tebuireng.co- Al-Imam Ibrahim bin Adham mengisahkan “Suatu waktu, aku pergi menjalankan ibadah haji, di tengah perjalanan, udara yang sangat dingin menyerang. Kemudian aku pergi menuju sebuah gua untuk bermalam dan berlindung dari hawa dingin yang ada. Saat aku masuk ke dalam gua, ada seekor singa besar yang ikut masuk. Setelah mengetahui keberadaanku, singa tersebut berkata, “Siapa yang memberimu izin masuk ke tempatku ini?”
“Aku hanyalah seorang musafir. Hai singa, aku ini masuk ke sini sebagai tamumu, maka muliakanlah aku sebagai tamu!”
Mendengar jawabanku, singa itu segera mendekat dan tidur di sampingku. Semalaman suntuk aku membaca Qur‘an hingga datang waktu Subuh. Ketika hendak keluar dari gua, singa itu berkata kepadaku, “Wahai Ibrahim, jauhilah sifat ujub! Jangan kau berkata, ‘aku tidur di samping singa dan selamat darinya‘. Demi Allah, sudah 3 hari ini aku belum makan. Seandainya kau bukan tamuku, pasti engkau sudah aku makan.”
Mendengar ucapan itu, aku segera memuji Allah dan pergi meninggalkan gua tersebut untuk melanjutkan perjalanan.
Ketika selesai melaksanakan ibadah haji, muncul hasratku untuk memakan buah delima. Sebelumnya, sudah 20 tahun aku menahan nafsuku untuk tidak memakan buah delima. Tetapi, saat itu jiwaku berkata, “Demi Allah, apabila engkau tidak memenuhi syahwatku untuk memakan delima, aku akan malas melaksanakan ibadah!”
Maka aku berkata kepada jiwaku, “Tenanglah! Nanti aku akan memenuhi syahwatmu.”
Tetapi ketika aku tengah berjalan, aku menemukan sebuah pohon delima. Aku hendak memakan 1 buah delima yang ada di pohon tersebut. Tapi ketika kumakan, ternyata rasanya asam. Kucoba memakan buah yang lain, tapi sampai 4 buah yang kumakan, rasanya tetap asam. Saat itu aku berkata dalam hati, “Engkau tidak akan merasa puas kecuali dengan buah delima yang manis.”
Maka aku pergi menemui seorang yang memiliki kebun buah delima. Aku meminta buah delima darinya. Ia memberiku 1 buah delima. Tapi rasanya tetap asam seperti sebelumnya. Ketika aku menceritakan hal tersebut, dia memberitahuku, “Wahai Ibrahim, engkau ini terlalu menuruti nafsumu! Makanya yang rasanya enak menjadi tidak enak.” Ucapan orang tersebut sungguh bagaikan cambukan bagi jiwaku.
Imam Ibrahim bin Adham dimasukkan ke dalam jajaran para wali Allah, adalah karena beliau suka berdebat dan melawan nafsunya.
Maka dari itu, perhatikan hal tersebut; takutlah hanya kepada Allah dan senantiasa lawan nafsu kita yang mengajak kita kepada keburukan dan kemaksiatan. Semoga kita senantiasa diberikan hidayah dan taufiq dari Allah untuk bisa senantiasa istiqomah dalam kebaikan dan ketaatan, aamiin.
Oleh: Ustadz Khoirul Anam
Baca juga: Ketika Allah Hanya Menerima Ibadah Haji 6 Orang dari 600 Ribu Jamaah