tebuireng.co – Hadis menyikapi pernikahan dini bagaimana? Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat. Khususnya masyarakat yang melarang pernikahan dini dan aktivis perempuan.
Bila merujuk hadis, hal ini telah diterangkan di dalam hadis tentang anjuran menikah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari nomor 5065 :
صحيح البخاري كِتَابُ النِّكَاحِ بَابُ قَوْلِ النَّبِيِّ : ” مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ “.5065المجلد :7 الصفحة : 3
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ ، قَالَ : حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ ، عَنْ عَلْقَمَةَ ، قَالَ : كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ بِمِنًى، فَقَالَ : يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ، إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً. فَخَلَيَا، فَقَالَ عُثْمَانُ : هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ ؟ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللَّهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ، فَقَالَ : يَا عَلْقَمَةُ. فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ : أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ، لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ “.
Artinya :
Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami: Ayahku menceritakan kepada kami: Al-A’masy menceritakan kepada kami, beliau berkata: Ibrahim menceritakan kepadaku, dari ‘Alqamah, beliau berkata: Aku pernah bersama Abdullah. Kemudian beliau berjumpa dengan Utsman di Mina. Utsman berkata: Wahai Abu ‘Abdurrahman, sungguh aku ada keperluan denganmu. Maka keduanya menyepi. Utsman berkata: Wahai Abu ‘Abdurrahman, apakah engkau ingin agar kami menikahkan engkau dengan seorang perawan yang dapat mengingatkanmu pada masa lalumu? Ketika Abdullah melihat bahwa dirinya tidak berhasrat menikah, beliau memberi isyarat kepadaku. Lalu beliau berkata: Wahai Alqamah. Aku pun mendekat kepadanya. Beliau melanjutkan: Jika engkau mengatakan itu, maka sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada kami, “Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka hendaknya dia menikah. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa, karena puasa dapat memutus syahwatnya.”
Di atas ini adalah teks suci bagaimana hadis menyikapi pernikahan dini, sebagai pegangan dan tambah yakin dengan pedoman agama.
Pernikahan merupakan perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan halal dengan syarat dan rukun tertentu, sebagaimana yang telah dijelaskan didalam Al-Qur’an surah Az-Zariyat ayat 49, bahwasanya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini diciptakan berpasang-pasangan oleh Allah Swt.
Terkait dengan hukum menikah, telah dijelaskan dalam fikih bahwa hukum menikah disesuaikan dengan kondisi dan tujuan dari setiap individu. Ada kalanya mubah, wajib, makruh, sunah, dan haram.
Baca Juga: Ustaz Yusuf Mansur: Nikah Muda Baik
Tujuan utamanya adalah menundukkan pandangan dan membentengi diri dari perbuatan keji dan kotor. Tidak hanya agama yang mengatur hukum menikah, bahkan negarapun memberi ketentuan tertentu bagi orang yang ingin menikah, diantaranya ialah memenuhi syarat-syarat untuk menuju sebuah pernikahan yang harmonis, baik dari segi keilmuan, fisik (kesehatan), maupun materi (harta).
Negara Indonesia telah menetapkan kebijakan hukum menikah terkait batas usia dalam Undang-undang Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan dari pihak laki-laki pria mencapai umur 19 tahun dan dari perempuan telah mencapai umur 16 tahun.
Hal ini bertujuan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari segi apapun yang menjadi ketentuan untuk menikah. Namun, tak jarang penduduk Indonesia yang memilih untuk menikah di usia muda dengan berbagai faktor, baik dari faktor ekonomi maupun adat istidat (perjodohan).
Tak sedikit dampak negatif yang disebabkan dari menikah diusia dini dibeberapa sudut pandang, diantaranya menghambat proses pendidikan dan pembelajaran lantaran banyaknya tugas yang harus dilakukan setelah menikah.
Selain itu, ditinjau dari segi kesehatan, bagi perempuan yang menikah diusia dini rentan mengalami pendarahan dan keguguran bahkan kematian disebabkan keracunan kehamilan akibat hipertensi dan depresi.
Selain itu, banyaknya angka perceraian disebabkan ketidak siapan dari kedua belah pihak untuk memenuhi kebutuhan dalam berumah tangga, seperti nafkah lahir maupun batin.
Dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai keinginan untuk menikah haruslah memenuhi syarat dan ketentuan menikah demi terwujudnya pernikahan yang sakinah, mawadah, dan warahmah.
Hal tersebut tidak hanya dari salah satu pihak saja, akan tetapi dari semua pihak baik suami maupun istri. Keduanya harus benar-benar siap dan mampu untuk menghadapi setiap persoalan dalam rumah tangga dan menjaga keutuhannya.
Oleh: Yusi Nurlaili Habibah