Dalam buku “Gus Sholah, Sang Arsitek Penyatu Umat”, Gus Umar Wahid mengisahkan dua sosok kakaknya yaang hebat yaitu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah). Bagi Gus Umar, keduanya menjadi contoh bagi putra-putri KH Wahid hasyim dan telah mengajarkan banyak hal kepada adik-adiknya. Dalam bahasa Gus Umar, keduanya merupakan kakak, guru sekaligus teman bermain saat kecil di dalam rumahnya.
Gus Umar bercerita, di dalam keluarga besar pasangan KH Wahid Hasyim-Solichah, mereka terbiasa berbeda pendapat hingga sangat tajam. Terutama Gus Sholah dengan Gus Dur, dua tokoh ini bisa berbeda pendapat tajam sekali dan itu menjadi polemik. Ini lah cara mereka menikmati demokrasi. Namun, hubungan persaudaraan tetap baik-baik saja.
Baca Juga: Gus Sholah Selalu Tepat Waktu
Sebagai adik, Gus Umar menganggap Gus Dur sebagai mentornya. Dari kakaknya yang lain, yaitu Bu Aisyah, Gus Umar belajar mengenai tanggung jawab. Sebab di usia cuku muda sudah dipasrahi tanggung jawab merawat adik-adiknya setelah sang ayah wafat, dan dilaksanakan dengan baik sekali. Itu betul-betul hebat menurut Gus Umar.
Sementara itu dari sosok Gus Sholah, Gus Umar belajar arti sebuah kesabaran. Semasa hidupnya, Gus Sholah dikenal paling sabar di antara keenam putra-putrinya KH Wahid Hasyim. Paling bisa memanusiakan manusia. Selain itu, tutur katanya juga lebih lembut dibandingkan saudara-saudaranya. Itu lah kelebihan Gus Sholah dalam pandangan Gus Umar. Sementara Gus Dur dikenal lebih berani dan kadang di luar pikiran umumnya manusia.
Tokoh yang fokus di bidang kedokteran ini pernah ditugaskan di Cirebon sekitar tiga tahun lebih. Di sana, dokter Umar bertemu dengan para kiai seperti Kiai Abdullah Abbas Buntet, Kiai Masduqi Babakan Ciwaringin, Kiai Satori Arjawinangun, dan lainnya. Ada yang sempat menjadi santri langsung Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. Ada yang jadi teman KH Wahid Hasyim saat di pondok, ada juga yang muridnya KH Wahid Hasyim. Dari orang-orang terbeut, dokter mendapatkan cerita tentang ayahnya. Maklum, saat KH Wahid Hasyim wafat, usia Gus Umar masih kecil. Tak banyak kenangan yang sempat diukir.
Lewat sumber primer yang langsung bersentuhan dengan KH Wahid Hasyim, dokter Umar membuat kesimpulan yang kemudian dikonfirmasi kepada sumber-sumber tersebut, didapati ada tiga hal yang menonjol pada sosok KH Wahid Hasyim. Pertama, kecerdasan, kedua kesabaran dan ketiga disiplin waktu. Para tokoh yang ditemui Gus Umar ini juga bersaksi bahwa persamaan Kiai Wahid hasyim dengan Gus Dur itu terletak pada kecerdasannya, bedanya Gus Dur tidak mewarisi kesabaran.
Kesabaran KH Wahid Hasyim diwarisi putranya yang lain yaitu Gus Sholah. Gus Sholah tidak akan terpancing marah, Penagsuh Pondok Pesantren Tebuireng 2006-2020 itu sabar sekali. Sementara untuk sisi disiplinnya, dokter Umar berusaha mengisinya.Terlihat ketika ada janji maka ia akan datang lebih dahulu. Hal ini juga diterapkan Gus Sholah.
Baca Juga: Gus Sholah dalam Pandangan Jurnalis
Setelah dewasa, Gus Dur dan Gus Sholah memiliki fokus masing-masing. Kalau dilihat, Gus Sholah setelah lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) memilih bekerja sebagai arsitek dan fokus sebagai seorang profesional. Gus Sholah mendirikan perusahaan biro arsitek namanya PT Mirazh yang kantornya di Tebet. Gus Sholah banyak membuat gambar rumah, termasuk rumah Gus Umar di Billy Moon. Saat itu, dokter Umar tugas di Bangka, Gus Sholah yang mengawasi pembangunan rumahnya, juga semapt tinggal di rumah tersebut beberapa tahun selama dokter Umar di daerah.
Sebagai seorang pengusaha, menurut Gus Umar sosok Gus Sholah biasa-biasa saja, begitu juga Gus Sholah sebagai profesional, juga biasa-biasa saja. Pengakuan dokter Umar, di keluarga Wahid yang tidak tertarik dengan politik itu Gus Sholah dan dirinya, tapi kemudian Gus Sholah tertarik ke politik, sedangkan Gus Umar tetap tidak tertarik. Gus Umar menduga perubahan sikap Gus Sholah ini karena pergaulannya sebagai seorang arsitek dan pengusaha itu lebih luas dan bertemu banyak orang.
Kesuksesan besar Gus Sholah terlihat saat ia kembali ke Tebuireng setelah ditawari jadi Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng pada 2006. Sejak saat itu, Gus Sholah lebih banyak menghabiskan waktu untuk pesantren dan umat. Di bawah kepemimpinannya, Tebuireng berkembang pesat dan tata kelolanya menjadi lebih rapi dan terstruktur.
Gus Dur dewasa lebih banyak menghabiskan waktunya di politik. Pada awal tahun 1980-an, Gus Dur jadi pimpinan Nahdlatul Ulama, kemudian di masa reformasi mendirikan Partai Kebangkitan bangsa (PKB) hingga menjadi Presiden ke-RI. Gus Dur banyak mendampingi kasus yang menimpa minoritas di Indonesia. Ia digelari bapak pluralismenya Indonesia.
Namun, dokter Umar menegaskan kedua kakanya menjadi guru dan suri tauladan dalam bab keikhlasan dan kepedulian. Dua hal ini menjadi titik temu dari Gus Dur dan Gus Sholah. Meskipun kadang keduanya berdebat panjang dan saling adu argumen. Kedua tokoh ini di makamkan di Pondok Pesantren Tebuireng, satu lokasi dengan sang ayah dan kakeknya, KH M Hasyim Asy’ari. Ahmad Fao
Baca Juga: Humor itu Asyik