Agenda nasional untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin negara dan sekaligus pemimpin pemerintahan. Memilih presiden sekaligus memilih kepala pemerintahan, segera akan dilaksanakan. Hajat besar lima tahunan, 14 Februari 2024 adalah momentum strategis bagi semua elemen bangsa. Dari kelas emperan, kelas rakyat jelata sampai kelas atas, borjuis, kelas pusat akan bertarung habis-habisan menentukan siapa yang memenangkan pertarungan Pilpres 2024 ini.
Semua Timses dan Paslon Capres dan Cawapres, sama-sama mengklaim didukung oleh mayoritas rakyat Indonesia. Ketiga Timses dan Paslon baik 01, 02, dan 03 sama-sama mengklaim menang satu putaran.
Hiruk-pikuk di alam nyata dan alam medsos sama-sama mengklaim didukung oleh mayoritas rakyat. Tidak hanya masalah dukungan, tetapi juga adu taktik dan strategi jitu mengambil hati rakyat. Sedang sama-sama dimainkan oleh masing-masing Timses ketiga Paslon Capres dan Cawapres.
Kristalisasi dukung mendukung antara Pilpres 2019 dan 2024 ini, menurut saya agak sedikit berbeda. Saat itu, 2019 muncul istilah-istilah “lucu” para pendukung Capres Cawapres dengan istilah Cebong dan Kampret. Pilpres 2024 ini, sepi dengan istilah2 lucu tersebut.
Saat ini muncul istilah baru, Politik Dinasti. Baik yang Pro dan Kontra. Sama-sama mempunyai alasan kuat dan rasional.
Politik Dinasti sejatinya bukan hal baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Sejak Orde Lama, Orde Baru, sampai saat ini. Bahkan kalau melihat pondasi mainstream perpolitikan Indonesia tidak lepas dari Dinasti. Apalagi, Indonesia berasal dari Kerajaan-kerajaan Nusantara baik yang skala besar maupun skala kecil. Kesultanan dan Kerajaan sejak zaman Singosari, Padjajaran, Kutai, bahkan Majapahit serta Kerajaan-kerajaan skala kecil di setiap kewilayahan di Nusantara, berpijak pada Dinasti.
Kalau membaca sejarah Peradaban Islam, sejak Dinasti Abbasiyah, Dinasti Umayyah, lalu dilanjut masa Kerajaan Islam, sampai runtuhnya Turki Usmaniy. Semua berpijak pada Politik Dinasti. Kelompok yang kontra Dinasti, alasannya juga rasional. Ini zaman Demokrasi. Dalam Madzhab Demokrasi, hukumnya “haram” memasang anak, kerabat dekat demi melanjutkan kekuasaan.
Dalam Madzhab Demokrasi, hukumnya “haram” melanggengkan kekuasaan dengan cara turun temurun. Adagium Demokrasi itu, Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat.
Demokrasi sesungguhnya hanyalah cara untuk mensejahterakan rakyat. Rakyat diperlakukan secara berkeadilan. Negara-negara dibelahan dunia, ada yang masih tetap memakai sistem kerajaan. Sebaliknya, juga ada negara yang menganut demokrasi. Sesungguhnya demokrasi atau tidak memakai demokrasi, hanyalah cara mensejahterakan rakyat. Kalau tujuan sama-sama Li Maslahatil ‘Aammah, atau untuk kemaslahatan umum, ummat, rakyat. Cara atau sistem apapun yang dijalankan, oleh penganut masing-masing sistem, sah-sah saja.
Kalau demikian, terserah dari sudut pandang mana mau meng-arti-kan. Baik yang Pro Dinasti Politik, ataupun yang anti, baik yang Pro Demokrasi maupun yang anti Demokrasi. Sama-sama memiliki alasan yang kuat. Sama-sama memiliki plus dan minus.
