Polemik wacana vasektomi yang diusulkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi sebagai syarat terima bansos menuai pro dan kontra. Oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi secara tegas berdasarkan fatwa hukum islam yang berlaku.
Berdasarkan hasil fatwa MUI pada tanggal 13 Juni 1979, hukum vasektomi dan tubectomi dinyatakan haram tanpa alasan apapun. Namun, seiring perkembangan teknologi yang semakin pesat dimana hukum bisa berubah dengan melihat pada konteksnya.
Saat ini, vasektomi dapat dipulihkan kembali pada situasi semula. Menyambung saluran spermatozoa (vas deferen) dapat dilakukan oleh ahli urologi dengan menggunakan operasi menggunakan mikroskop. Meskipun, kemampuan untuk dapat mempunyai anak kembali akan sangat menurun tergantung lamanya tindakan vasektomi.
Oleh sebab itu, MUI kembali mengeluarkan fatwa terbaru yang merupakan hasil Ijtima’ Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012. Hasil ijtima’ tersebut memutuskan bahwa vasektomi dan tubectomi tetaplah haram, akan tetapi terdapat lima syarat tertentu yang menjadi pengecualian sehingga vasektomi boleh dilakukan.
Lima syarat tersebut yakni tidak menyalahi syari’at, tidak menimbulkan kemandulan secara permanen,terdapat jaminan untuk dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula, tidak menimbulkan bahaya (mudlarat) bagi yang bersangkutan, dan tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi mantap (Kontap).
Diantara dasar hukum yang menjadi acuan keharaman vasektomi adalah surah Al-Isra’ ayat 31
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar. (QS. Al-Isra’ :31 )
Selain itu juga terdapat ayat lain dari beberapa surah dalam Al-Qur’an yang menjadi landasan kuat keharaman vasektomi. Diantaranya surah Al-An’am ayat 15, surah Al-Syura ayat 50, surah An-Nisa’ ayat 119.
Sementara, dasar hukum dari sisi hadis terkait haramnya vasektomi diambil dari beberapa Riwayat. Seperti dalam Riwayat Imam Ad-Darimi sebagai berikut
عنِ الْمُغِيرَة قَالَ : نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن وَأَدِ الْبَنَاتِ وَعُقُوقَ الْأُمَّهَاتِ وعن منع وهَاتٍ وعَن قبل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال.
Artinya: Dari Mughirah ra ia berkata: “Rasulullah saw melarang mengubur anak perempuan (hidup-hidup), durhaka pada orang tua, menarik pemberian, berkata tanpa jelas sumbernya (hanya katanya katanya), banyak meminta, dan menghambur-hamburkan harta (HR. Al-Darimi)
Dalam Riwayat Imam Ahmad juga disebutkan
عَن مَسْعُودٍ قال : سَمِعْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَلْعَنُ الْمُنتَمصَاتِ وَالْمُنفَلَّجَاتِ وَالْمُؤشِمَاتِ اللَّاتِي يُغَيِّرُنَ خَلْقَ اللَّهِ
Artinya: Dari Ibn Masud ra ia berkata: Saya mendengar rasulullah saw melaknat perempuan yang memendekkan rambutnya, membuat tato yang merubah ciptaan Allah”. [HR. Ahmad}
Keputusan dalam Fatwa MUI yang memperbolehkan vasektomi dengan lima syarat tersebut dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya Surat Kementerian Kesehatan nomor TU.05.02/V/1016/2012 terkait penelitian yang membutikan keberhasilan rekanalisasi (penyambungan kembali saluran spermatozoa) untuk memulihkan kesuburan seperti sebelum dilakukan vasektomi.
Selain itu juga terdapat pernyataan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat yang menegaskan bahwa salah satu syarat menjadi peserta vasektomi adalah pasangan suami isteri yang sudah tidak ingin menambah jumlah anak lagi dikemudian hari, karena walaupun bisa dilakukan rekanalisasi (penyambungan kembali) saluran sperma tetapi kembalinya kesuburan tidak seperti semula dan biaya rekanalisasi itu relatif mahal.
Baca juga: Ketua MUI Jelaskan Pentingnya Memahami Batasan Toleransi