Mengirimkan Hadiah Pahala suatu bacaan (al-Qur’an atau dzikir tertentu yang di Indonesia biasanya di kemas dengan tahlilan) kepada Ahli kubur terjadi perbedaan pendapat. Masalah sampai tidaknya kepada si mayit, para ulama berbeda pendapat sebagai berikut :
1. Mazhab Hanafi dan Hanbali berpendapat, bahwa hadiah doa itu bisa sampai pada si mayit, karena banyaknya hadits sahih yang menyatakan sampainya pahala perbuatan orang hidup yang dihadiahkan kepada orang yang sudah mati, antara lain:
Dalam hadits di riwayatkan oleh al-Bukhari diceritakan: Ada wanita dari Juhainah bertanya ke pada Nabi Saw. : Bahwasannya ibuku bernadzar akan naik haji, tetapi ia meninggal sebelum dapat melaksanakan nadzar hajinya tersebut. Apakah aku boleh menunaikan ibadah haji atas namanya (untuknya)? Nabi Saw. menjawab: Ya boleh, naik hajilah menggantikan dia. Perhatikanlah, andai dia punya hutang, apakah kamu akan membayar hutangnya? Perempuan itu menjawab : Ya, aku akan bayar hutangnya karena Allah. Nabi SAW menimpali: Padahal hutang kepda Allah lebih berhak untuk dibayar.
Bahkan ada hadits yang lebih eksplisit mengenai hal ini, yaitu sabda Nabi Saw. (yang maknanya): Bacalah surat Yasin untuk orang-orang mati di antara kamu (HR. Ahmad, Abu Dawud,an-Nasa-i dan lain-lain).
2. Sedang Mazhab maliki dan Syafi’i berpendapat, bahwa hadiah pahala bacaan itu tidak dapat sampai pada si mayit, dengan alas an banyaknya ayat al-Qur’an yang menegaskan, bahwa masing-masing orang itu hanya akan mendapat manfaat atau mudharat dari hasil amal perbuatannya sendiri. Seperti yang di terangkan dalam Qur’an surat An-Najm 39 yang artinya : Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah di usahakannya.
Kesepakatan Ulama
Tetapi ulama sepakat, bahwasannya doa orang yang masih hidup itu akan sampai kepada orang yang sudah mati. Mereka menggunakan surat al-Hasyr ayat 10 sebagai landasannya. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Jika masalah ini di diskusikan amatlah panjang dan rumit. Mendoakan seseorang yang telah mati adalah sebuah amal kebajikan orang yang masih hidup, bukan orang yang sudah mati. Masalah sampai atau tidaknya adalah urusan Allah. Jika meyakini doa tersebut sampai kepada yang mati ya di kerjakan. Jika ada yang meyakini tidak sampai ya tak perlu dikerjakan. Yang penting saling menjaga hubungan harmonis antar sesama tanpa mencemooh atau menuduh hal tersebut adalah bid’ah yang ujung-ujungnya terjadi perselisihan sesama muslim.
Pendapat tentang orang meninggal dapat melihat kita atau tidak di jelaskan dalam hadits shahih riwayat Muslim dari Anas RA, bahwa Nabi SAW bersabda yang maknanya: “Sungguh, mayit itu bila sudah di makamkan akan mendengar suara sandal orang-orang yang menguburkan tatkala mereka meninggalkan pemakaman”, dan hadits riwayat Ahmad dari Abi Sa’id al-Khudriy RA, bahwa Nabi SAW bersabda yang maknanya: “Sungguh, mayit itu mengetahui siapa yang memandikan, memikul dan memasukkannya ke dalam liang kubur”.
Ada Tiga hal yang perlu diperhatikan :
- Mengenai masalah ghaib (termasuk alam kubur) haruslah merujuk pada ayat al-Qur’an atau Hadits yang di riwayatkan secara mutawattir dan di aklamasikan oleh ummat Islam di semua generasi.
- Hadits tesebut hanya menyinggung keadaan mayit sejak meninggalmsampai di kuburkan dan tidak membe-ritahukan keadaan si mayit bertahun-tahun pasaca meninggal. Jadi apakah si mayit masih bisa melihat kita yang hidup atau tidak, Allahu a’lam. Karena arwahnya pastilah sudah berada dia alam barzakh.
- Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah Saw. membolehkan ziarah kubur. Namun kita tidak boleh mengharapan sesuatu dari mereka yang telah di kuburkan. Kepada Rasulullah sekalipun kita hanya mendoakan sebanyak-banyaknya dan bershalawat sebanyak-banyaknya. Dan dari pembacaan shalawat itulah Allah memberkahi kita lantaran shalawat tersebut. Begitu pula dengan para wali Allah, Allah memberikan berkah kepada orang kita lantaran doa yang kita baca. Bukan dari wali tersebut. Wallahu a’lam