Setiap orang pasti berharap mendapatkan pasangan yang terbaik, terlebih sesuai dengan kriteria yang ia dambakan. Setalah menjalin hubungan dengan sebuah akad pernikahan, setiap orang berharap hubungan yang dijalaninya langgeng dan setia. Sebab pernikahan bukan hanya sekadar tentang cinta dan bahagia, melainkan bagaimana seseorang dapat menjaga komitmen dan saling memahami pasangannya.
Oleh karena itu, agar sebuah hubungan menjadi langgeng dan sebuah pernikahan menjadi momentum sekali seumur hidup, maka setiap orang diharuskan memilih jodoh yang tepat. Hal ini telah banyak dijelaskan pada hadis Rasulullah Saw, salah satunya adalah hadis yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :” تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ “.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”
Pengasuh Pesantren Mambaul Hikmah Kendal, Jawa Tengah, Gus Rifqil Muslim, dalam podcast-nya bersama istrinya, Ning Imaz Fatimatuz Zahra di channel YouTube Lim Production, menjelaskan bahwa adanya empat kriteria dalam hadis tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu, disebabkan selera setiap orang berbeda-beda. Yang jelas empat kriteria tersebut sangat penting untuk dimiliki, sebab kata orang Jawa keempat hal itulah yang menjadi bibit, bebet, dan bobot yang dapat mencetak generasi yang berkualitas.
Sebagaimana yang dikatakan oleh guru beliau, Almarhum Mbah Maimoen Zubeir, bahwa seorang perempuan diibaratkan dengan sawah, sedangkan seorang laki-laki diibaratkan dengan benih. Maka jika ingin mendapatkan hasil panen yang bagus dan berkualitas, sawah dan benih tersebut harus sama-sama bagus. Dalam artian baik laki-laki maupun perempuan harus mempunyai kepribadian yang baik agar dapat menghasilkan keturunan yang baik pula.
Sekalipun jodoh telah ditentukan, bukan berarti setiap orang hanya cukup bersikap diam dengan menunggu takdir jodohnya, melainkan perlu untuk mencarinya. Namun, mencari jodoh tersebut bukanlah mencarinya di luar, melainkan dengan melihat ke dalam dirinya sendiri, sebab seseorang akan dibersamakan dengan frekuensi yang diradiasikannya. Dalam artian seseorang akan bersama dengan orang baik jika ia berusaha untuk memperbaiki diri.
Terkadang orang-orang beranggapan bahwa tugas seorang perempuan hanyalah menunggu, tidak seperti laki-laki yang dapat memilih dan mencari. Padahal baik itu laki-laki maupun perempuan diperbolehkan untuk memilih seperti apa kriteria yang diinginkannya, seperti halnya Sayyidah Khadijah yang mempunyai inisiatif untuk melamar Rasulullah Saw.
Sebuah pasangan tidak akan melanjutkan hubungan pada jenjang pernikahan melainkan keduanya sudah saling mengenal. Dalam Islam, perkenalan tersebut dikenal dengan istilah ta’aruf. Dalam proses inilah kedua pihak saling mengenal melalui sebuah CV (curriculum vitae) atau bertemu langsung dengan didampingi oleh keluarga masing-masing dan tetap memperhatikan batasan yang ditetapkan oleh syariat Islam. Selain itu, ta’aruf merupakan bentuk penyatuan visi kedua pihak, sebab keduanya sama-sama belum mengenal dengan berlandaskan ayat Al-Quran, surah Al-Hujarat: 13.
Ta’aruf bukan hanya sekedar perkenalan sebelum menikah, tetapi setelah menikah pun merupakan bentuk saling mengenali pasangan, sebab menikah adalah ibadah sepanjang hayat, di mana setiap pasangan akan mengetahui karakter asli pasangannya.
Dalam mengkhitbah (melamar) hendaknya seorang laki-laki menyampaikan maksud dan tujuannya dengan menggunakan adab yang baik, di antaranya adalah berbicara dengan sopan dan sebaiknya tidak memberi ekspetasi yang berlebihan.
Bagi seorang perempuan, penting baginya untuk mencari seorang laki-laki yang takut kepada Allah, sebab dengan takut kepada Allah ia akan takut melukai makhluk-Nya dan ia akan menjaga amanah-Nya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya serta melindungi keluarganya di bawah kepemimpinannya dengan baik.
Ada empat kriteria laki-laki yang tidak layak untuk dijadikan pasangan, yaitu
1. Lelaki yang tidak mampu menjaga pandangannya
2. Lelaki yang bakhil (pelit) kepada istri
3. Lelaki yang emosionalnya tidak stabil
4. Lelaki yang tidak memahami prinsip agama dan tidak memiliki gairah yang baik dalam menjaga prinsip agama itu sendiri.
Selain itu, perlu bagi perempuan untuk berusaha meningkatkan kapasitas dirinya. Dalam artian ia tidak beranggapan bahwa menjadi istri hanya akan bergelut dengan hal-hal yang itu saja, dalam istilah Jawanya disebut dengan 3M (masak, manak, macak), yakni memasak, melahirkan, dan berdandan. Sebab penting bagi seorang ibu untuk menjadi madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak- anaknya, karena anak yang cerdas tentu berasal dari ibu yang cerdas. Penelitian sains telah membuktikan bahwa 50% enzim kromosom yang membentuk kecerdasan anak berasal dari ibunya.
Oleh karena itu, jika menginginkan generasi bangsa yang baik dan cerdas, maka seorang perempuan terlebih dahulu harus mencerdaskan diri, karena dari situlah akan lahir bibit generasi agama, bisa, dan bangsa.
Penulis: Yusi Laili
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Ini Sebab Gus Rifqil Berhenti Merokok