tebuireng.co – Cara Islam memperlakukan pekerja bisa dilihat cara Nabi Muhammad memperlakukan orang di sekitarnya. Rasulullah begitu getol ingin memberantas perbudakkan yang saat itu masih berlaku di masyarakat.
Tindak kekerasan terhadap pekerja hingga kini masih sangat sering terjadi. Dalam hal ini, kekerasan bukan hanya sekedar bentuk fisik, melainkan perbuatan menyerang psikis pun menjadi bagian dari tindak kekerasan.
Bahkan, dalam satu tahun terakhir ini, pemberitaan mengenai kekerasan yang terhadap pekerja juga tak kalah sering mewarnai media massa. Mulai dari KDRT pada buruh perempuan, kekerasan yang diterima oleh TKI, hingga pekerja yang mendapati kekerasan seksual.
Selain itu, sistem kerja yang mengeksploitasi tenaga para pekerja juga termasuk ke dalam kekerasan. Pasalnya, hal itu tidak sejalan dengan kontrak kerja dan sistem upah yang telah disepakati sedari awal.
Mengenai hal itu, Islam pun telah memberikan perspektif untuk melihat persoalan ketenagakerjaan. Di mana didalamnya terdapat empat prinsip untuk memuliakan hak para pekerja, termasuk sistem pemngupahannya.
Melihat Perbudakan Vs Ketenagakerjaan Perspektif Islam
Dalam sejarahnya, penghapusan sistem perbudakan memang merupakan salah satu tujuan dari kehadiran Islam. Pasalnya, perbudakan memang telah membudaya jauh sebelum masa kenabian. Bahkan, tak jarang para majikan bebas memperjualbelikan budaknya di pasar-pasar budak.
Kehadiran Islam menolak secara frontal sistem perbudakan yang telah mandarah daging dalam kebudayaan msayrakat pada masa itu melalui strategi gradasi pengikisan budaya.
Sebagai contohnya, Nabi SAW menganjurkan agar para pemilik budak memperhatikan kesejahteraan para budaknya dengan penyaluran zakat. Berikutnya, Rasulullah hijrah ke Madinah dan menghapus perbudakan secara massif.
Meki pada hakikatnya Islam telah menghapuskan praktik perbudakan, akan tetapi pada kenyataannya, tak jarang sistem perbudakan masih secara terang-terangan di lakukan hingga saat ini.
Oleh karena itu, perbuatan yang tidak memanusiakan manusia sama sekali tersebut harus secara total dihapuskan. Salah satu caranya adalah dengan melihat kembali empat prinsip ketenagakerjaan dalam perspektif Islam.
Empat Prinsip Ketenagakerjaan
Upaya penghapusan perbudakan yang dikolaborasikan dengan perspektif Islam, setidaknya memiliki empat prinsip berikut ini untuk memuliakan hak-hak para pekerja.
1. Memperhatikan Kemerdekaan Manusia
Kesalehan sosial Rasulullah degan tegas tidak mentoleransi adanya sikap perbudakan manusia. Salah satu alasannya adalah menegakkan hak-hak para pekerja sebagai seorang manusia.
Penghormatan atas independensi manusia, dengan predikat apa pun, menunjukkan bahwa Islam ‘mengutuk’ adanya kekerasan terhadap para pekerja.
2. Prinsip Kemuliaan Derajat Manusia
Manusia, apa pun profesinya, ia adalah makhluk yang mulia dan terhormat. Artinya, apa pun pekerjaannya, Islam memang sangat mencintai umat Muslim yang memiliki kegigihan dalam bekerja. Seperti yang telah ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran surat Al-Jumu’ah ayat 10.
فَاِ ذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَا نْتَشِرُوْا فِى الْاَ رْضِ وَا بْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَا ذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah 62: Ayat 10)
Ayat tersebut kemudian diperkuat dengan hadis riwayat Imam Al-Baihaqi.
“Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri”
Artinya, kemuliaan seorang pekerja terletak pada kontribusinya dalam memudahkan urusan orang lain. Seperti halnya hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”
Hal itu mengisyaraktkan betapa Islam memuliakan nila kemanusiaan setiap insan. Dari beberapa hadis tersebut, juga dapat dilihat bahwa Islam menganjurkan umat manusia untuk menanggalkan segala bentuk stereotype dalam hal bekerja.
3. Prinsip Keadilan dan Anti-Diskriminasi
Islam yang tidak mengenal kasta, juga berlaku pada dunia ketenagakerjaan. Oleh karena itu, hak setiap pekerja haruslah sama dengan hak pekerja yang lain. Hal ini harus disetarakan dengan prinsip keadilan, yang bukan berarti sama dalam takaran.
Misalnya, hal ini adalah dalam hal penyebutan, Islam melarang manusia memanggil pekerjanya dengan panggilan yang merendahkan. Rasulullah pernah memiliki pembantu, ia memperlakukannya dengan adil dan penuh hormat.
Bahkan, meskipun pembantu Rasulullah itu adalah seorang Yahudi, ia tidak lantas memperlakukannya dengan tidak adil.
4. Kelayakan Upah Pekerja
Seperti yang kita ketahui, upah atau gaji merupakan hak pemenuhan ekonomi para pekerja. Hal ini menjadi kewajiban para atasan untuk memberikan hak tersebut. Adapun, Islam memberikan dua prinsip pemberian upah, yakni adil dan mencukupi.
Seperti riwayat Imam Al-Baihawi, “Berikanlah gaji kepada perkerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya terhadap apa yang dikerjakan.”
Artinya, seorang pekerja berhak menerima upah sesuai denga napa yang telah ia kerjakan. Selain ketepatan, perinsip keadilan juga perlu diperhatikan dalam pemberian upah.
Rasulullah mempertegas hal itu dalam sebuah hadis riwayat Muslim.
“Mereka (para budah dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga barangsiapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya dan memberikan pakaian seperti apa yang dipakainya.
Dan tidak membebankan kepada mereka tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim).
Oleh: Dinna