tebuireng.co – Cak Nun ingin ada revolusi besar di tahun 2024. Pria yang bernama Muhammad Ainun Najib ini mengatakan bahwa ini bukanlah bentuk kritikan.
Baginya, ini hanya sebuah harapan untuk mendapatkan pemimpin yang lebih baik lagi di masa depan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara makmur dan sejahtera.
Hal ini disampaikannya dalam acara “Sinau Bareng Cak Nun” di Masjid At-Taufiq Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Ahad (10/4/2022).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan dihadiri oleh sejumlah elite partai tersebut.
“Aku ingin besok pagi, sebelum dan sesudah 2024, kita akan mengalami revolusi besar-besaran dari dalam diri kita. Bukan revolusi untuk menjatuhkan presiden dan penguasa, ndak. Revolusi yang akan dipimpin oleh presiden dan para sesepuh lainnya. Mereka yang akan memimpin kesadaran baru, mereka yang akan memimpin kelahiran kembali bangsa Indonesia. Dan akan terjadi siklus itu. Saya tidak meramal, tapi akan terjadi siklus itu,” katanya.
Menurut Cak Nun, Indonesia adalah negara besar dengan tanah yang subur dan sumber daya alam yang berlimpah, serta memiliki kekayaan rempah-rempah yang tidak terbatas.
Baca Juga: Kontrol Sosial Menurut Cak Nun
Ditambah lagi, ujar Cak Nun, potensi sumber daya manusia dan kekayaan budaya Indonesia yang luar biasa. Di budaya Jawa saja, Cak Nun mencontohkan, ada 18 istilah trah leluhur.
“Wahai Amerika, Rusia, negara yang merasa kuat dan adikuasa, jangan pikir kalian benar-benar berkuasa, karena kami adalah bangsa dengan peradaban yang punya skala waktu hingga 18 generasi. Sehingga ilmu kami, manajemen kami, akan jauh melebihi kalian semua. Cuman masalahnya, sekarang belum tepat presidennya, gitu aja,” jelasnya.
Di depan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa ia tidak mengatakan bahwa presiden Indonesia saat ini salah atau jelek. Hanya saja, Cak Nun ingin ada revolusi di 2024.
“Jangan marah ya, jangan marah. Saya tidak mengatakan (presiden) salah lho ya. Saya tidak mengatakan salah atau jelek, hanya belum tepat. Kalau bahasa Jawa itu ada bener, ada pener. Nah ini (presiden) sudah bener, tapi belum pener,” tandas pria asal Jombang ini.