Hadiah dari bulan Ramadan ini dijelaskan oleh Seketaris Majelis al-Muwasholah Pusat Habib Ahmad Mujtaba Shahab.
Bulan Ramadan menjadi bulan yang spesial di hati manusia dan selalu dirindukan kedatangannya. Bulan mulia dengan segala amal yang ibadah yang pahalanya selalu berlipat ganda menjadi teman terbaik bagi mereka yang benar-benar ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Menurut Habib Ahmad Mujtaba bin Shahab, dalam tausiahnya menjelaskan bahwa setiap teman akan memberikan hadiah ketika hendak meninggalkan.
Begitu pun bulan Ramadan yang akan memberikan hadiah terbaik setelah satu bulan penuh menjadi teman untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Habib asal Palembang ini juga memaparkan setidaknya terdapat tiga hadiah yang diberikan bulan Ramadan kepada umat muslim yang mana hal tersebut menjadi kesan tersendiri bagi mereka ketika telah tiba hari raya Idul Fitri.
Diantara tiga hadiah tersebut, yang pertama adalah kemudahan dalam meninggalkan perkara yang haram karena selama satu bulan sudah terbiasa dalam meninggalkan perkara yang halal (makan dan minum).
Menahan diri dalam meninggalkan perkara yang diperbolehkan seperti makan/minum selama Ramadan menjadi harapan agar bisa mempermudah umat muslim dalam menahan diri dan meninggalkan segala perkara yang haram ketika telah memasuki hari raya dan kembali menjalani bulan-bulan berikutnya.
Diantara hadiah dari bulan Ramadan yang kedua yaitu kemudahan untuk selalu istikamah dalam menegakan salat witir karena telah terbiasa selama satu bulan dalam menegakan salat tarawih dan witir.
Keistikamahan dalam menegakan salat witir di selain bulan Ramadan menjadi lebih mudah bagi mereka yang telah terbiasa menegakan salat tarawih dan witir di bulan bulan Ramadan.
Hal ini menjadi hadiah tersendiri bagi umat muslim karena salat witir merupakan salah satu salat yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadis disebutkan:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي سُفْيَانَ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرُ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ وقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ مَحْضُورَةٌ
“Barang siapa yang khawatir tidak bangun di akhir malam, maka witirlah terlebih dahulu. Sementara orang yang yakin bangun di akhir malam, kerjakanlah witir di akhir malam. Sebab, salat di akhir malam itu disaksikan malaikat dan lebih utama.” (HR Muslim).
Diantara hadiah dari bulan Ramadan menurut Habib Ahmad Mujtaba Shahab, yang ketiga adalah kemudahan dalam melaksanakan qiyamul lail.
Selama satu bulan kita telah terbiasa untuk bangun di waktu sahur. Kemudahan dalam melaksanakan qiyamul lail di bulan-bulan setelah Ramadan menjadi hikmah dibalik susahnya bangun ketika sahur.
Tiga hal tersebut merupakan kebiasaan baik sebagai hadiah dari bulan Ramadan kepada setiap umat muslim yangmana sangat disayangkan apabila kebiasaan tersebut hilang setelah berlalunya bulan Ramadan.
Sebagaimana komentar Al-Imam Bisyr Al-Hafi rahimahullah ketika diceritakan perihal seorang yang hanya semangat ibadah ketika bulan Ramadan saja. Ia pun berkata “Seburuk-buruknya kaum adalah mereka yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadan”.
Baca Juga: Penamaan Ramadan menurut Ahli Lughoh