tebuireng.co – Gaji petinggi ACT viral di media sosial, Aksi Cepat Tanggap (ACT) melalui majalah Tempo diberitakan terjerat korupsi internal. Lalu kenapa ACT terjerat kasus —semacam— korupsi di internal lembaganya?
Indonesia di 2021 kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index. Lembaga pengepul sedekah tumbuh bagai jamur di musim hujan. Mereka menyadari potensi besar dari masyarakat Indonesia yang dermawan ini. Salah satunya ACT.
ACT berdiri tanggal 21 April 2005, ACT secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.
Untuk memperluas karya, ACT mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, kemudian mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan pascabencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.
ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya ACT secara rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik kepada donatur dan pemangku kepentingan lainnya, serta mempublikasikannya melalui media massa.
Sejak tahun 2012 ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas.
Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
ACT salah satu lembaga zakat nasional paling progresif dalam panggung lembaga filantropi di Indonesia, bahkan dunia. Terakhir, saya mengetahui, ACT telah meluncurkan program kemanusiaan inovatif berupa food bus.
Bus yang biasa digunakan untuk perjalanan pariwisata atau angkutan umum, oleh ACT disulap menjadi bus penyedia makanan cepat saji dengan menu terbaik ala restoran.
Majalah Tempo, salah satu media jurnalis terbesar di Indonesia meluncurkan berita yang sudah pasti menghebohkan. Viral. Bukan Tempo kalau tidak heboh dan viral. Kali ini jurnalisnya berani menurunkan berita “panas” soal ACT yang pimpinannya bergaji ratusan juta perbulan dari dana sumbangan umat.
Perolehan fundrising ACT tiap tahun, sekurang-kurangnya saya yakin bisa mencapai setengah triliun. Entah berapa triliun kalau asetnya diakumulasi. Sungguh, ACT ini lembaga yang sangat besar dengan kekuatan finansial terbaik.
Untuk memperkuat catatan harian saya ini, perlu saya ungkapkan, jika saya adalah salah satu pelaku pada lembaga Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas), meskipun bukan bekerja pada ACT.
Pola dan berbagai programnya saya paham betul. Saya sendiri pernah “menyusup” pada 2 Laznas besar di Indonesia, hampir 2 tahun lamanya. Saya hendak belajar sekaligus yang terutama adalah mempelajari manajemen Laznas-nya dari dalam. Bukan kata-katanya.
Majalah Tempo memperoleh temuan pengeluaran gaji besar petinggi dan fasilitas mewah dari kas ACT. Ahyudin, pendiri dan mantan Presiden ACT, ditengarai menerima gaji sebesar Rp. 250 juta per bulan.
Kemudian pejabat senior vice president menerima Rp. 200 juta, vice president dibayar Rp. 80 juta, dan direktur eksekutif mendapat Rp 50 juta. Gaji para pejabat ACT ibarat bumi dengan langit jika disandingkan dengan lembaga amal sejenis.
Para petinggi yayasan ini juga menerima fasilitas kendaraan dinas menengah ke atas seperti Toyota Alphard, Honda CR-V, dan Mitsubishi Pajero Sport. Bukan hanya itu, Ahyudin juga secara leluasa memakai dana organisasi untuk membayar uang muka rumah dan pembelian furnitur buat istrinya.
Ahyudin memimpin ACT selama tujuh belas tahun, lengser 11 Januari 2022 dan baru diumumkan olehnya di facebook pada Apri 2022.
Terkait kasus ACT, saya akan jawab dengan tegas, ya tidak aneh tidak apa. Semua lembaga, bukan hanya ACT, semuanya berpotensi melakukan penyelewengan.
Apakah ia lembaga filantropi, lembaga pendidikan, lembaga dakwah dan lain sebagainya. Bayangkan, ACT itu lembaga profesional pengelola dana sosial umat. Indikator profesionalnya bisa saya pastikan, yakni terdaftar resmi di semua instansi yang berwenang dalam hal perizinan, ACT juga istikamah melaporkan perolehan dan pengelolaan keuangannya, selain juga mempunyai auditor internal dan eksternal, laporan keuangan diakses terbuka, dewan pengawas syari’ah, dan seterusnya.
Lalu pertanyaan berikutnya, kenapa lembaga seprofesional ACT tetap melakukan penyelewengan? Lah wong KPK saja yang notabene lembaga pemberantas korupsi tidak lantas bersih dari korupsi kok. Betul tidak?
Gaji para petinggi ACT puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Fasilitas penunjangnya juga fantastis mulai dari mobil mewah, rumah megah dan sejumlah fasilitas lainnya, apanya yang aneh?
Siapa orang yang bekerja tidak mau punya gaji dan fasilitas fantantis lainnya? Ini selain apes, ACT menemukan momentumnya. Siap-siap ACT diserbu kebencian warganet.
Oleh: Mamang M Haerudin (Aa)