Kebutuhan mendasar psikologi manusia tanpa membedakan usia dan gendernya, ialah Autonomy, Relatedness, Competence (ARC). Autonomy bermakna kebutuhan untuk tidak dikekang, ia bebas memilih dan menjalani apa yang ia inginkan.
Relatedness ialah kebutuhan untuk terhubung satu dengan yang lain. Manusia satu membutuhkan manusia lain dalam interaksi dan kemanfaatan.
Competence yaitu kebutuhan untuk diakui orang lain, atau dianggap mampu. Seorang manusia butuh untuk dihargai dan dihormati. Ia boleh terkenal dan diakui kemampuannya.
Dalam kacamata agama, ada batasan-batasan terkait apa yang disebut validasi orang lain, atau kebutuhan terakhir di atas. Dalam aspek competence, disadari atau tidak, semua orang akan berlomba-lomba mendapatkan afirmasi positif dari orang lain. Entah yang bersifat duniawi, bahkan dalam aspek agama. Rasulullah pernah menyinggung hal ini, terkait batasan seseorang boleh tenar atau tidak.
Hukum Mencari Ketenaran
Dalam bahasa Arab, tenar senada dengan kata syuhrah. Ibnu Mandhur dalam lisanu al-‘arab mengatakan:
الشُّهْرَةُ: ظُهُور الشَّيء في شُنْعَة حَتَّى يَشْهَره النَّاس، قال الجَوْهري: الشُّهْرَة: وضوح الأَمر، والشَّهْرُ: القمر، سمي بذلك لشهرته وظُهوره، وقال الزَّجَّاج: سُمِّي الشهر شهرًا لشهرته وبيانه] اه
Syurah ialah menampakkan sesuatu dengan cara yang tidak baik sehingga orang-orang menjadikannya terkenal. Al-Jauhari berkata: Syuhrah : Kejelasan suatu perkara. Al-Syahr: Bulan, dinamakan demikian karena kemasyhuran dan penampakannya. Zujaj berkata: Bulan dinamakan syuhrah karena ia terkenal dan jelas]. selesai.
Jika ketenaran itu dicari oleh manusia, maka dimakruhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah shallalhu ‘alaihi wa sallam:
فقد روي عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: «حَسَبُ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ -إِلَّا مَنْ عَصَمَهُ اللهُ- أَنْ يُشِيرَ إِلَيْهِ النَّاسُ بِالْأَصَابِعِ فِي دِينِهِ وَدُنْيَاهُ» رواه البيهقي في شعب الإيمان
وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يُشَارَ إِلَيْهِ فِي دِينِهِ وَدُنْيَاهُ إِلَّا مَنْ عَصَمَهُ اللهُ» رواه الطبراني في مسند الشَّاميين
“Cukuplah seseorang dikatakan jelek/jahat apabila manusia menunjukkan jari-jari telunjuknya padanya (Bila ia menjadi pusat perhatian manusia) dalam segi agama dan dunianya, kecuali Allah menjaga orang tersebut.”
Pendek kata, mencari ketenaran memang tidak sepenuhnya dibenarkan dalam aturan agama Islam. Tetapi dianggap hal yang makruh. Namun demikian, Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengatakan:
اعْلَمْ -أَصْلَحَكَ اللهُ- أَنَّ أَصْلَ الْجَاهِ هُوَ: انْتِشَارُ الصِّيتِ، وَالِاشْتِهَارِ. وَهُوَ مَذْمُومٌ، بَلِ الْمَحْمُودُ: الخُمُولُ، إِلَّا مَنْ شَهَرَهُ اللهُ تَعَالَى لِنَشْرِ دِينِهِ مِنْ غَيْرِ تَكَلُّفِ طَلَبِ الشُّهْرَةِ مِنْهُ.. وَإِنَّمَا الْمَطْلُوبَ بِالشُّهْرَةِ وَانْتِشَارِ الصِّيتِ هُوَ الْجَاهُ وَالْمَنْزِلَةُ فِي القُلُوبِ، وَحُبُّ الجَاهِ هُوَ مَنْشَأُ كُلِّ فَسَادٍ.
Ketahuilah bahwa asal usul kemuliaan adalah: Penyebaran popularitas dan ketenaran. Hal ini berbahaya, tetapi yang terpuji ialah merendah diri. Kecuali orang-orang yang Allah Swt jadikan terkenal karena menyebarkan agama-Nya tanpa mencari ketenaran dari-Nya. Sebaliknya, apa yang dicari dari ketenaran dan popularitas adalah ketenaran dan status di dalam hati, dan kecintaan terhadap ketenaran adalah akar dari segala kerusakan.
Dengan demikian, mencari ketenaran bukanlah sesuatu yang baik jika hanya didasari oleh hawa nafsu ingin dipuji dan diidam-idamkan oleh manusia. Tetapi ketenaran itu menjadi positif apabila bisa menjaga hati dan tidak berusaha mencarinya. Karena banyak sekali tokoh-tokoh agama yang Allah muncul dan tenarkan, tanpa mereka cari.
Misalnya Gus Baha, beliau yang memang sudah memulai mengkaji tasfir puluhan tahun, tetapi dengan izin Allah bisa terkenal baru-baru ini dan banyak diikuti orang. Padahal pribadi beliau sendiri tidak menginginkan hal tersebut. Ciri khas ketenaran itu diberikan oleh Allah ialah tidak dicari dan pribadi tersebut ikhlas dalam menyebarkan agama. Seperti kata Imam Ghazali di atas, bahwa orang-orang yang Allah Swt jadikan terkenal karena menyebarkan agama-Nya tanpa mencari ketenaran dari-Nya. Semoga bermanfaat.
Penulis: Sutan Alambudi
Editor: Zainuddin Sugendal