“Terorisme Zionis menjelma menjadi operasi militer Israel. Warga Palestina berubah menjadi penyusup di rumah-rumah mereka, sementara ribuan Yahudi berpindah menempati rumah-rumah hasil jarahan dan menjadi warga negara tetap.” Dikutip dari buku State of Terror: How Modern Israel Was Built on Terror karya Thomas Suarez
Sejak Invasi besar-besaran yang dilancarkan oleh perlawanan Palestina di sekitar jalur Gaza terhadap pendudukan Zionis Israel sejak 7 Oktober 2023 menarik perhatian banyak negara di kancah Internasional.
Dalam sebuah wawancara oleh media televisi Israel pada seorang pemukim perempuan dimana wanita tersebut diminta memberikan kesaksian terhadap serangan yang dilakukan pejuang-pejuang Palestina yang menyerbu rumahnya.
“Mereka masuk dan saya berkata kepada mereka: Saya punya dua anak di sini. Mereka melihat kami dan salah satu dari mereka berkata kepada saya: Jangan khawatir, saya Muslim, dan kami tidak akan menyakitimu,” ungkap wanita tersebut dilansir kanal youtube Aljazera Arabic.
Saksi tersebut mengungkapkan keherannan atas perilaku akhlak para pejuang di medan perang terhadap warga sipil tetapi hal yang tidak akan ditanyakan dan tidak akan bisa dijawab adalah bagaimana dahulu para zionis memasuki rumah-rumah warga Palestina 75 tahun yang lalu dan mendirikan entitas mereka di atas reruntuhan dan bertengger di puncaknya?
Entitas tersebut, baik lawan bicaranya maupun tamunya dalam pertemuan itu adalah bagian dan perpanjangan dari pendudukannya atas tanah Palestina yang dirampas di hadapan dunia, dan gagasan genosida dan pelanggaran kemanusiaan merupakan satu kesatuan. keberadaannya, berbeda dengan propaganda Zionis yang mengklaim bahwa kekerasan Israel tidak lain hanyalah reaksi terhadap operasi perlawanan yang digambarkan Tel Aviv sebagai terorisme.
Doktrin Pemusnahan Tanpa Sisa
Abdurahman al-Kayyali seorang sejarawan dan pemikir Palestina mendefinisikan bahwa kolonialisme sebagai kecenderungan negara-negara besar untuk secara sistematis menjarah kekayaan negara lain dan menghancurkan peradabannya.
Kolonialisme ini dikenal dengan kolonialisme eksploitatif dimana suatu penjajah menduduki negara terjajah secara militer dan administratif. Baik untuk tujuan ekonomi (merampas kekayaan dan memanfaatkan tenaga kerja) atau untuk tujuan strategis (pemanfaatan letak strategis untuk tujuan lain) hal ini yang dilakukan kolonialisme Barat dengan macam bentuknya di negara Afrika-Asia pada abad 18 sampai 20 awal.
Bebeda dengan pola kolonialisme di atas ada sebuah pola kolonialisme yang lain dimana kekuatan militer tidak puas hanya menduduki, mengelola dan menjarah negara terjajah tetapi pengaruhnya sampai mendapatkan tanah itu sendiri.
Dengan mengakhiri keberadaan kebudayaan masyarakatnya, sebelum mengundang warga negara kolonial untuk menduduki tanah tersebut dan menganggap mereka sebagai bangsa baru.
Sebagaimana yang terjadi di Amerika dan Australia dimana bangsa Eropa menggantikan posisi warga pribumi asli dan menjadi para tuan tanah.
Dari dua tipe diatas muncul tipe pola kolinialisme ke tiga yang menjadi entitas kolonial baru yang diwakili oleh Israel. Kolonialisme Zionis adalah penjajahan dan pemukiman pada saat yang sama. Setiap tanah yang didudukinya bebas aturan, tanpa memandang batas geografis atau batas hukum internasional.
Pemikir Prancis Gilles Deleuze dalam menggambarkan kolonialisme Zionis ia mengatakan bahwa “Israel tidak pernah menyembunyikan (sejak awal berdiri) tujuan utamanya untuk mengosongkan tanah Palestina dan menjadikannya nampak seperti tanah kosong yang diperuntukan untuk Zionis.” Gerakan penjajahan dan pencurian mereka begitu terang-terangan.