Partai politik yang ada saat ini, kalau harus jujur juga tidak lepas dari Dinasti Politik. Kalau bukan anaknya sendiri yang menjadi penerus sang Ketua Umum Partai, yang sekaligus sebagai Pendiri Partai. Setidaknya kerabat dekatnya, teman dekatnya, semuanya tetap ada kaitan “dekat” dengan Bos Utama, Sang Ketua Umum Partai Politik yang bersangkutan.
Pilpres 2024 ini semakin menarik perhatian rakyat dan hangat bahkan mulai memanas, karena masing-masing Timses dari masing-masing Paslon, sudah mulai saling buka membuka aib Paslon lainnya.
Black campaign, tak terhindarkan. Saling serang dan saling buka aib, yang menjurus kepada saling menjatuhkan Paslon Capres-Cawapres lain. Seharusnya semua pendukung dan Timses, harus sama-sama dewasa berpolitik. Harus Fear. Tidak saling membuka aib Paslon lain, apalagi isinya banyak menjurus hoax.
Rakyat seharusnya sudah semakin cerdas dan dewasa dalam berpolitik. Kita sudah banyak berpengalaman dalam pilihan langsung Pilpres sejak 2004. Di level atas, atau para Pemain Politik, selalu menampilkan teori politiknya Machiavelli, bahwa : “Tidak ada Kawan dan Lawan yang Abadi, yang ada hanyalah Kepentingan.”
Seharusnya, rakyat juga sudah dewasa dan cerdas mengikuti para elit politiknya. Jangan fanatik buta. Jangan Ashobiyyah. Dulu musuh, sekarang teman, dulu teman sekarang musuh. Tergantung afiliasi dan kepentingannya sama apa tidak?
Mulai dari kelas ecek-ecek, kelas warung kopi, kelas dukun politik, kelas indigo, kelas survey, sampai kelas tukang ramal, atau bahkan juru istikharah, kelas kiai baik yang pro Paslon Capres dan cawapres pilihannya. Semua sedang bergerak sesuai maqam dan radarnya masing-masing untuk saling memenangkan pertarungan Pilpres 2024 ini.
Semuanya sama-sama menginginkan satu putaran saja. Sebab, kalau tidak satu putaran, Pilpres 2024 ini sangat dinamis dan sama-sama “berbahaya” siapapun Paslon Capres Cawapresnya. Walaupun strategi satu putaran sangat berat, melihat peta yang ada, tapi hanya cara itu, untuk bisa selamatnya Paslon Capres-Cawapres yang sedang bertarung ini.
Adu taktik, adu strategi dan adu lihai cerdik dan kreatif Timses serta para pendukung Capres cawapres, sepertinya yang akan memenangkan Pilpres 2024 ini. Disamping gerakan secara massif lewat jalur partai politik pengusung dan pendukung Paslon, pasti juga akan berpengaruh di level grassroot.
Dukungan dari organisasi kemasyarakatan dan keagamaan tentu juga akan menambah pengaruh kemenangan. Ditambah dukungan secara langsung para Kiai-kiai, Gus, Ning, Lora, Ustadz, Kiai-kiai Kampung, di masing-masing Paslon Capres cawapres juga akan menambah pengaruh kemenangan.
Semua variabel di atas, tidaklah absolut dan bukan sebagai indikator mutlak kemenangan Pilpres 14 Februari 2024 mendatang. Ada faktor lain, yang juga sangat penting, yaitu faktor Kehendak Sang Maha Kuasa, Allah Robbul ‘Aalamien. Faktor Alam, Faktor Nasib. Garis Tangan seseorang termasuk menjadi Presiden Indonesia, sudah ditentukan oleh Yang Maha Berkehendak, Allah SWT. Wallahu A’lam
Oleh: Lora Fawaid Abdullah, Pendiri & Ketua Umum Gerakan Nasional Generasi Indonesia Bersarung-GIB, Pengurus LKPH2K Presnas Ikapete Tebuireng, dan Khadim PP. Al Aula Kombangan Bangkalan Madura.
Baca juga: Pilpres dan Panggung Sandiwara