Sampah kini menjadi tantangan besar global, dampak yang di hasilkan memberikan ancaman besar dalam keberlanjutan lingkungan hidup. Pada tahun 2023, diperkirakan dunia menghasilkan lebih dari 2 miliar ton sampah pertahun, dengan peningkatan angka di setiap tahunnya.
Sampah plastik menjadi masalah paling menonjol dengan diperkirakan 8 juta ton sampah plastik terbuang ke laut setiap tahunnya. Meskipun produksi dan pemakaian plastik telah dikurangi limbah plastik masih menjadi momok menakutkan bagi lingkungan.
Pengelolaan sampah konvensional seperti pembuangan sampah di tempat pembuangan akhir atau pun melalui pembakaran (incinerated) dinilai belum cukup efisien untuk penanganan sampah. Upaya daur ulang dan pengelolaan sampah yang komprehensif masih belum memadai di banyak negara, terutama negara berkembang. Keterbatasan infrastruktur, kesadaran masyarakat, dan dukungan kebijakan menjadi tantangan utama.
Menghadapi ancaman global ini, dibutuhkan komitmen bersama dari pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menerapkan ekonomi sirkuler, mengurangi penggunaan sekali pakai, meningkatkan daur ulang, dan mengembangkan teknologi pengolahan sampah yang lebih efektif.
Ecobrick merupakan inovasi visioner dalam upaya mencari solusi dalam pengelohan sampah plastik, diambil dari dua kata Eco yang artinya lingkungan dan Brick ialah batu bata secara definisi ecobrick adalah batu bata ramah lingkungan. Ecobrick ini terbuat dari material limbah plastik yang dipadatkan hingga mempunyai sifat dari plastik itu sendiri yaitu kuat,anti air dan awet.
Sejarah Ecobrick
Gerakan ecobrick yang digagas oleh Russel Maier, seorang desainer regeneratif asal Kanada dan sang istri Ani Himawati Maier asal Indonesia, telah berkembang pesat sejak pertama kali diperkenalkan di Filipina dan Bali pada tahun 2012.
Gagasan sederhana ini kemudian berhasil menjadi sebuah gerakan komunitas yang meluas, tidak hanya di tingkat kota tetapi juga di tingkat negara. Ecobrick telah menjadi sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan, dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah dijangkau masyarakat.
Keberhasilan ecobrick sebagai gerakan komunitas menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang sederhana dan terjangkau dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi permasalahan sampah, khususnya di negara-negara berkembang.
Manfaat Ecobrick
Efektivitas dalam pengelohan limbah plastik menjadi daya tawar tinggi dengan mengunkan ecobrick, alih-alih membuang,membakar atau menumpuk limbah plastik ecobrick memanfaatkannya menjadi material baru.
Secara fungsional ecobrick menjadi bahan dasar dalam pembuatan produk furniture bahkan bisa dijadikian kontruksi sebuah bangunan, sejalan dengan fungsinya ecobrick juga memiliki nilai ekonomis. Dengan material yang murah mampu menekan biaya produksi.
Penggunaan ecobrick dalam konstruksi bangunan menyediakan alternatif yang berkelanjutan sebagai pengganti bahan bangunan konvensional. Selain itu, praktik ini juga membantu mengurangi dampak karbon yang dihasilkan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya daur ulang dan pengelolaan sampah yang baik.
Dengan memanfaatkan ecobrick sebagai bahan bangunan, maka sampah plastik yang sulit terurai dapat dimanfaatkan kembali secara produktif. Hal ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah yang terbuang, tetapi juga memungkinkan pengurangan penggunaan bahan bangunan tradisional yang umumnya memiliki jejak karbon yang lebih tinggi.
Lebih jauh lagi, praktik penggunaan ecobrick dalam konstruksi dapat mendorong peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola sampah dengan lebih bijak. Hal ini dapat membuka jalan bagi adopsi gaya hidup dan praktik-praktik pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan di kalangan masyarakat.
Ecobrick suatu inovasi yang sangat briliant di tengah tantangan limbah sampah global, diharapkan ecobrick dapat menjadi upaya kreatif dalam memanfaatkan limbah plastik untuk menciptakan dampak positif pada lingkungan.
Penulis: Badar Alam Kalasuba
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Bank Sampah Tebuireng, Teladan Kebersihan di Pesantren