tebuireng.co – Ignaz Goldziher dibahas oleh banyak kalangan karena pemikirannya tentang hadis dan tajam. Ia meragukan keotentikan hadis yang beredar di umat Islam.
Hadis yang merupakan dalil kedua setelah Al-Qur’an memiliki kedudukan yang penting dalam Islam.
“Muhammadanische Studies” adalah judul buku yang ditulis oleh Ignaz Goldziher, salah satu sarjana Barat yang mengkaji sejarah hukum dan teolegi.
Di dalam buku tersebut, Goldziher menyatakan keraguannya terhadap autentisitas hadis.
Ignaz Goldziher adalah orientalis Hongaria yang lahir pada tahun 1850 M. Ia pernah belajar di Syiria pada Syaikh Tahir Al-Jazairi, dan sempat belajar di Univeritas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Dikarenakan keseriusannya dalam mengkaji Islam, di Barat ia diapresiasi sebagai orientalis yang paling mengerti tentang Islam dan menjadi fondasi dasar orientalisme dalam kajian Islam bidang sejarah, hadis, dan berbagai disiplin ilmu lainnya.
Tidak hanya di kalangan orientalis, pemikiran Goldziher berpengaruh terhadap pemikir muslim sendiri. Seperti halnya Muhammad Abu Rayyah dalam karyanya, “Adhwa ‘Ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah” dan Ahmad Amin dalam karyanya “Fajrul Islam”.
Menurut pandangan Goldziher, sebagian besar hadis yang ada dalam kitab-kitab hadis merupakan hasil pengembangan keagamaan, historis, dan sosial Islam dari tokoh-tokoh hadis abad pertama dan kedua.
Tidak benar, jika menyatakan bahwa hadis adalah dokumen Islam yang lahir sejak masa awal Islam. Dalam arti lain, Goldziher cenderung skeptik terhadap keaslian hadis lansung bersumber dari Nabi Muhammad Saw.
Di antara beberapa alasan skeptisisme Goldziher adalah dikarenakan adanya penelitian hadis yang digunakan ulama klasik dianggap menggunakan metode lemah yang yang tidak dapat dipertanggungajawabkan secara ilmiah.
Para ulama lebih menggunakan metode kritik sanad dan mengabaikan kritik matan yang mencakup beberapa aspek, seperti politik, sains, sosial, dan lainnya.
Kritik matan yang ditawarkan Goldziher, menjadi dasar baginya dalam menolak separuh hadis yang dikodifikasi dalam kitab Sahih Al-Bukhari. Seperti contoh hadis dalam bab Masjid Baitul Maqdis.
حَدَّثَنَا أَبُو الوَلِيدِ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ المَلِكِ، سَمِعْتُ قَزَعَةَ، مَوْلَى زِيَادٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يُحَدِّثُ بِأَرْبَعٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْجَبْنَنِي وَآنَقْنَنِي قَالَ: {لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ يَوْمَيْنِ إِلَّا مَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ، وَلاَ صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الفِطْرِ وَالأَضْحَى، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَتَيْنِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَبَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ، إِلَّا إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى وَمَسْجِدِي}
Menurut analisis Ignaz goldziher, hadis ini palsu dan dibuat dengan tujuan politik. Abdul Malik bin Marwan, Khalifah Dinasti Umayyah di Damaskus memerintahkan Al-Zuhri yang merupakan seorang ahli hadis untuk membuat hadis dengan sanad yang bersambung hingga Rosulullah Saw.
Atas dasar kekhawatirannya akan terjadinya pembaiatan orang-orang Syam yang pergi berhaji kepada Abdullah bin Al-Zubair. Karena itu Abdul Malik bin Marwan berusaha agar orang-orang dapat melaksanakan haji di Qubbah al-Sakhrah di Yerussalem.
Al-Ya’qubi dalam membantah pandangan Goldziher, menuturkan bahwa pembangunan Qubbah Al-Sakhrah selesai pada tahun 72 H dan pada saat itu Makkah telah berada dalam kekuasaan Bani Umayyah.
Karena itu mereka tidak berkepntingan untuk membuat peraturan baru terkait pemindahan ibadah haji yang akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri dan memberikan senjata lawan politiknya.
Dalam segi keilmuwan, menurut Fuad Saizkin, sosok Ignaz goldziher tidak mempelajari kitab-kitab ushul al-hadis secara lengkap dan hanya mengenal sebagian yang masih dalam bentuk tulisan tangan.
Selain itu, perihal metode ulama klasik yang mengabaikan kritik matan. Amrulloh dalam tulisannya tentang eksistensi kritik matan pada masa awal, dengan membaca temuan dan kontribusi Jonathan Brown, menjelaskan secara rinci bahwa kritik matan sudah dilakukan oleh para ulama hadis.
Hal ini dibuktikan dengan adanya, penolakan ulama hadis terhadap beberapa hadis yang dianggap tidak sahih tanpa menyinggung sanadnya terlebih dahulu. Setidaknya terdapat 15 sampel yang disajikan oleh Brown terkait hal ini.
Himmayatul H