tebuireng.co – Hukum mengambil barang luqatah berbeda-beda bahkan menjadi sangat berbeda ketika yang ditemukan adalah berupa makanan.
Luqaṭah (barang temuan) adalah suatu barang yang hilang dari pemiliknya. Namun, hilangnya barang dari pemiliknya tersebut tidak mengakibatkan kepemilikannya terhadap barang tersebut juga hilang.
Menurut mazhab Hanafi, luqatah adalah harta yang ditemukan seseorang, yang pemiliknya tidak diketahui dan harta ini tidak termasuk ke dalam kategori harta yang boleh dimiliki, seperti harta kafir harbi.
Hukum mengambil barang luqatah menurut pandangan Imam Malik, bahwa barang temuan itu tetap menjadi tanggungan (ganti rugi: biaya) bagi si penemu, sekiranya ia telah melakukan tindakan, baik dengan cara menyedekahkan dan atau memanfaatkan.
Alasan Imam Malik, lantaran barang temuan itu adalah serupa dengan wadi’ah (barang titipan), sehingga bagaimana pun keadaan barang tersebut tentu tidak berpindah status kepemilikan kepada orang lain (si penemu). Karenanya jika rusak perlu mengganti atau membayarkannya.
Kejadian menemukan barang luqatah sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat, tapi masih banyak orang yang mengabaikan hukum dari luqatah tersebut.
Mayoritas masih berbanggapan bahwa barang temuan adalah rezeki yang bisa diambil dan menjadi miliknya.
Melansir dari artikel yang dimuat oleh pm.Unida.Gontor.ac.id, hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya.
Jika status hukum barang temuan itu dibolehkan untuk diambil, maka anjuran atas barang luqatah juga dituntut untuk memeliharanya dengan baik. sebagaimana hadis rasulullah
Dari Zaid bin Khalid berkata, seorang datang kepada Rasulullah SAW, menanyakan tentang luqatah, Rasulullah SAW bersabda: Kenalilah wadah dan tali pengikatnya, kemudian umumkan selama satu tahun, maka jika dating pemiliknya (kembalikan padanya), jika tidak maka sesukamu.
Ditanya: Jika menemukan kambing?
Rasulullah SAW menjawab: kambing itu untukmu atau saudaramu atau bagi srigala. Jika mendapatkan unta? Rasulullah SAW bersabda: Apa urusanmu dengan unta? Dia sanggup cukup dengan minumnya dan kakinya, dia dapat mencari minum dan makanannya sehingga bertemu dengan pemiliknya.” (HR Bukhari-Muslim)
Namun, jika dalam suatu kondisi status barang tersebut tidak boleh diambil maka bagaimanapun barang tersebut tidak boleh diambil hingga ditemukan pemiliknya seperti menemukan luqatah di tanah haram Mekkah seperti hadis riwayat Abu Dawud tentang larangan Rasulullah SAW mengambil barang temuan pada saat orang-orang sedang mengerjakan ibadah haji, hadis tersebut ialah
Artinya: “Diceritakan Yazid ibn Khalid Mauhab dan Ahmad ibn Shalih berkata diceritakan ibn Wahab dikabarkan Umar dari Bakir dari Yahya ibn Abdurrahman ibn Hathib dari Abdurrahman ibn ‘Ustman al-Taymi sesungguhnya Rasulullah Saw, melarang mengambil barang yang hilang kepunyaan orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, kemudian berkata Ahmad berkata ibnu Wahab yakni tinggalkanlah barang temuan di waktu haji sampai ada orang yang mempunyai mengambilnya, berkata seperti itulah ibnu Mauhab dari Umar”. (H.R. Abu Dawud).
Bagaimana Jika yang ditemukan berupa hal-hal yang bisa rusak atau basi seperti makanan?
Dalam redaksi kitab Hasyih al-Baijuri dijelaskan bahwa orang yang menemukan luqatah berupa makanan yang bisa basi maka orang tersebut memiliki dua opsi.
Pertama, memakannya dengan ketentuan dia harus menggantinya atau membayar sesuai harganya apabila pemiliknya sudah diketahui.
Kedua, menjualnya dan menyimpan uangnya untuk dikembalikan pada pemiliknya jika sudah diketahui.
Demikian penjelasan barang luqatah baik berupa harta ataupun makanan.
Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh: Thowiroh