Pembersihan Etnis
“Harus jelas bagi kita bahwa tidak ada ruang bagi dua orang untuk hidup bersama di negara ini, dan tidak ada cara untuk melakukan hal itu selain memindahkan orang-orang Arab dari sini ke negara-negara tetangga, memindahkan mereka semua, dan tidak ada satu desa atau satu suku pun tetap ada,” ungkap pemimpin Zionis Yosef Weitz dalam buku hariannya.
Sejak pendudukannya di tanah Palestina, Zionis Israel sudah berkali-kali melakukan operasi pembersihan etnis Arab di tanah jajahannya beberapa peristiwa besar yang mejadi proyek misi Zionis antara lain.
1. Peristiwa Deir Yassin (1948)
Desa Deir Yassin dianggap sebagai salah satu peristiwa kontroversial selama Perang Kemerdekaan Israel pada tahun 1948. Desa ini diserang oleh kelompok milisi Yahudi, dan terjadi pembantaian yang menewaskan sejumlah besar warga sipil Palestina.
pembantaian terkenal di Deir Yassin, yang berlangsung sekitar 13 jam dan memakan korban jiwa sebanyak 254 warga Palestina, menurut Cross.Red, termasuk 52 anak-anak dan bayi, 25 wanita hamil, dan orang lanjut usia.
2. Operasi Pembersihan (Nakba, 1948)
Selama perang 1948, banyak warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, membentuk apa yang disebut sebagai Nakba (bencana). Beberapa kelompok menilai bahwa tindakan ini dapat dianggap sebagai pembunuhan etnis, sementara pihak Israel berpendapat bahwa pengusiran ini terjadi sebagai akibat dari konflik militer dan ketegangan politik.
3. Operasi Pijar Menara (2014)
Selama konflik Gaza pada tahun 2014, terjadi konflik antara Israel dan kelompok militan di Jalur Gaza. Banyak warga sipil Palestina tewas, dan beberapa tempat peribadatan dan bangunan sipil dihancurkan, memicu kontroversi dan tuduhan pembunuhan etnis.
Tihor-Lahishmid
Perang berakhir dan entitas tersebut menang, dan negara perampasnya didirikan di garis gencatan senjata, yang perbatasannya melebihi batas partisi PBB pada tahun 1947 sekitar satu setengah kali lipat.
Kemudian zionis menggunakan strategi kolonial yang dirangkum dalam dua kata “Tihor” dalam bahasa ibrani yang berarti membersihkan, melambangkan pengusiran penduduk dari rumahnya.
Dan “lahishmid” yang artinya menghancurkan, dimana militer menghancurkan rumah-rumah yang ditinggal pemiliknya dan dipasang ranjau di sekitar pemukiman tersebut agar pemiliknya tidak kembali.
Dengan dua kata strategi kolonial tersebut dimulailah perampasan harta dan tanah rakyat Palestina setelah perampasan nyawa dan jenazah dalam pembataiaan sebelumnya.
Penjarahan yang terjadi meningkat lebih luas sehingga mencangkup seluruh kelas masyarakat Zionis yang tinggal di Palestina. Mereka hampir menyisir seluruh pedesaan dan menjarah segala harta benda di sana.
Namun, pencurian tersebut tidak terbatas pada imigran dan pemukim biasa saja, namun perwira dan tentara juga ikut serta di dalamnya dengan kontribusi yang signifikan, seperti yang disebutkan oleh sejarawan Palestina “Salman Abu Sitta” bahwa mereka menjarah rumah, termasuk uang, perhiasan, dan harta benda berharga. selain menjarah gudang, bengkel, dan peralatan pertanian, alat berat dan kawanan ternak
Strategi kolonialisme Zionis ini tidaklah terjadi begitu saja tetapi merupakan proyek yang sudah dirancang secara matang dan berjalan secara sistematis, proyek Zionis ini dimulai ketika parlemen Inggris memutuskan untuk mengirimkan warga Yahudi untuk berpindah ke tanah Palestina yang memang pada saat itu menjadi daerah kekuasaan otoritatif Inggris setelah Turki otoman kalah dalam perang dunia ke satu.
Penulis: Badar Alam Najib
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Dituding Hina Palestina, Brand Zara Terancam Diboikot