tebuireng.co– Ibn ‘Ashur dan konsep pendidikan maqasidi-nya sangat manarik dalam kaitannya dengan dunia pendidikan kita saat ini. Sebab pendidikan adalah tonggak peradaban. Semua orang sepakat dengan adagium tersebut. Untuk merealisasikannya, maka pendidikan harus terkonsep dengan matang. Setelah itu, konsep dan produk yang dihasilkan pendidikan harus sesuai dengan tuntutan zaman. Guru dalam mendidik muridnya perlu memahami kebutuhan murid yang hidup di zaman selanjutnya.
Hal ini disandarkan terhadap apa yang dikatakan oleh sahabat Ali r.a “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Manusia butuh akan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Untuk menunjukkan kekuasaan-Nya, Allah SWT. menciptakan nabi Adam a.s dengan pengetahuan yang lebih dibanding malaikat. Selain itu, nabi Muhammad SAW. dalam salah satu hadisnya menerangkan tentang kewajiban bagi manusia (muslim) untuk mencari ilmu.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” (HR. Ibnu Majah)
Secara filosofis, pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
Dengan sistem yang baik serta sifatnya yang responsif terhadap problem yang terjadi di lapangan, maka pendidikan dikira mampu mengantarkan manusia terhadap maslahah yang menjadi misi utamanya. Dalam ranah pendidikan, maslahah harusnya juga menjadi target capaian dari proses belajar-mengajar (hal.1).
Lalu bagaimanakah cara mencapai pendidikan yang responsif? Pendidikan yang responsif dapat tercapai ketika semua pihak, yakni guru dan murid sama-sama mampu menjadi subjek dalam proses pendidikan serta memiliki daya berpikir kritis yang tinggi terhadap problema yang terjadi di sekitar.
Pendidikan Maqasidi
Ibn ‘Ashur, selain ulama’ tafsir ia juga pemikir pendidikan kontemporer di zamannya. Konsep pendidikan yang ia tawarkan sempat menjadi perdebatan ulama’ kala itu. Pemikirannya tentang pendidikan dinilai terkontaminasi ide-ide Barat yang dikenal liberal. Sehingga penolakan akan buah pikirannya sangat banyak datang dari segala arah.
Ibn ‘Ashur mengenalkan konsep pendidikan baru dengan beberapa karyanya. Menurut hasil penelusuran Anang Firdaus, ide Ibn ‘Asyur tentang pendidikan tidaklah termaktub secara sempurna dalam satu karya tulis. Melainkan ia berceceran di berbagai macam karyanya. Hal inilah yang melatar belakangi Anang Firdaus untuk kemudian mengumpulkan beberapa hasil pemikiran Ibn ‘Ashur tentang pendidikan hingga terkumpul dalam sebuah buku yang utuh serta mudah dipelajari.
Beberapa karya Ibn ‘Ashur dalam ranah pendidikan banyak mengkritik kaum sebangsa dan seangkatannya yang terlalu kaku dalam memahami pendidikan. Sehingga kemudian mereka menjadi jumud. Dan akhirnya, kemunduran peradaban Islam secara khusus tidak dapat terelakkan. Juga bagi mereka yang memberlakukan sistem pendidikan secara dogmatis dan mengesampingkan paradigma berpikir kritis. Ini sungguh sangat fatal bila tetap dibiarkan dalam dunia pendidikan. Sebab realita selalu berubah dan kebenaran selalu ditemukan tafsiran lainnya. Tanpa mengurangi derajat mulia guru, perlu kita akui bahwa kebenaran tidak selamanya datang dari apa yang disampaikan oleh guru.
Ibn ‘Ashur menginginkan guru dan murid sama-sama menjadi subjek dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi aktif keduanya sangat perlu untuk mencapai tujuan bersama, yakni terbebasnya diri dari kebodohan serta sama-sama mencipta kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Konsep yang ditawarkan Ibn ‘Ashur tentang pendidikan berdasar perspektif maqasid, yang terhimpun dalam buku Menggagas Pendidikan Maqasidi ini berdasar pada empat nilai. Di antaranya, al-Fitrah (pendidikan yang mengembangkan potensi manusia), al-Samahah (pendidikan yang menyenangkan), al-Musawah (pendidikan untuk semua) dan al-Hurriyah (pendidikan yang memerdekakan).
