tebuireng.co – Dunia pendidikan terdampak imbas sangat besar di masa pandemi ini, sekolah tatap muka langsung belum sepenuhnya dibolehkan, karena kita harus turut memutus wabah mata rantai virus covid-19, jangan sampai terkena pada generasi penerus bangsa. Banyak tantangan yang harus dihadapi dalam dunia pendidikan di masa pandemi ini.
Kerja keras para guru dan dosen selama ini sungguh patut diapresiasi. Di tengah pembatasan sosial akibat wabah pandemi covid-19, kita harus tetap semangat mengejar dan mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang menyangka, wajah dunia pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi covid-19. Konsep sekolah di rumah (home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana dunia pendidikan nasional. Meski makin populer, penerapan pembelajaran online (online learning) selama ini juga terbatas pada Universitas Terbuka, program kuliah bagi karyawan di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online courses).
Pendidikan merupakan kunci pembangunan sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia merupakan kunci terwujudnya Indonesia Emas 2045, yang adil dan sejahtera, aman dan damai, serta maju dan mendunia. Pendidikan yang akan menentukan kemana bangsa ini akan menyongsong masa depannya, yang menjadkan bangsa besar yang beradab, cerdas dan siap beradaptasi dengan perubahan zaman.
Kebijakan dari Kemendikbud RI tentang kurikulum merdeka, memberikan angin segar untuk dunia pesantren, meskipun dunia kepesantrenan mempunyai ciri khas yang berbeda-beda antara pesantren satu dengan pesantren yang lainya. Hal itulah yang menjadikan pesantren unggul karena mempunyai sesuatu yang unik dalam membentuk para santrinya.
Pendidikan di dalam pesantren merupakan sarana yang sangat penting untuk membangun karakter, karena pendidikan di dalam pesantren memfasilitasi seseorang untuk bisa menumbuhkembangkan jati dirinya. Proses perkembangan dan pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Dari sinilah pesantren mempunyai peran yang sangat besar dalam membentuk karakter para santrinya.
Baca Juga: Pemikiran Gus Sholah dalam Pendidkan Islam
Pendidikan yang ada di dalam pesantren secara implisit mengimplementasikan tentang keseimbangann antara IQ, EQ dan SQ. Hal ini sesuai dengan pandangan secara psikologi, perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient (IQ), Emotional Qoutient (EQ), Spiritual Quotient (SQ), dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologi dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni: (1) olah hati (spiritual and emotional development), (2) olah pikir (intellectual development), (3) olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang.
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Kecerdasan yang bertumpu pada kemampuan berpikirnya yang berpusat pada akal (rasio) untuk membimbingnya dalam menalar dan memecahkan sebuah masalah atau menyelesaikan tugas-tugas secara cepat dan lebih efektif sebagai salah satu potensi dirinya.
Kecerdasan Emosional (EQ) adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Adapun Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang didapat melalui inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ke-Tuhanan yang kita menjadi semua bagian di dalamnya.
IQ (Intelegency Quotient) adalah kecerdasan yang didapat melalui pikiran kreatif yang berpusat di otak. EQ (Emotional Quotient) adalah intelli-gence yang diperoleh melalui kreativitas emosional yang berpusat pada jiwa. SQ (Spiritual Quotient) adalah kecerdasan yang diperoleh melalui kreativitas spiritual yang memusatkan perhatian seputar area spirit. Dan perlu kita garis bawahi bahwa pemilik IQ tinggi bukanlah jaminan kesuksesan masa depan seseorang.
Sering ditemukan pemilik IQ tinggi namun gagal meraih kesuksesan; Sementara pemilik IQ biasa-biasa saja meraih sukses luar biasa karena didukung oleh EQ dan SQ. Mekanisme EQ tidak berdiri sendiri dalam memberikan kontribusi pada manusia, namun intensitas dan efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh unsur kecerdasan spiritual (SQ).
Berdasarkan gambaran tersebut dapat kita simpulkan bahwa selain memiliki IQ yang tinggi, peran Emotional Spiritual Quotient sangatlah penting dalam membentuk karakter penerus bangsa di masa yang akan datang. Nilai-nilai kepesantrenan (keikhlasan, kejujuran, kerja keras, tanggung jawab dan tasamuh/toleransi) ini yang kami tanamkan pada para santri, sebagai pengamalan kami dari ajaran yang diberikan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.
Amin Zein