Dzikir merupakan cara seorang hamba mengingat Allah, baik lewat ucapan, pikiran, maupun perasaan. Dzikir bisa berupa membaca tasbih, tahmid, tahlil, istighfar, atau kalimat lain yang mengingatkan kita pada keagungan dan kebesaran Allah.
Menurut Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan, Dzikir bukanlah sekadar lantunan dari lisan yang diulang-ulang. Pada hakikatnya, dzikir yang sesungguhnya adalah dzikir yang diucapkan oleh lisan, dipahami oleh akal, dan dihayati oleh hati.
Ketika seseorang berdzikir dengan penuh kesadaran, maka pikirannya akan terfokus pada makna yang terkandung dalam kalimat dzikir tersebut. Di situlah dzikir menjadi luar biasa, bukan karena banyaknya jumlah, tetapi dalamnya penghayatan.
Ia juga menjelaskan bahwa dzikir tidak terbatas hanya pada saat duduk di atas sajadah sambil memegang tasbih. Akan tetapi, Setiap hati yang senantiasa mengingat Allah, di mana pun dan dalam kondisi apa pun, pada hakikatnya termasuk orang yang sedang berdzikir.
“Salah satu bentuk dzikir yang memiliki kekuatan luar biasa adalah kalimat “La haula wa la quwwata illa billah” Kalimat ini bukan hanya dzikir biasa, melainkan sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad ﷺ bahwa kalimat tersebutadalah harta karun dari harta-harta yang tersembunyi di dalam surga,” jelas Habib Jindan seperti dikutip dalam kanal youtube @Masjid Raya Bintaro Jaya TV. Selasa (15/04/25).
Habib Jindan menekankan bahwa kalimat ini adalah bentuk pengobatan ilahiah bagi berbagai penyakit hati dan problem kehidupan. Ketika seseorang dilanda stres, tekanan hidup, atau kegelisahan batin, dzikir ini menjadi penyejuk dan pelipur hati.
Senada dengan itu, Habib Umar bin Hafidz—ulama besar dari Yaman—menyarankan agar ketika seseorang sedang mengalami beban pikiran atau stres berat untuk membaca kalimat “La haula wa la quwwata illa billah” sebanyak minimal 40 kali dengan penuh penghayatan. InsyaAllah, dengan izin Allah, hati akan menjadi lebih tenang, beban pikiran akan diangkat, dan jiwa akan lebih mudah menerima setiap garis takdir dari-Nya.
Kalimat ini juga membuka pintu tawakal dan keridhaan kepada Allah SWT. Ia mengajarkan manusia bahwa segala daya dan kekuatan sejatinya berasal dari Allah semata. Ketika hati berserah kepada-Nya, maka Allah akan mencukupkan dan mengatur segala urusannya dengan cara yang terbaik.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ٣
Artinya: Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allahlah yang menuntaskan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah membuat ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. At-Talaq: 3)
Melalui dzikir inilah, seorang hamba belajar untuk tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah, menyerahkan segala urusan hidupnya, dan yakin bahwa apa pun yang Allah atur pasti lebih baik daripada apa yang ia rencanakan sendiri.
Maka, hendaknya setiap muslim untuk memperdalam makna dzikir, bukan sekadar menggerakkan lisan, tetapi juga melibatkan hati dan pikiran. Karena dzikir yang hakiki bukan hanya menenangkan, tapi juga menghidupkan hati dan mengarahkan jiwa menuju kedekatan dengan Allah SWT.
Baca juga: Pilih Dzikir Lirih atau Keras, Ini Saran dari Gus Baha