tebuireng.co – Faktor membuat orang radikal menurut Yenny Wahid atau Zannuba Ariffah Chafsoh yaitu rasa frustasi yang tidak menemukan jawaban yang tepat dan salah pergaulan.
Hal ini Yenny sampaikan dalam konferensi pers Haul Gus Dur ke 12 di Pesantren Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (30/12/2021).
“Salah satu faktor yang membuat orang radikal itu adalah kegelisahan, rasa gelisah, rasa putus asa, rasa frustrasi. Kemudian ada orang memprovokasi mereka dengan bahasa-bahasa yang emosional, dan bahasa emosional itu biasanya adalah bahasa agama atau bahasa politik,” kata Yenny.
Putri kedua Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menyebut itu hal ini terkuak dari riset yang dilakukan Wahid Foundation selama beberapa tahun.
Menurut Yenny, persoalan radikalisme tidak bisa hanya ditangani oleh aparat penegak hukum. Baginya, persoalan ini harus diselesaikan dengan pendekatan batin.
Radikalisme tidak harus dipahami hingga ke akarnya. Penyebab rasa frustrasi, kegelisahan, dan rasa ketidakadilan di tengah masyarakat yang harus dipahami.
“Tidak bisa aparat keamanan saja. Pendekatan keamanan itu tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah,” ujar Yenny.
Menurut Yenny, sebagian besar orang-orang yang gelisah merupakan pemuda. Namun, mereka kerap tidak memiliki ruang untuk mengungkapkan rasa gelisah tersebut.
Ketika berinteraksi di media sosial, sebagian orang-orang tersebut menjadi korban bullying dan merasa frustrasi karena tidak bisa sukses seperti yang mereka harapkan.
“Frustasi, marah nah ini dilampiaskan, ada yang bilang, oh gara-gara orang kafir lah, gara-gara orang dari luar, dan macam-macam. Terciptalah xenofobia, terciptalah sikap radikal itu,” tuturnya.
Yenny Wahid memiliki cara tersendiri untuk menghalau paham radikal atau radikalisme yaitu dimulai dari desa dengan membentukd esa damai. Desa damai merupakan bentuk penguatan peran perempuan di berbagai bidang.
Hal ini dilakukan karena radikalisme sudah menjalar hingga ke pelosok desa di Indonesia. Keberadaan media sosial menjadi salah satu kontributor mewabahnya intoleransi melalui hoaks dan fitnah.
Yenny mengatakan program desa damai meliputi dua hal. Pertama, pemberikan askes permodalan dan pelatihan wirausaha melalui pembinaan perempuan. Dan kedua, pelatihan bagi masyarakat desa untuk melihat potensi konflik yang bersumber pada intoleransi.
Saat ini sudah ada 16 desa binaan dan gerakan ini sudah mendapat penghargaan dari Pemerintah Jepang.
“Jika diberdayakan desa-desa yang ada di Indonesia sebenarnya memiliki ‘penawar’ sendiri untuk permasalahan ini. Penawar itu yakni kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai gotong-royong dan persaudaraan di tengah keragaman,” Yenny Wahid