tebuireng.co – Di balik sarung hijau Presiden Jokowi yang menghiasi arena pembukaan Muktamar ke-34 NU di Lampung ada pesan mendalam. Jokowi atau Joko Widodo memakai sarung hijau, seperti hijaunya NU.
Memakai sarung di acara NU bukan hal baru bagi Jokowi. Sebelumnya, saat menghadiri acara besar NU lainnya, Jokowi tetap pakai sarung.
Sepertinya, NU sudah tidak asing bagi Jokowi. Dia tahu membawakan irama gendang, riuh rendahnya dinamika yang terjadi, seketika adem lewat tampilan sarungnya Jokowi.
Jokowi tercatat pernah membuka Muktamar ke-33 NU di Jombang pada tahun 2015. Dalam kesempatan itu, Jokowi tampil dengan mengenakan sarung yang menjadi ciri khas warga NU juga.
Jokowi tampil dengan mengenakan peci dan jas hitam, serta sarung berwarna kecokelatan. Ia membuka muktamar dengan memukul beduk.
Presiden Joko Widodo, tampak beda dari pemimpin sebelumnya. Mungkin karena dia dari sipil, sehingga lebih senang dengan tampilan yang menyesuaikan keadaan yang sedang dihadapinya.
Kondisi ini jauh beda dengan presiden-presiden sebelum Jokowi, yang cenderung lebih formal saat hadir di tengah komunitas sarungan.
Pada 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan gagahnya datang ke arena muktamar, dan membuka secara resmi. Begitu juga Wapres JK juga datang untuk menutup helat NU.
Bagi ulama NU dan santrinya, sarung dan memakai sarung dalam helat besar seperti muktamar, Konbes misalnya, tidak asing dan tidak ganjil, karena memang pakaian keseharian ulama.
Secara tak langsung, agaknya di balik sarung hijau Presiden Jokowi, ia menyampaikan agar warga NU kembali membudayakan tradisinya sendiri.
Ya, tradisi sarung dalam setiap momen apapun juga. Apalagi momen itu NU sendiri yang membuat, tentu tak salah bila semua peserta memakai sarung.
Banyak cerita yang lahir dari balik sebuah sarung. Banyak hikmah yang keluar dari ulama yang senantiasa pakai sarung salah satunya Gus Dur.
Sarung, membuat langkah terasa ringan. Beribadah terasa sempurna, dan tentunya dalam rumah tangga sarung membuat semuanya jadi oke.
Sepertinya, Presiden Jokowi menyauk banyak ilmu dari seorang Presiden Gus Dur. Seorang tokoh besar NU yang mampu berzig-zag, dan bersilancar dengan elok di tengah pusaran politik yang keras.
Sarung melambangkan sebuah sikap moderat yang bisa menerima berbagai perbedaan. Namun, sarung juga melambangkan persatuan. Begitu cara NU berpolitik.
NU tak diragukan lagi perjuangannya terhadap bangsa dan negara, dalam beragama.
Moderasi beragama ala sarung yang penuh dengan toleran, adalah langkah jalan tengah yang mampu meredam konflik agama di tengah bangsa yang majemuk ini.
Sarung hijau Jokowi dapat dilihat di bawah ini:
Kreator: Damanhuri Ahmad