Dokter sekaligus penulis buku Hj dr Ita Fajria Tamim, M.Kes memberikan empat langkah komunikasi yang tepat antara orang tua dengan remaja putri yang sedang mengalami cinta monyet.
Tips komunikasi tersebut digunakan untuk menghindari konflik berkepanjangan antara remaja putri dengan orang tua, khususnya ibu. Lewat komunikasi yang tepat, maka akan terbangun kedekatan.
“Langkah pertama, kedekatan dengan anak jadi pondasi bagaimana kita memberikan masukan dan arahan ke mereka. Karena ketika anak mengalami cinta monyet, seperti kita tahu, semuanya ingin dikasih. Karena alasannya cinta banget,” katanya, Kamis (07/10/2024).
Menurutnya, anak remaja putri yang sedang jatuh cinta adalah sesuatu yang sering terjadi pada banyak orang. Oleh karenanya sebagai orang tua, harus mempunyai pondasinya dulu, yaitu kedekatan dengan anak.
Kedekatan ini, menurutnya idealnya dibangun sejak mereka kecil, sejak kecil orang tua dekat dengan anak. Sehingga anak merasa aman cerita dengan orang tua dan mereka (anak putri) tidak merasa terancam dengan kehadiran orang tuanya.
Namun, dr Ita mengingatkan jika sejak kecil sudah terlanjur tidak dekat, sebenarnya tidak ada kata terlambat dalam membangun kedekatan dengan anak.
“Mulai saja dari sekarang, menurut saya segera bangun kedekatan antara orang tua dan anak tidak akan terasa kita sebagai orang tua kalau mereka tidak dekat dengan kita (orang tua). Kalau sejak kecil sudah dekat maka mudah langkah kedua,” imbuhnya.
Perempuan yang akrab disapa Ning Ita ini menambahkan, langkah kedua yaitu melakukan validasi atas perasaan anak. Orang tua tidak boleh langsung mengeluarkan kata yang cukup keras seperti tidak boleh ini dan tidak boleh itu.
Apalagi mengatakan kalau orang yang disukai anak itu tidak bagus, akhlaknya buruk dan lain sebagainya. Perkataan begini bisa membuat anak merasa ditolak oleh orang terdekat. Di sini pentingnya sikap kehati-hatian dalam menyikapi perasaan anak.
“Langkah kedua, validasi perasaannya. Semisal, kamu lagi suka sama dia, lagi suka sama orang itu. Oke, itu sebuah rasa normal dan wajar,” jelas pengasuh Pondok Pesantren Nazhatut Thullab Sampang ini.
Dikatakan, kalau dia pondasi kedua ini sudah dimiliki, maka langkah selanjutnya akan lebih mudah, yaitu komunikasi dan update terus kabarnya. Bagaimana perasaan anak saat ini, apakah melakukan pacaran atau lain sebagainya.
Orang tua perlu mendengarkan curhat anaknya, jangan sampai bercerita dengan orang lain. Dengan begitu, orang tua bisa mengarahkan dan mengontrolnya, tanpa usaha yang berlebihan sehingga anak tidak melakukan hal-hal yang melanggar syariat dan di luar batas. Karena kalau anak tidak cerita sendiri maka orang tua akan kesulitan mencari informasi dan kadang infonya salah. Timbul masalah baru.
“Kita dengarin curhatnya. Jangan sampai dia curhat ke orang lain. Karena tidak nyaman dengan kita. Ini akan berbahaya. Karena kalau dia curhat dengan kita maka tanpa kita kepo pun, dia akan kasih tahu keadaannya,” ungkap Ning Ita.
Langkah keempatnya, kata Ning Ita, yaitu memasukkan nilai-nilai baik yang dipegang oleh keluarga, nilai-nilai kebenaran dalam Islam, dan nilai-nilai kebenaran lainnya.
Namun, perlu digaris bawahi, menurut Ning Ita, orang tua memberikan nasihat tanpa nada menggurui. Orang tua tidak boleh menggurui anak remaja, bukan karena nilai yang disampaikan tidak benar, tapi jika dengan cara menggurui maka anak akan membuat garis penolakan terhadap nasihat dan saran dari orang tua.
“Semisalnya, tidak apa apa kamu suka sama dia, tapi tahu kan kalau agama IsIam melarang pacaran. Jadi sebatas suka saja tidak apa-apa. Cuma kalau berduaan itu tidak boleh. Jadi kita masukan pelan-pelan. Pastikan tiga pondasi tercipta, baru masuk langkah keempatnya,” tandasnya.
Penulis: Syarif Abdurrahman
Editor: Thowiroh
Baca juga: Ning Ita Fajria Tamim, Dokter Muda Asal Pesantren