Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia menyelenggarakan acara DJKI Goes to Pesantren yang dilaksanakan di Aula lantai 3 gedung Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng, Selasa, (21/01/25).
Dalam kesempatan tersebut, Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Haris Sukamto dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu serta Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz meresmikan klinik kekayaan intelektual di Pesantren Tebuireng.
Razilu menyampaikan bahwa agenda tersebut merupakan acara perdana yang digagas DJKI untuk Pesantren dengan tujuan untuk meningkat kesadaran para santri terhadap hak kekayaan intelektual pada setiap karya yang dihasilkan.
Ia menjelaskan bahwa Pesantren Tebuireng merupakan satu-satunya Pesantren di Jawa Timur yang memiliki angka tertinggi pemilik produk dan karya bernilai ekonomis sehingga kesadaran akan hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan.
Acara ini menghasilkan kerja sama antara Kementerian Hukum Republik Indonesia dengan Pesantren Tebuireng yang ditandai oleh kesepakatan dan tanda tangan MoU oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng (Gus Kikin) dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen Razilu).
Klinik kekayaan intelektual ini merupakan program yang berdiri di Pesantren Tebuireng yang manfaatnya tidak hanya bisa dirasakan oleh santri tetapi juga oleh masyarakat sekitar pesantren bahkan seluruh Kota Jombang.
Klinik kekayaan intelektual ini menjadi wadah untuk mendaftarkan hak paten kepemilikan karya, maupun desain industri
Peresmian klinik kekayaan intelektual tersebut dilakukan secara simbolis dengan pemotongan untai bunga melati, juga penyerahan sertifikat merek Tebuireng serta sertifikat karya Gus Kikin berupa buku Pemikiran Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari.
Dirjen Razilu berharap fungsi klinik kekayaan intelektual tersebut berjalan dengan baik serta dapat bermanfaat bagi siapapun masyarakat jombang yang akan mendaftarkan hak kekayaan intelektual atas karyanya.
Secara singkat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan langkah siaga bagi seseorang untuk proteksi pada karya dan produknya dibawah undang-undang hukum pidana.
Produk tersebut dapat berupa merek, karya tulis, lagu dan lain-lain yang bernilai ekonomis agar tidak sembarangan orang dapat semena mena menggandakan atau bahkan mencuri karya tersebut untuk tujuan komersial dan kepentingan pribadi. Sebab sebuah karya yang lahir dari jerih payah patut diapresiasi dengan cara sebaik-baiknya, salah satunya dengan mempatenkan hak kekayaan intelektual.
Penulis: Naffisa Izzah
Editor: Thowiroh
Baca juga: Pengasuh Pesantren Tebuireng Jelaskan Tantangan Santri di Era Digital