tebuireng.co – Istilah hamilul quran dan hafidzul quran yang benar? Pertanyaan ini sering ditanya oleh kalangan santri dan masyarakat umum.
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Al Aqobah Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang Kiai Ahmad Kanzul Fikri selama ini para penghafal Al-Qur’an dipanggil hafidz atau hafidzoh. Padahal istilah yang lebih tepat menurutnya adalah hamilul quran.
Sehingga sebutan selama ini ada yang kurang telat buat para penghafal Al-Qur’an di Indonsia.
“Hamilul quran itu artinya orang yang membawa Al-Qur’an. Orang seperti ini tidak pernah meninggalkan kitab suci dalam keadaan apapun dan di manapun. Membaca dan mengkaji Al-Qur’an adalah kebutuhan hidup bagi orang model ini. Sehingga kurang tepat kalau dipanggil hafidz atau hafidzoh. Tapi di Indonesia sudah jadi umum dan dianggap benar,” jelasnya.
Ia menambahkan hamilul quran bearti orang-orang yang benar-benar menjadi pemandu Al-Qur’an, baik secara lafdzan wa ma’nan wa ‘amalan (hafal teksnya, paham artinya dan mengamalkan isinya). Sehingga ia lebih memilih idiom hamilul quran daripada hafidzul quran karena kedalaman maknannya.
Sebagaimana seorang ibu yang tengah hamil, para hamilul quran sedikitpun tidak melupakan atau bahkan menduakan keistiqomahannya bersama Al-Qur’an. Sama seperti seorang ibu yang selalu membawa janinnya kapanpun dan kemanapun ia pergi, tidak boleh acuh atau bahkan menggugurkannya.
Tingkatan ahli quran itu ada yang lafdzan saja, yaitu suka baca Al-Qur’an dan kemana-mana baca quraan. Tingkatan kedua yaitu wa maknan, di mana seorang itu tidak hanya membaca saja tapi juga memahami makna Al-Quran. Terakhir yaitu tingkatan mengamalkan isi Al-Quran,” ujarnya.
Pria yang biasa dipanggil Gus Fikri mengatakan berjuang membawa Al-Quran memang berat dan butuh kesabaran tinggi. Banyak godaan yang menghalangi peserta didik untuk tidak mendatangi majelis TPQ. Seperti main game, nonton televisi dan berselancar di dunia maya.
“Godaan yang menghalangi anak untuk belajar quraan semakin besar. Banyak yang malas ngaji, jadi tidak mengherankan ada anak tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA yang tidak bisa baca tulis quran. Bahkan ada yang sampai kuliah tidak bisa ngaji Al-Qur’an,” beber Gus Fikri
Padahal lanjut Gus Fikri, untuk membentuk karakter seseorang harus didasari dengan Al-Qur’an. Sebab nabi Muhammad SAW akhlaknya adalah Al-Qur’an. Dalam istilah lain kitab suci berjalan.
“Sahabat pernah tanya ke istri nabi SAW bernama Aisyah bagaiman akhlak nabi. Saat itu Aisyah menjawab akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Quran. Seharusnya umat Islam meniru Nabi Muhammad SAW,” pungkasnya.