teburieng.co – Dakwah digital ala Habib Ja’far atau Husein bin Ja’far Al Hadar banyak disukai kalangan anak muda yang akrab dengan dunia digital.
Habib Ja’far merupakan salah satu da’i yang banyak melakukan aktivitas dakwah dengan berbagai platform digital.
Dalam dunia digital, informasi dan konten yang muncul banyak dipengaruhi oleh algoritma.
Menurutnya, tugas da’i yang memanfa’atkan dunia digital adalah memenuhi dunia tersebut dengan hal positif, bahasa lain dakwah digital.
“Bagaimana membentuk algoritma yang positif,” tuturnya dalam video berdurasi 26:11 yang diunggah di akun youtube NU Online (07/04/2024).
Ia memaknai dakwah sebagai usaha mengajak orang lain terhadap kebaikan.
Sebagai orang yang mengajak, maka seorang da’i sebisa mungkin harus membuat orang yang diajaknya tertarik, bukan malah takut.
Dalam hal ini, selain memiliki ilmu pengetahuan, kreatifitas seorang da’i juga sangat menentukan dalam dakwah digital.
“Bukan hanya tutur kata yang menarik, bukan hanya tutur kata yang lembut, tapi juga kemasan yang kreatif,” ucapnya.
Dalam Al-Quran, metode dakwah bisa dilakukan dengan maudhah (pidato/ceramah/naseha, dsb.) dan ‘uswah (contoh/keteladanan).
Sekalipun harus berdebat, maka harus dilakukan dengan perdebatan yang baik. Habib Ja’far menambahkan bahwa substansi debat bukanlah mencari pembenaran.
“Sehingga perdebatan itu bukan mencari pembenaran, tapi betul-betul mengajak orang kepada kebenaran,” tambahnya.
Sebagai da’i, Habib Ja’far menganalogikan aktivitas dakwahnya seperti goggle maps.
Menurutnya, google maps tidak pernah menyalahkan penggunanya ketika tersesat, melainkan langsung menunjukkan jalan alternatif untuk sampai pada tujuan.
Prinsip inilah yang ia pegang dan juga ia harapkan dilakukan oleh para da’i.
Mengingat setiap orang Islam berkewajiban untuk berdakwah sesuai kemampuannya, maka ia harus paham keadaan dirinya.
Dalam bahasa Habib Ja’far, dakwah itu melihat ke dalam dan ke luar. Melihat ke dalam, artinya melihat modal dan potensi yang dimiliki.
Ini kaitannya dengan basic keilmuan dan platform yang bisa ia gunakan untuk berdakwah. Melihat ke luar, artinya mengamati audiens dakwah kita.
Kecenderungan mereka apa? Aktivitas yang mereka sukai apa? Dan sebagainya.
Kebijaksanaan menurutnya juga merupakan pondasi dalam aktivitas dakwah. Tegaknya kebijaksanaan butuh pada tiga tiang; kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
“Ketika kurang indah, nilai dakwahnya bisa berkurang,”ucapnya.
Pilihannya sebagai pendakwah, Habib Ja’far mengaku bahwa ia banyak dipengaruhi oleh ayahnya.
Sejak kecil, ayahnya bermimpi suatu saat Habib Ja’far bisa menjadi cendekiawan yang mampu menjelaskan doktrin agama secara rasional.
Selain itu, ayah habib Jafar berfikir strategis dalam berdakwah. Misalnya, ia sempat meminta Habib Jafar berdakwah kepada orang-orang kaya supaya zakat yang dikeluarkan banyak.
Ayahnya juga menyarankan supaya Habib Ja’far bisa mengajak tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar terlibat dalam kegiatan dakwahnya supaya bisa memudahkan dirinya dalam mengajak orang lain terhadap kebaikan.
“Ayah saya mensugesti saya dari kecil agar menjadi pendakwah. Pendakwah dalam tanda petik yaitu populer. Artinya ulama yang menjelaskan Islam secara rasional,” tandasnya.