebagaimana yang disampaikan Grenville Kleiser, seorang penulis dari Amerika Utara, bahwa Good humor is a tonic for mind and body. It is the best antidote for anxiety and depression. It is a business asset. It attracts and keeps friends. It lightens human burdens. It is direct route to serenity and contentment.
Humor bisa dijadikan sebagai self healing. Humor bisa dijadikan sebagai penawar untuk kecemasan dan depresi. Sehingga humor mampu meringankan beban yang dirasakan manusia baik pikiran maupun batin. Pada saat kita tertawa melihat atau mendengar humor, tubuh kita mengeluarkan endorfin. Endorfin inilah hormon yang membuat kita merasa bahagia dan membantu menurunkan stress. Endorfin inilah yang mampu merngurangi rasa sakit pada tubuh. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rick Riordan, humor is a good way to hide the pain.
Dengan humor, seseorang akan lebih santai dalam menjalani hidup. Akan lebih tenang dalam menghadapi pelbagai persoalan yang dihadapi. Maka kita bisa bayangkan betapa berpengaruhnya selera humor dalam kehidupan ini. Hidup yang notabene sudah banyak masalah, akan semakin runyam, lantaran hati dan pikiran kita tidak ada penyegaran. Ditambah lagi orang-orang yang tidak bisa menempatkan humor, yang dapat memunculkan banyak konflik.
Humor adalah Berkah
Sebagaimana saya kutip di awal, humor is mandkind’s greatest blessing. Menurut Mark Twain, seorang novelis Amerika Serikat, humor adalah berkah terbesar umat manusia. Banyak sekali sisi positif dari humor. Untuk itu kita perlu mempertahankan selera humor. Tentu humor yang baik, humor yang cerdas dan bernas. Bukan humor yang mencederai perasaan orang lain atau liyan.
Seorang komedian Amerika-Denmark, Victor Borge juga pernah mengatakan bahwa Humor is something that thrives between man’s aspiration and his limitasion. There is more logic in humor than in anything else. Because you see, humor is truth. Baginya, humor adalah sesuatu yang tumbuh subur di antara aspirasi manusia dengan keterbatasannya. Ada sekian banyak logika dalam humor. Sebab baginya, humor adalah kebenaran. Saya kira jika kita mengembalikan humor pada hakikatnya, kita akan mendapatkan banyak hal positif.
Untuk itulah, jika kita ingin keberkahan dalam hidup akan terus ada, kita perlu melanggengkan selera humor dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus sudahi darurat humor yang dewasa ini sedang menjangkiti tubuh Indonesia. Sebab darurat humor adalah representasi dari suramnya pikiran, sebagaimana Edward G Bulwer-Lytton, seorang novelis Inggris pernah berkata bahwa humor is the sunshine of the mind. Tabik
Oleh : Dimas Indianto S (Esais, Koordinator Gusdurian Bumiayu).