Al-Quran Sebagai Pijakan
Al-Quran hadir sebagai petunjuk bagi manusia tidak hanya dalam hal beribadah atau ta’at kepada Allah Swt. Lebih dari itu, sebenarnya Al-Quran juga sebagai pedoman bagi setiap hal dalam hidup. Baik dalam ranah ibadah, sosial, pendidikan dan lainnya.
Rumusan Maqasid Al-Quran dalam pemikiran Ibn ‘Ashur dibagi menjadi dua. Al-maqasid Al-Quran al-‘Ammah dan al-Maqasid Al-Quran Al-Khassah. Dijelaskan bahwa al-Maqasid Al-Quran al’Ammah menargetkan tiga pencapaian. Kesalehan individu (al-Salah al-Fardiy), kesalehan sosial (al-Salah al-Ijtima’iy) dan kesalehan peradaban (al-Salah al-‘Umrany).
Dua cakupan maqasid di atas dalam bahasa kita ialah cakupan maqasid secara umum dan cakupan maqasid secara khusus. Bedanya, secara umum Al-Quran mengandung nilai -nilai yang dapat diamalkan oleh manusia secara umum. Baik itu orang Muslim maupun non Muslim untuk mencapai tiga target capaian yang telah disebutkan di atas.
Sedangkan secara khusus, nilai yang terkandung dalam Al-Quran hanya dapat diakses oleh orang Islam saja. lebih jelasnya, pembaca dapat menemukan uraian lengkap tentang hal dimaksud pada bab IV di buku ini.
Memahami uraian penulis tentang pemikiran Ibn ‘Ashur dalam ranah pendidikan, dapat disimpulkan bahwa; pertama, Al-Quran punya konsep yang sempurna tentang kerangka hidup menuju kehidupan yang sempurna pula. Tidak hanya terbatas pada ranah ‘ubudiyah dan keyakinan akan hal-hal ghaib saja, melainkan juga bicara tentang bagaimana caranya menggapai kesejahteraan dalam hidup yang saat ini (dunia) hingga nanti (akhirat).
Kedua, Al-Quran telah menyampaikan sebuah konsep pendidikan yang membebaskan atau memerdekakan. Bukan pendidikan yang menekan dan mengekang peserta didik. Salah satu kisah dalam Al-Quran yang dijadikan contoh dalam buku ini ialah kisah nabi Musa dan nabi Khidir yang termaktub dalam surah al-Kahfi. Hal tersebut merupakan bagian dari maqasid Al-Quran yang telah disebutkan di atas.
Dikisahkan dalam Al-Quran tentang bagaimana seharusnya seorang murid itu punya kemauan besar dalam belajar, berani mengajukan pertanyaan tentang apa yang hendak ditanyakan, mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk belajar serta patuh kepada apa yang diamanahkan oleh seorang guru kepada diri sang murid.
Apa yang tercatat dalam Al-Quran kemudian diuraikan lebih jelas dan luas oleh Ibn ‘Asyur juga menunjukkan tentang keagungan Al-Quran. Ia benar-benar relevan di setiap tempat dan waktu. Kosep pembelajaran pendidikan mandiri yang dipelopori oleh Jean Piaget (hal.250) telah dibahas oleh Al-Quran dalam kisah nabi Musa a.s dan nabi Khidir jauh hari sebelum lahirnya teori tersebut.
Buku dengan judul “Menggagas Pendidikan Maqasidi; Konstruksi Pemikiran Maqasid Ibnu ‘Ashur sebagai Paradigma Pendidikan Islam” cocok dibaca oleh pegiat pendidikan. Bagi guru, hal ini sebagai refleksi sekaligus pengingat bahwa anak didiknya punya hak untuk mempelajari apa yang ia sukai. Begitupun bagi seorang murid, kesadaran akan tugasnya sebagai pelajar tidak hanya memahami sesuatu yang telah lama. Akan tetapi juga harus mampu menyciptakan suatu terobosan baru bagi peradaban manusia. Wallahu A’lam.
Identitas Buku;
Judul: Menggagas Pendidikan Maqasidi “Konstruksi Pemikiran Ibn ‘Ashur sebagai Paradigma Pendidikan Islam
Penulis: Mohammad Anang Firdaus
Penerbit: Pustaka Tebuireng
Tahun Terbit: cetakan I, April 2021
Tebal: Iiv – 343 halaman
Peresensi: Ahmad Fikri